PEMIKIRAN PENDIDIKAN ABDULLAH NASHIH ULWAN
Disusun
oleh:
Zairina
Qonita Muna
Dosen
Pengampu Mata Kuliah Filsafat Peendidikan Islam:
Prof.
Dr. H. Maragustam, M.A.
A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan bimbingan secara sadar
oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.[1] Pendidikan
anak sebenarnya adalah bagian dari pendidikan individu yang di dalam agama
Islam berupaya mempersiapkannya dan membentuknya agar menjadi anggota
masyarakat yang bermanfaat dan manusia yang shalih dalam kehidupan. Bahkan,
pendidikan anak jika diarahkan dengan baik pada dasarnya akan menjadikan
fondasi yang kokoh, dalam menyiapkan individu menjadi pribadi yang shalih dan
bertanggung jawab.
Seiring dengan perkembangan zaman, dunia
pendidikan juga semakin berkembang, menyesuaikan tuntutan yang ada. Sehingga
isu-isu mengenai dunia pendidikan tidak akan ada habisnya. Selain itu,
banyaknya pemikir dalam dunia pendidikan menjadikan warna tersendiri dalam
perkembangan pendidikan, baik secara global maupun pendidikan dalam Islam.
Salah satu tokoh yang mengangkat tema
tentang pendidikan salah satunya adalah Abdullah Nashih Ulwan. Beliau
mencurahkan pemikirannya pada ranah pendidikan Islam. Dalam pemikirannya,
Abdullah Nashih Ulwan memberikan panduan yang lengkap bagi terwujudnya pola
asuh yang sempurna. Makalah ini akan membahas lebih dalam mengenai pemikiran
beliau dalam salah satu karyanya yang berjudul “Tarbiyatul Aulad fil-Islam”
yang telah diterjemahkan dalam bahasan Indonesia berjudul Pendidikan Anak dalam
Islam. Serta analisis relevansinya pada era global seperti sekarang ini.
B. Pembahasan
1. Biografi
Abdullah Nashih Ulwan
Dr. Abdullah
Nashih ‘Ulwan adalah seorang ulama, fiqih, da’i, dan pendidik. Beliau
dilahirkan di Desa Qudhi ‘Askar di kota Halab, Suriah pada tahun 1347H/ 1928M,
di keluarga yang taat beragama, yang sudah terkenal dengan ketakwaan dan
keshalehannya. Nasabnya sampai kepada Al-Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib. Beliau
tamat sekolah dasar di desanya. Setelah itu beliau melanjutkan ke sekolah
Khusruwiyyah untuk belajar ilmu syariah, pada tahun 1943 M.
Ia
mendapatkan ijazah sekolah menengah atas syariah pada tahun 1949 M. Lalu dia
meneruskan studinya di Universitas Al-Azhar Asy-Syarif dan menyelesaikan S1-nya
di Fakultas Ushuluddin pada tahun 1952 M. kemudian pada tahun 1954 M, ia
menyelesaikan S2-nya. Lalu kembali ke Halab dan bekerja sebagai pengajar materi
Pendidikan Islam di sekolah menengah atas di sana. Lalu ia pergi ke Yordania
dan tinggal di sana. Kemudian pergi ke Arab Saudi dan bekerja sebagai pengajar
di Universitas Al-Malik Abdul Aziz. Di sanalah is menyelesaikan S3-nya dan
mendapatkan gelar Doktor dalam bidang fikih dan dakwah. Ia terus bekerja di
sana sampai meninggal dunia pada hari Sabtu, 5 Muharram 1939 H / 29 Agustus
1987 M, di Jeddah. Jenazahnya dibawa ke Mekah lalu dikuburkan di sana.
Jenazahnya dishalatkan setelah shalat Asar.
Adapun
karya-karya beliau antara lain: Tarbiyyah Al-Aulad fi Al-Islam, Adab
Al-Khitabah wa Az-Zifaf wa Huquq Az-Zaujain, Akhlaqiyah Ad-Da’iyah, Al-Ukhuwwah
Al-Islamiyyah, Al-Islam wa Al-Jins, dll.[2]
2. Pemikiran
Pendidikan Abdullah Nashih Ulwan
Salah satu
pemikiran pendidikan Abdullah Nashih Ulwan adalah dalam bukunya Tarbiyatul
Aulad Fil Islam atau telah diterjemahkan menjadi pendidikan anak dalam Islam.
Menurut pandangan beliau, pendidikan anak dimulai pada fase pernikahan. Berikut
ini akan dijabarkan pemikiran-pemikiran beliau terkait pendidikan anak dalam
Islam.
a. Pernikahan yang Ideal dan Kaitannya dengan
Pendidikan
Pendidikan anak menurut Abdullah Nashih
Ulwan berawal dari pernikahan. Karena menurut beliau, pernilkahan yang ideal
berkaitan dengan pendidikan. Dalam pemikirannya tentang pernikahan, beliau
melihat masalah pernikahan ditinjau dari tiga sisi, antara lain: pernikahan
sebagai fitrah manusia, pernikahan sebagai kemaslahatan social, dan pernikahan
berdasarkan pilihan.
Pernikahan sebagai fitrah manusia
menegaskan bahwa Islam mengharamkan atas seorang muslim yang melarang
pernikahan dan berlaku zuhud dengan niat melakukan pola hidup ala rahib dengan
menyendiri hanya untuk beribadah dan taqarrub kepada Allah. Bagi yang memiliki
akal dan perasaan bahwa di dalam Islam pernikahan merupakan fitrah manusia. Hal
ini bertujuan agar seorang muslim mampu memikul beban tanggung jawab yang besar
kepada orang yang memiliki hak pendidikan dan pemeliharaan di saat ia menyebut
seruan fitrah, menerima tuntutan-tuntutan naluri, dan menjalankan sunnah
kehidupan.
Pernikahan sebagai kemaslahatan sosial.
Kita tahu bahwa penikahan memiliki manfaat yang besar dalam kemaslahatan sosial
antara lain: melindungi kelangsungan hidup manusia, menjaga nasab, melindungi
masyarakat dari kerusakan moral, melindungi masyarakat dari berbagai penyakit,
ketentraman jiwa dan rohani, kerjasama suami dan istri dalam membangun keluarga
dan pendidikan anak, serta menumbuhkan naluri kebapakkan dan keibuan.
Pernikahan berdasarkan pilihan. Memilih
pasangan berdasarkan pondasi agama, memilih berdasarkan keturunan dan
kemuliaan, memilih orang jauh dari hubungan kekerabatan, lebih mengutamakan
yang gadis, lebih mengutamakan menikah dengan wanita subur.[3]
Itulah prinsip-prinsip pernikahan yang
utama dan kaitannya paling penting dengan urusan pendidikan. Pada dasarnya,
Islam menangani urusan pendidikan individu, dari penanganan yang pertama untuk
keluarga, yaitu dengan pernikahan karena statusnya yang menjadi kebutuhan
fitrah manusia dan kehidupan. Serta keadaan yang menuntut adanya penasaban anak
kepada bapak-bapak mereka. Menyelamatkan dari penyakit berbahaya, kebobrokan
moral, serta merealisasikan kerjasama antar suami istri dalam mendidik anak.
b. Perasaan Psikologis Terhadap Anak
Yang dimaksud perasaan psikologis adalah
menampakkan apa yang ditanamkan oleh Allah di dalam hati kedua orang tua berupa
cinta, kasih saying, dan kelembutan kepada anak-anak mereka. Hikmah dari semua
itu adalah menghilangkan kebiasaan jahiliyah dan anggapan yang buruk terhadap
anak perempuan. Tuntunan apabila didapati pertentangan antara maslahat Islam
dengan maslahat anak bagi kedua orang tua, antara lain:[4] 1)
secara fitrah, kedua orang tua pada dasarnya mencintai anak. 2) cinta kepada
anak adalah anugerah Allah kepada hamba. 3) membenci anak perempuan adalah
perbuatan yang terkutuk. 4) keutamaan orang yang tabah dalam menghadapi
kematian anak. 5) memprioritaskan urusan Islam daripada kecintaan kepada anak.
6) sanksi dan isolasi terhadap anak dan manfaatnya terhadap pendidikan.
c. Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Kelahiran
Salah satu syariat Islam atas umatnya
adalah bahwa syariat tersebut menjelaskan semua yang berkaitan dengan kelahiran
dan hukum-hukumnya. Berikut ini adalah hukum-hukum yang hendaknya dilakukan
oleh pendidik ketika kelahiran: 1) memberikan ucapan selamat dan rasa turut
gembira ketika seseorang melahirkan. 2) mengumandangkan adzan dan iqomah ketika
anak terlahir. 3) mengunyahkan atau menyuapkan kurma (tahnik) ketika anak terlahir.
4) mencukur rambut anak, 5) serta memberikan nama yang baik bagi anak.
Di saat seorang anak membuka matanya,
melihat alam sekitarnya, memahami hakikat sesuatu maka ia akan mendapati
dirinya telah menjadi keluarga Islam yang baik dan sesuai dengan syariat. Maka
telah tegaklah keluarga Islami dalam dirinya sebagaimana yang telah
diperintahkan syariat yang lurus dan sunah yang benar.[5]
d. Sebab-Sebab Terjadinya Kenakalan pada Anak
dan Penanggulangannya
Banyaknya penyebab dan sarana yang bisa
mengakibatkan terjadinya kenakalan pada anak. Rusaknya moralitas, pendidikan
yang buruk di masyarakat, serta kenyataan yang pahit adalah beberapa pemicunya.
Jika seorang pendidik tidak mempunyai tanggung jawab, bisa jadi anak-anak akan
menjadi generasi yang rusak moralnya.[6]
Berikut ini adalah faktor-faktor yang bisa
menyebabkan kenakalan pada anak, antara lain: kemiskinan yang mendera keluarga,
perselisihan dan percekcokan antara bapak dan ibu, perceraian yang dibarengi
dengan kemiskinan, kesenggangan yang menyita masa kanak-kanak dan remaja,
lengkungan dan teman yang buruk, perlakuan yang buruk dari orang tua, tayangan
film kriminal dan pornografi, merebaknya pengangguran di masyarakat,
keteledoran orang tua akan pendidikan anak, serta anak yatim.
Islam sejatinya telah meletakkan fondasi
yang kokoh dan metode-metode yang tepat, guna membentengi generasi dari
kenakalan dan menjaga masyarakat dari malapetaka.
e. Tanggung Jawab Para Pendidik
1) Tanggung Jawab Pendidikan Iman
Maksud dari tanggung jawab pendidikan iman
adalah mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan, rukun Islam, dan dasar-dasar
syariat sejak anak sudah mengerti dan memahami. Sedangkan yang dimaksudkan
dengan dasar-dasar keimanan adalah segala sesuatu yang ditetapkan melalui
pemberitaan yang benar akan hakikat keimanan, perkara gaib seperti iman kepada
Allah, malaikat, kitab-kitab samawiyah, semua rasul, pertanyaan dua malaikat di
alam kubur, azab kubur, kebangkitan, hisab (pengadilan), surga, neraka, dan
semua perkara gaib.[7]
Adapun beberapa cara yang bisa dilakukan
seorang pendidik dalam pendidikan iman antara lain sebagai berikut: Mambuka
kehidupan anak dengan kalimat tauhid La ilaha illallah, mengajarkan
maslah halal dan haram setelah ia berakal, memerintahkan untuk beribadah saat
umurnya tujuh tahun, serta mendidiknya untuk cinta kepada nabi, keluarganya,
dan cinta membaca Al-Qur’an. Hendaknya pengajaran dilakukan dengan bertahap
disesuaikan dengan kondisi usia, kematangan, dan pengetahuan anak.
2) Tanggung Jawab Pendidikan Moral
Maksud dari pendidikan moral adalah
kumpulan dasar-dasar pendidikan moral serta keutamaan sikap dan watak yang
wajib dimiliki oleh seorang anak dan yang dijadikan kebiasaannya sejak usia
tamyiz hingga ia menjadi mukallaf (baligh). Hal ini terus berlanjut secara
bertahap menuju fase dewasa sehingga ia siap mengarungi lautan kehidupan.[8]
Adanya hubungan yang kuat anatara iman dan
akhlak juga ikatan kokoh anatara akidah dan amal inilah, para pakar pendidikan
dan ilmu sosial baik di barat maupun di berbagai negara memberikan
perhatiannya. Kemudian mereka mencetuskan pemikiran-pemikiran dan pandangan
mereka tanpa benteng agama maka kemapanan tidak mungkin terjadi. Tanpa keimanan
kepada Allah tidak mungkin terealisasi perbaikan dan lurusnya perilaku.
Pendidikan dikatakan baik menurut pandangan
Islam ketika menyadarkan pada kekuatan perhatian dan pengawasan. Maka sudah
seharusnya para orang tua, pendidik, dan siapa saja yang menjadi pemerhati
pendidikan dan moral untuk menghindarkan anak-anaknya dari empat hal, yaitu:
gemar berbohong, gemar mencuri, gemar mencaci dan mencela, serta kenakalan dan
penyimpangan.[9]
3) Tanggung Jawab Pendidikan Fisik
Dengan tanggung jawab fisik diharapkan anak
bisa tumbuh dan dewasa dengan memiliki fisik yang kuat, sehat, dan bersemangat.
Berikut ini adalah beberapa dasar ilmiah yang digariskan Islam dalam mendidik
fisik anak-anak, supaya para pendidik dapat mengetahui besarnya tanggung jawab
dan amanah yang diserahkan Allah, diantaranya adalah:[10]
kewajiban memberi nafkah kepada keluarga dan anak, mengikuti aturan-aturan yang
sehat dalam makan, minum, dan tidur, melindungi diri dari penyakit menular,
pengobatan terhadap penyakit, merealisasikan prinsip-prinsip “tidak boleh
menyakiti diri sendiri dan orang lain”, membiasakan anak berolahraga dan
bermain ketangkasan, membiasakan anak untuk zuhud dan tidak larur dalam
kenikamatan, membiasakan anak bersikap tegas dan menjauhkan diri dari
pengangguran, penyimpangan, dan kenakalan.
4) Tanggung Jawab Pendidikan Akal
Yang dimaaksud dengan pendidikan rasio
(akal) adalah membentuk pola berpikir anak terhadap segala sesuatu yang
bermanfaat, baik berupa ilmu syar’i, kebudayaan, ilmu modern, kesadaran,
pemikiran, dan peradaban. Sehingga anak menjadi matang secara ilmu dan
kebudayaan.[11]
Menurut beliau, pendidikan akal terfokus pada tiga hal, yaitu: kewajiban
mengajar, kesadaran pemikiran, dan kesehatan akal.
Pertama, kewajiban mengajar. Sesungguhnya
Islam telah membebani para pendidik dan orang tua dengan tanggung jawab yang
besar dalam mengajar anak-anak, menumbuhkan kesadaran mempelajari ilmu
pengetahuan dan budaya, serta memusatkan seluruh pikiran untuk mencapai
pemahaman secara mendalam, pengetahuan yang murni, dan pertimbangan yang matang
dan benat. Dengan demikian pemikiran mereka akan terbuka dan kecerdasan mereka
akan tampak.
Kedua, tanggung jawab penumbuhan kesadaran
intelektual. Bentuk tanggung jawab besar yang dipikulkan oleh agama Islam di
atas pundak para pendidik dan orang tua adalah menumbuhkan kesadaran berpikir
anak semenjak masih kecil, hingga ia mencapai usia dewasa dan matang. Kesadaran
berpikir yang sempurna yang telah dilakukan oleh kaum muslimin pada masa
dahulu, ditempuh setidaknya dengan beberapa hal, antara lain: pengajaran
dilakukan secara sadar, keteladanan yang dilakukan secara sadar, penelaahan
yang dilakukan secara sadar, dan pergaulan yang dilakukan secara sadar.
Ketiga, tanggung jawab dalam kesehatan
akal. Penjagaan terhadap kesehatan akal anak-anak merupakan tanggung jawab
orang tua dan pendidik. Tanggung jawab ini terfokus pada upaya menjauhkan
anak-anak dari kerusakan yang terjadi di masyarakat, karena ia memiliki dampak
terhadap akal dan daya ingat, jasmani manusia serta umum. Adapun hal yang bisa
membahayakan akal, daya ingat, kinerja otak, dan menghambat jalan berpikir
manusia, sehingga menyebabkan kerusakan yang besar terhadap jasmani adalah
sebagai berikut: mengkonsumsi minuman keras, kebiasaan onani, merokok, dan
rangsangan-rangsangan seksual.[12]
Kewajiban mengajar, menumbuhkan kesadaran,
menjaga kesehatan akal merupakan tanggung jawab yang paling dominan terhadap
pendidikan intelektual anak. Jika orang tua dan pendidik lemah dalam
melaksanakan kewajiban ini dan meremehkannya, Allah benar-benar akan meminta
pertanggung jawaban mereka dan menuntut mereka atas tindakan peremehan
tersebut.
5) Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan
Pendidikan kejiwaan adalah mendidik anak
semenjak usia dini agar berani dan terus terang, tidak takut, mandiri, suka
menolong orang lain, mengendalikan emosi, dan menghiasi diri dengan segala
bentuk kemuliaan diri, baik secara kejiwaan dan akhlak secara mutlak.[13]
Tujuan dari pendidikan ini adalah
menbentuk, membina, dan menyeimbangkan kepribadian anak. Sehingga ketika anak
sudah mencapai usia taklif (dewasa), ia dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban
yang dibebankan pada dirinya secara baik dan sempurna. Adapun faktor-faktor
penting yang harus dihindari oleh pendidik dari anak-anak dan murid-murid
adalah sebagai berikut: sifat minder, penakut, kurang percaya diri, dengki, dan
pemarah.[14]
6) Tanggung Jawab Pendidikan Sosial
Pendidikan sosial adalah mengajari anak
sejak kecilnya untuk berpegang pada etika sosial yang utama dan dasar-dasar
kejiwaan yang mulia, bersumber dari akidah Islam yang abadi dan perasaan
keimanan yang tulus. Tujuan pendidikan sosial ini adalah agar seorang anak
tampil di masyarakat sebagai generasi yang mampu berinteraksi sosial dengan
baik, beradab, seimbang, berakal yang matang dan berperilaku yang bijaksana.
Abdullah Nshih Ulwan berpendapat bahwa,
pendidikan sosial tidak dapat dilepaskan dari hal-hal berikut: penanaman
kejiawaan yang mulia, menjaga hak-hak orang lain, menjaga etika sosial, serta
pengawasan dan kritik sosial.[15]
7) Tanggung Jawab Pendidikan Seksual
Yang dimaksud dengan pendidikan seks adalah
memberikan pengajaran, pengertian, dan keterangan yang jelas kepada anak ketika
ia sudah memahami hal-hal yang berkaitan dengan seks dan pernikahan. Sehingga
ketika anak memasuki usia balig dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan
hidupnya, ia tahu mana yang halal dan haram, dan sudah terbiasa dengan akhlak
Islam.
Adapun pendidikan seks yang harus
diperhatikan oleh para pendidik memiliki beberapa fase sebagai berikut:[16] Pertama
usia 7-10 tahun, dinamakan dengan anak-anak usia akhir. Anak-anak diajarkan
etika meminta izin untuk masuk kamar (ke kamar orang tua atau orang lain) dan
etika melihat (lawan jenis). Kedua, usia anatara 10-14 tahun dinamakan juga usa
remaja. Anak dijauhkan dari segala hal yang mengarah kepada seks. Ketiga, usia
antara 14-16 tahun dinamakan usia balig. Anak diajarkan etika berhubungan
badan, ketika ia sudah siap untuk menikah. Keempat, usia setelah balig atau
yang dinamakan usia pemuda/pemudi. Anak diajarkan tentang cara-cara menjaga
kehormatan dan menahan diri ketika ia belum mampu untuk menikah.
f. Metode dan Sarana Pendidikan yang
Berpengaruh pada Anak
1) Mendidik dengan Keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan adalah cara
yang paling efektif dan berhasil dalam mempersiapkan anak dari segi akhlak,
membentuk mental, dan sosialnya. Pendidik adalah panutan dan idola dalam
pandangan anak, dan contoh yang baik di mata mereka. Dari sini keteladanan
menjadi faktor yang sangat berpengaruh pada baik buruknya anak.[17]
Untuk itu, lingkungan keluarga sebisa mungkin memberikan keteladanan bagi anak.
Dengan keteladanan memudahkan anak untuk menirunya.
2) Mendidik dengan Kebiasaan
Setiap manusia yang dilahirkan membawa
potensi, salah satunya berupa potensi beragama. Potensi beragama ini dapat
terbentuk pada diri anak melalui dua faktor, yaitu faktor pendidika Islam dan
faktor pendidikan lingkungan yang baik. Faktor pendidikan Islam yang
bertanggung jawab penuh adalah bapak ibunya.
Setelah anak diberikan masalah pengajaran
agama sebagai sarana teoritis dari orang tuanya, maka faktor lingkungan harus
menunjang terhadap pengajaran tersebut. Yakni orang tua selalu memberikan
aplikasi pembiasaan ajaran agama dalam lingkungan keluarganya. Sebab pembiasaan
merupakan upaya praktis dalam pembentukan dan persiapan. Orang tua harus
mendidik sedini mungkin dengan moral yang baik.
3) Mendidik dengan Nasihat
Salah satu metode pendidikan yang efektif
dalam membentuk keimanan anak, akhlak, mental, dan solusinya, adalah metode
mendidik dengan nasihat. Hal ini disebabkan nasihat memiliki pengaruh yang
besar untuk membuat anak mengerti tentang hakikat sesuatu dan memberinya
kesadaran tentang prinsip-prinsip Islam. Sehingga tidak heran kalau Al-Qur’an
menggunakan manhaj ini untuk mengajak bicara kepada setiap jiwa, serta
mengulang-ulangnya pada banyak ayat.[18]
Al-Qur’an dipenuhi dengan ayat-ayat yang
menjadikan nasihat sebagai asas untuk manhaj dakwah dan cara untuk sampai
kepada perbaikan individu dan petunjuk untuk kelompok. Siapa saja yang membaca lembaran
Al-Qur’an, ia akan mendapatkan banyak sekali ayat yang menggunakan nasihat
sebagai metode pendekatannya. Terkadang dalam bentuk mengingatkan ketakwaan,
peringatan, wejangan, ajaran untuk memberi nasihat, untuk mengikuti jalan yang
lurus, memberikan semangat, atau dalam kesempatan yang lain menggunakan
ancaman.[19]
Adapun cara Al-Qur’an dalam menyampaikan
nasihat menggunakan beberapa gaya bahasa, antara lain: seruan persuasif yang
disertai pengambilan hati dan pengingkaran, gaya bahasa kisah yang disertai
pelajaran dan nasihat.
4) Mendidik dengan Perhatian atau Pengawasan
Maksud dari pendidikan dengan perhatian
adalah mengikuti perkembangan anak dan mengawasinya dalam pembentukan akidah,
akhlak, mental, dan solusinya. Begitu juga dengan terus mengecek keadaannya
dalam pendidikan fisik dan intelektualnya. Tidak diragukan bahwa mendidik
dengan cara ini dianggap sebagai salah satu dari asas kuat dalam membentuk
manusia yang seimbang, yaitu yang memberikan semua haknya sesuai dengan
porsinya masing-masing. Yang sanggup mengemban semua tanggung jawab yang harus
dipikulnya, yang melakukan semua kewajibannya, dan yang terbentuk menjadi
muslim hakiki sebagai batu pertama untuk membangun fondasi Islam yang kokoh.
Islam dengan prinsip-prinsipnya yang
holistic dan abadi mendorong para orang tua dan pendidik untuk selalu
memperhatikan dan mengawasi anak-anak mereka di semua aspek kehidupan dan
pendidikannya.[20]
Berikut ini adalah perhatian dan pengawasan Rasulullah sebagai contoh kepada
para sahabatnya dalam beberapa aspek, yaitu: perhatian rasulullah terhadap
pendidikan sosial, perhatian rasulullah dalam memberi peringatan dari yang
haram, perhatian rasulullah dalam mendidik anak, perhatian rasulullah dalam membimbing orang
dewasa, perhatian dalam pendidikan akhlak, perhatian pada pendidikan mental,
perhatian dalam pendidikan jasmani, serta perhatian dalam memperlakukan orang
lain dengan kelembutan.
5) Mendidik dengan Hukuman
Hukuman diberikan apabila metode-metode
yang lain sudah tidak dapat merubah tingkah laku anak, atau dengan kata lain
cara hukuman merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh pendidik, apabila ada
perilaku anak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sebab hukuman merupakan
tindakan tegas untuk mengembalikan persoalan di tempat yang benar.
g. Kaidah-Kaidah Asasi dalam Pendidikan Anak
1) Sifat-sifat Asasi Pendidik
Seorang pendidik harus mengikhlaskan
niatnya karena Allah dalam setiap melakukan tugas pendidikannya, baik dalam
bentuk perintah, larangan, memberikan nasihat, perhatian, maupun hukuman. Buah
manis yang bisa didapatkan dari keikhlasannya adalah berupa keistiqomahannya
dalam menjalankan manhaj pendidikan, dapat terus mengikuti dan mengawasi proses
pendidikan anak secara kontinu, selain mendapatkan pahala dari Allah,
keridhaan-Nya, dan tempat yang luhur di surga. Ikhlas dalam perkataan dan
perbuatan adalah salah satu asas iman dan tuntutan Islam, karena Allah tidak
akan menerima amal apapun jika tanpa keikhlasan.[21]
Adapun beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik antara lain:
ikhlas, takwa, berilmu pengetahuan, santun dan pemaaf, serta menyadari tanggung
jawab.
2) Kaidah-kaidah Asasi dalam Pendidikan Anak
Kaidah-kaidah asasi dalam pendidikan
terpusat pada dua kaidah, yakni a) kaidah ikatan dan b) kaidah memberi
peringatan. Sudah bisa dipastikan sejak anak memasuki usia mengerti sudah
terikat dan terbiasa dengan ikatan-ikatan akidah, rohani, pemikiran, sejarah,
sosial, kebiasaan berolahraga, sampai tumbuh menjadi pemuda, dewasa, sampai
tua, maka anak akan memiliki iman, keyakinan, dan ketakwaan yang kuat dan
kokoh.[22]
Sedangkan beberapa aspek dalam kaidah
peringatan antara lain: peringatan dari keurtadan, atheisme, peringatan dari
permainan yang haram, teman yang buruk, taklid buta, kerusakan akhlak, serta
petingatan dari yang haram. [23]
h. Saran Pendidikan
Bagian terakhir dalam pemikiran Abdullah
Nashih Ulwan terkait dengan saran-saran pendidikan. Dalam pandangan beliau,
saran-saran tersebut meliputi perkara-perkara:
1) Memotivasi Anak untuk Melakukan Usaha atau
Pekerjaan yang Mulia
Keterampilan dan profesi merupakan di
antara usaha dan pekerjaan yang paling mulia. Karenanya marilah kita arahkan
anak-anak kita untuk memliki keterampilan dan kemampuan tersebut untuk menjaga
kepribadian mereka dan weujudkan kehidupan yang baik bagi mereka.[24]
2) Perhatikan Kesiapan Anak Secara Fitrahnya
Diantara perkara penting yang harus
didasari oleh pendidik dengan baik adalah mengetahui kecenderungan anak
terhadap satu keterampilan, pekerjaan yang cocok untuknya, dan cita-cita yang
ingin diraihnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa anak memiliki watak yang
berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain, begitu juga dengan kecerdasan,
kemampuan, dan emosinya.
Maka dari itu, seorang pendidik harus
memiliki cara dalam mengenali mental anak, tinggi rendahnya tingkat kecerdasan
anak, dan kecenderungan apa yang dimiliki anak terhadap studi dan keterampilannya.
Dengan segala kemampuannya, pendidik harus menyediakan jalan kehidupan yang
sesuai dengan kepentingan anak dan keinginannya. Baik yang berkaitan dengan
prestasi dalam studi maupun yang berhubungan dengan keahlian khusus. Pada kedua
hal tersebut terdapat manfaat untuk umat dan kemajuan untuk negeri. [25]
3) Berikan Kesempatan untuk Bermain dan
Bersantai
Sudah seharusnya anak diizinkan untuk
bermain setelah kegiatan belajarnya. Agar ia beristirahat dari kepenatan
belajarnya. Jika anak dilarang untuk bermain dan dipaksa terus untuk belajar,
maka itu bisa mematikan hatinya, menghapus kecerdasannya, sampai anak mencari
jalan untuk bisa terlepas dari kegiatan belajarnya tersebut.[26]
4) Adakan Kerjasama antara Rumah, Masjid, dan
Sekolah
Di antara faktor efektif dalam pembentukan
kepribadian intelektual anak, rohani, dan fisiknya adalah mengadakan kerjasama
yang baik antara rumah, sekolah, dan masjid. Sehingga yang kita ketahui bahwa
rumah memiliki peranan tanggung jawab nomor satu dalam mendidik anak dari segi
fisiknya.
Fungsi utama sekolah adalah mendidik
intelektualitas anak. Sebab, ilmu pengetahuan memiliki pengaruh yang besar
dalam pembentukan kepribadian dan mengangkat derajat kemuliaan. Karenanya, ilmu
memiliki keutamaan yang besar dalam pandangan Islam. Kerjasama antara rumah,
masjid dan sekolah tidak akan bisa maksimal jika belum memenuhi dua syarat
asasi sebagai berikut: tidak adanya dualism atau paradok antara yang diberikan
di rumah dan di sekolah. Serta kerjasama yang terjalin harus bertujuan untuk
mengadakan integritas dan keseimbangan dalam membentuk kepribadian anak yang
Islami.[27]
5) Kuatkan Hubungan Antara Pendidik dan Anak
Diantara kaidah pendidikan yang disepakati
oleh para sosiolog, psikolog, dan ahli pendidikan adalah menguatkan hubungan
antara pendidik dan anak. Untuk menyempurnakan interksi pendidikan dengan
sebaik-baiknya, selain menyempurnakan pendidikan intelektual, moral, dan akhlak
anak. Hal ini disebabkan jika terjadi keretakan hubungan atau adanya jarak
antara anak dan pendidik, maka tidak mungkin terjadi pengajaran dan proses
pendidikan. Oleh karena itu, orang tua atau pendidik harus mencari sarana
positif agar anak mencintai mereka.[28]
6) Selalu Menjalankan Manhaj Pendidikan
Diantara tanggung jawab pendidik yang harus
sangat diperhatikan adalah menerapkan manhaj tarbawi secara kontinu kepada anak
setiap saat, sehingga anak terbiasa melakukannya hingga pada masa yang akan
datang. Ketika ia melakukannya, ia akan menemukan segala hal yang bersifat
edukatif sebagai suatu kebiasaan yang merasuk dalam perasaan dan hatinya.[29]
7) Menyiapkan Sarana Wawasan yang bermanfaat
untuk Anak
Banyak sekali sarana wawasan pendidikan
yang bisa meningkatkan pengetahuan serta pembentukan karakter pada anak.
Hendaknya pendidik juga selektif dalam memberikan saranan wawasan pendidikan
tersebut kepada anak. Beberapa contoh adalah sarana wawasan adalah buku, surat
kabar, majalah, dll.
8) Memotivasi Anak untuk Selalu Membaca dan
Menelaah
Adanya tanggung jawab untuk memberikan
kesadaran intelektual yang dijadikan oleh Islam sebagai amanah yang harus
diemban para orang tua dan pendidik, maka wajib bagi semua pihak yang peduli
terhadap intelektual anak, pengetahuan, dan wawasannya untuk memperkenalkan
kepada anak sejak dini tentang Islam.[30]
Dari hal tersebut anak diarahkan untuk gemar membaca dan menelaah berbagai buku
yang erat kaitannya dengan Islam. Karena sejatinya perintah pertama Allah
kepada Nabi Muhammad adalah perintah untuk membaca / belajar.
9) Anak Selalu Menyadari Tanggung Jawabnya
Terhadap Islam
Generasi Islam sekarang dituntut untuk
melaksanakan tanggung jawab besarnya dan peran peradabannya untuk menyelamatkan
umat manusia dari kegelapan materi, gelombang hedonisme, dan badai peperangan
yang menghancurkan. Untuk itu anak diarahkan untuk menyadari tanggung jawab dan
kewajibannya sebagai seorang muslim, sebagai upaya membangkitkan umat Islam dan
menjauhkannya dari degradasi moral.
10) Memperdalam Semangat Jihad Anak
Menanamkan semangat jihat pada diri anak
adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh pendidik. Selain itu juga
menumbuhkan tekat yang kuat, kesabaran dalam pikiran dan hatinya.
3. Analisis Relevansi
Pemikiran Pendidikan Abdullah Nashih Ulwan di Era Global
Globalisasi
dewasa ini sudah menjadi salah satu isu aktual yang sering diperbincangkan
secara luas oleh berbagai pakar. Hal ini dapat dimaklumi karena globalisasi
telah semakin menghadapkan kita kepada berbagai tantangan besar yang bersifat
global dan kita dituntut untuk merespon isu-isu dan tantangan itu secara tepat
dan akurat. Jika tidak, kita akan terlindas oleh tantangan-tantangan besar dan
kompleks yang menyertai gelombang dan globalisasi itu. Tantangan tersebut sudah
tentu meliputi berbagai aspek kehidupan, termasuk di dalamnya aspek ekonomi,
social budaya, dan kependidikan.[31]
Dari
berbagai pemikiran Abdullah Nashih Ulwan telah mencakup seluruh aspek kehidupan,
salah satunya aspek sosial melaui perkawinan. Perkawinan sebagai fitrahnya
manusia, bahwa manusia telah diciptakan berpasang-pasangan sehingga dapat
saling berinteraksi dengan sesamanya. Selain itu dengan perkawinan juga sebagai
kemaslahatan sosial. Karena perkawinan mampu melindungi kelangsungan spesies
manusia, melindungi keturunan, melindungi masyarakat dari degradasi moral dan
melindungi masyarakat dari penyakit akibat pergaulan bebas, menumbuhkan
ketentraman rohani dan jiwa, serta menumbuhkan kerjasama suami istri dalam
membina rumah tangga.
Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi pada saat ini, menjadikan kemudahan anak
dalam mengakses dunia luar, khususnya televisi. Sinetron-sinetron yang
ditampilkan dalam layar kaca banyak yang tidak sesuai dengan kaidah moral.
Sehingga menjadikan anak haus akan sosok yang bisa dicontoh dan diteneladani
dalam kehidupannya. Salah satu pemikiran Abdullah yang bisa kita ambil dalam
dunia pendidikan pada era sekarang ini adalah metode mendidik anak melalui
keteladanan. Menurut prof. Maragustam, setiap orang butuh keteladanan dari
lingkungan sekitarnya. Manusia lebih banyak belajar dan mencontoh dari apa yang
dia lihat dan alami. Perangkat belajar manusia lebih efektif secara
audio-visual.[32]
Hal tersebut selaras dengan pemikiran Abdullah Nashih Ulwan tentang metode
pendidikan keteladanan.
Dalam sejarah manusia, pendidikan tidak
pernah berhenti dalam menbentuk kualitas seseorang. Upaya peningkatan kualitas
tersebut merupakan prinsip yang harus dikembangkan dalam menghadapi era global.
Melalui pendidikan, baik sifatnya pendidikan umum atau agama, diharapkan dapat
tertata basis nilai, pemikiran, dan moralitas bangsa agar mampu menghasilkan
generasi yang tangguh dalam keimanan, kepribadaian, kaya intelektual, dan
unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu, pemikiran Abdullah
Nashih Ulwan ini sangat relevan untuk menghadapi era global seperti sekarang
ini, jika penanaman pendidikan tersebut dilakukan sejak usia dini pada
anak-anak. Sehingga menjadikan pendidikan tersebut kokoh dan menciptakan
karakter anak.
C. Kesimpulan
Konsep pendidikan anak yang digagas oleh
Abdullah Nashih Ulwan adalah untuk membina mental anak, melahirkan generasi
Islam yang dapat meneruskan perjuangan Islam sesuai prinsip-prinsip pendidikan
Islam, membina umat dan budaya yang dapat menjaga nilai
moral Islam dengan berpedoman pada Al-Quran dan hadis. Menurut beliau ada lima
metode pendidikan anak yang paling berpengaruh, yaitu:
1. Pendidikan dengan keteladanan
2. Pendidikan dengan adat kebiasaan
3. Pendidikan dengan nasihat
4. Pendidikan dengan perhatian/pengawasan
5. Pendidikan dengan hukuman.
Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan ini sangat relevan untuk menghadapi era
global seperti sekarang ini, jika penanaman pendidikan tersebut dilakukan sejak
usia dini pada anak-anak.
Daftar
Pustaka
Ismail, Faisal. 2017. Paradigma
Pendidikan Islam: Analisis Historis, Kebijakan, dan Keilmuan, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Marimba, Ahmad D. 1989. Marimba, Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Alma’arif.
Ulwan, Abdullah Nashih Ulwan. 1994. Pendidikan
Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka Amani.
__________________________. 2012. Pendidikan
Anak dalam Islam. Solo: Insan Kamil.
Maragustam. 2014. Filsafat Pendidikan
Islam: Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus Global. Yogyakarta:
Kurnia Alam Semesta.
MAKALAH PRAREVISI
[31] Faisal Ismail, Paradigma Pendidikan Islam: Analisis Historis,
Kebijakan, dan Keilmuan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), hlm. 274.
[32] Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam: Menuju Pembentukan Karakter
Menghadapi Arus Global, (Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2014), hlm. 269.
Komentar
Posting Komentar