GERAKAN TERJAMAH PADA MASA ABBASIYAH SEBAGAI PELETAKAN DASAR PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DAN PERADABAN ISLAM
GERAKAN
TERJAMAH PADA MASA ABBASIYAH SEBAGAI PELETAKAN DASAR PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
DAN PERADABAN ISLAM
Oleh:
Bayu Wibawa
MAKALAH
PRAREVISI
Peradaban dan Pemikiran
Islam
Dosen Pengampu:
Dr. Junanah
- Latar
Belakang Masalah
Sejarah perjuangan umat
Islam dalam pentas peradaban dunia berlangsung sangat lama sekira 13 abad,
yaitu sejak masa kepemimpinan Rasulullah Saw di Madinah (622-632M), Masa
Khulafaur Rasyidin (632-661M), Masa Daulat Umayyah (661-750M) dan Masa Daulat
Abbasiyah (750-1258 M) sampai tumbangnya Kekhilafahan Turki Utsmani pada
tanggal 28 Rajab tahun 1342 H atau bertepatan dengan tanggal 3 Maret 1924 M.
Dimana masa-masa kejayaan dan puncak keemasannya banyak melahirkan banyak
ilmuwan muslim berkaliber Internasional yang telah menorehkan karya-karya luar
biasa dan bermanfaat bagi umat manusia yang terjadi selama kurang lebih 700
tahun, dimulai dari abad 6 M sampai dengan abad 12 M. Pada masa tersebut,
kendali peradaban dunia berada pada tangan umat Islam.
Pada saat berjayanya
peradaban Islam semangat pencarian ilmu sangat kental dalam kehidupan
sehari-hari. Semangat pencarian ilmu yang berkembang menjadi tradisi
intelektual secara historis dimulai dari pemahaman terhadap al-Qur’an yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw yang kemudian dipahami, ditafsirkan dan
dikembangkan oleh para Sahabat, Tabiin, Tabi’ tabiin dan para Ulama yang datang
kemudian dengan merujuk pada Sunnah Nabi Muhammad saw.
Di masa-masa ini,
kebanyakan umat Islam menggeluti ilmu pengetahuan yang bersumber dari berbagai
arah dan bahasa dan mereka terjemahkan ke dalam bahasa arab dan menjadikan
karya mereka ini sebagai rujukan utama para ilmuan itu dan masi eksis sampai
sekarang.
Hal ini yang
menyebabkan bahasa arab menjadi bahasa yang sangat popular di kalangan ilmuan
dan para peneliti sejarah. Dengan bahasa arab tersebarlah ilmu pengetahuan
dengan cepat keseluruh pelosok dunia Islam.
Namun, dilain pihak
umat Islam juga banyak mendapatkan bahan (ilmu) dari peninggalan para ilmuan
Yunani. Dan itulah yang menjadikan mereka terinspirasi untuk menggali berbagai
ilmu pengetahuan di dalam al-quran serta mendatangkan banyak ilmu-ilmu baru
yang menyangkut kemaslahatan umat manusia
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas, maka dapat ditarik rumusan masalah
1. Bagaimana
sejarah berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah?
2. Bagaimana
perkembangan Dinasti Abbasiyah dalam berbagai bidang?
3. Bagaimana
Sejarah Baitul Hikmah?
4. Implikasi
Gerakan Terjemah Bagi Perkembangan Pendidikan dan Peradaban Islam?
- Sejarah
Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah
adalah sebuah negara Islam yang berdiri menggantikan kekuasaan Dinasti Umayyah.
Nama Abbasiyah dinisbatkan kepada Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad[1].
Pendiri Dinasti Abbasiyah adalah Abdullah as-Safah bin Muhammad bin Ali bin
Abdillah bin Abbasbin Abdul Muthalib atau yang lebih dikenal dengan nama Abu
al-Abbas as-Saffah.
Dinasti Abba
berdiri pada 132 H / 750 M, dan Abu Abbas as-Saffah adalah khalifah pertama.
Kekuasaan dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang,
lebih kurang selama lima abad, dari tahun 132-656 H atau 750-1258 M. Pada masa
Dinasti Abbasiyah inilah lslam mencapai puncak kejayaan dan Baghdad sehagai
pusat peradaban.
Imperium kedua
di Dunia Islam yang memberikan daulah Umayyah ini muncul setelah revolusi
sosial yang dipelopori oleh para keturunan Abbas yang didukung oleh golongan
oposisi terhadap daulah Umayyah seperti kaum Syi’ah, Khawarij, Qadariyah,
Mawali (non Arab) dan suku Arab bagian selatan.[2]
Selama masa kekuasaan
dinasti Abbasiyah yang panjang, system pemerintahan yang diterapkan tidak
tunggal, tetapi disesuaikan dengan perubahan politik, sosial, budaya. Pergantian
khalifah juga bisa menimbulkan perubahan pada sistem pemerintahan. Berdasarkan pola
perubahan pemerintah dan politik itu, para sejarawan pada umumnya membagi masa
pemerintahan Abbasiyah menjadi lima periode.[3]
Periode pertama
berlangsung dari masa pemerintahan Abu Abbas as-Saffah sampai meninggalnya
khalifah al-Watsiq (132-232H / 750- 847M). Pada periode ini, Dinasti Abbasiyah mengalami
banyak kemajuan dan masa keemasan.
Periode kedua
berlangsung sejak masa pemerintahan khalifah al Mutawakkil sampai berkuasanya
bani Buwaihi di Baghdad (232-334 H 847-946 M). Kepemimpinan khalifah
al-Mutawakkil dan para penggantinya sangat lemah sehingga Orang-orang Turki,
yang sebelumnya pada masa Khalifah al-Mu'tasim berada dalam unsur militer, dapat
mengambil alih kekuasaan.
Periode tiga berlangsung
sejak berdirinya dinasti Buwaihi sampai masuknya bani Seljuk ke Baghdad (334
447 H/946-1055 M). Pada masa kekuasaan dinasti Buwaihi ini, keadaan jauh lebih
buruk jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Salah satu penyebabnya
adalah karena para dinasti Buwaihi menganut ajaran syi’ah.
Periode keempat
berlangsung selama berkuasanya orang-orang dari Bani Seljuk (1055-1199M). Bani
Seljuk berhasil melumpuhkan Bani Buwaihi atas pemerintahan khalifah Abbasiyah.
Pada periode ini kewibawaan kekuasaan khalifah sedikit lebih luas terutama di
bidang agama, setelah lama dikuasai oleh orang- orang syi’ah. Kekuasaam Seljuk
melemah setelah terjadinya konflik internal dan kekuatan khalifah kembali
menguat di lrak.
Periode kelima
berlangsung sejak melemahnya kekuatan bani Seljuk hingga jatuhnya Baghdad ke
tangan Hulagu Khan dari Mongol (1199-1258 M). Pada periode ini Dinasti
Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan bani tertentu. Kekuasaan
khalifah kembali menguat, namun hanya efektif di sekitar Baghdad.
Dinasti Abbasiyah dipimpin
kurang lebih tiga puluh tujuh khalifah yang terbagi menjadi tiga bani yang
berkuasa. yaitu bani Abbas, bani Buwaihi, dan bani Seljuk.
Daftar
Khalifah Dinasti Abbasiyah
No
|
Nama Khalifah
|
Masa Jabatan
|
1
|
Abu Abbas as-Saffah
|
132-136 H / 749-754 M
|
2
|
Abu Ja 'jauh al-Manshur
|
136-158 H / 754-775 M
|
3
|
Abu Abdullah Muhammad al-Mahdi
|
158 -169 H / 775-785 M
|
4
|
Abu Muhammad Musa al-Hadi
|
169-170 H / 785-786 M
|
5
|
Abu Ja'far Harun ar-Rasyid
|
170-193 H / 786-809 M
|
6
|
Abu Musa Muhammad al-Amin
|
193 -198 H / 809-8 13 M
|
7
|
Abu Ja far Abdullah al-Ma'mun
|
198-218 H / 813-833 M
|
8
|
Abu Ishaq Muhammad al-Mu tashim
|
218-227 H 833-842 M
|
9
|
Abu Ja’far Harun Al-Watsiq
|
227-232H 842-847 M
|
10
|
Abu Fadl Ja’far Muhammad Al-Mutawakkil
|
232-247H 847-861 M
|
11
|
Abu Ja far Muhammad al-Muntashir
|
247-248 H / 861-862 M
|
12
|
Abu Abbas Ahmad al-Musta’ain
|
248-252 H / 862-866 M
|
13
|
Abu Abdullah Muhammad al-Mu'tazz
|
252-255 H / 866-869 M
|
14
|
Abu Ishaq Muhammad al-Muhtadi
|
255-256 H / 869-870 M
|
15
|
Abu Abbas Ahmad al-Mu tamid
|
256-279 H / 870-892 M
|
16
|
Abu Abbas Muhammad al-Mu 'tadhid
|
279-289 H / 892-902 M
|
17
|
Abu Muhammad Ali al-Muktafi
|
289-29 5 H 902-908 M
|
18
|
Abu Fadl Ja far al-Muqtadir
|
295-320 H / 908-932 M
|
19
|
Abu Mansur Muhammad al-Qahir
|
320-322H/ 932-934 M
|
20
|
Abu Abbas Muhammad al-Radhi
|
322-329 H / 934-940 M
|
21
|
Abu Ishaq Ibrahim al-Mutta li
|
329-333H/ 940-944 M
|
22
|
Abu Qasim Abdullah al-Mustaqafi
|
333-334 H / 944-946 M
|
23
|
Abu Qasim al-Fadl al-Mu'thi
|
334-363 11 946-974 M
|
24
|
Abu Fadl Abdul Kari matematika-Tha'i
|
363-3S1 H / 974-991 M
|
25
|
Abu Abbas Ahmad al-Qadir
|
381-422 H / 901-1031 M
|
26
|
Abu Ja far Abdullah al-Qa'im
|
422-467 H/ 1031-1075 M
|
27
|
Abu Qasim Abdullah al-Muqtadi
|
467-487 H / 1075-1094 M
|
28
|
Abu Abbas Ahmad al-Mustazhhir
|
487-512 H / 1094-1118 M
|
29
|
Abu Mansur al Fadl al-Murtasyid
|
512-529 H / 1118-1135 M
|
30
|
Abu Ja jauh al-Mansur ar-Rasyid
|
529-530 H / 1135-1136 M
|
31
|
Abu Abdullah Muhammad al-Muqtafi
|
530-555 H / 1136-1 160 M
|
32
|
Abu Muzaffar al-Mustanjid
|
555-556 H /1160-1170 M
|
33
|
Abu Muhammad al-Hasan al-Mustadhi
|
566-575 H / 1170-1180 M
|
34
|
Abu al-Abbas Ahmad an-Nashir
|
575-622 H / 1180-1225 M
|
35
|
Abu Nasr Muhammad az-Zhahir
|
622-623 H / 1225-1226 M
|
36
|
Abu Ja far al-Mansur al –Mustanshir
|
623-640 H / 1226-1242 M
|
37
|
Abu Ahmad Abdullah al-Musta shim
|
640-656 H / 1242-1256 M
|
Dasar-dasar
pemerintahan dinasti Abbasiyah dibawah pimpinan khalifah Abu Abbas As-Shaffah
dan khalifah Al-Manshur. Sedangkan puncak keemasan dinasti Abbasiyah di bawah
pimpinan tujuh khalifah yaitu: Al Mahdi, Al-Hadi, Harun ar Rasyid, Al-Ma'mun,
Al-Mu'tashim, Al-Watsiq, dan Al-Mutawakkil.[4]
Dalam sejarah
dijelaskan bahwa berdirinya dinasti Abbasiyah dianggap sebagai kemenangan
pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh bani Hasyim setelah meninggalnya
Rasulullah, bahwa yang tidak berkuasa adalah keturunan Nabi Muhammad[5]
Pemikiran ini menjelma menjadi gerakan politik nyata setelah bani Umayyah
berhasil mengalahkan khalifah Ali bin Abi Thalib melalui diplomasi, mengambil
alih kekuasaan negara Islam, dan bersikap keras terhadap bani Hasyim.
Dalam proses propaganda
ini Abu Al-Abbas menjadi roda penggerak propaganda tersebut. Propaganda yang digunakan
oleh Abu al-Abbas, berisi tentang legitimasi keagamaan keluarga ini untuk menggantikan
bani Umayyah dalam memimpin umat Islam. Pertama, dia memuji dan membela Islam serta
bersyukur kepada Tuhan. Kemudian, dia berbicara mengenai keluarganya sendiri,
ketakwaannya dan kedekatan kekerabatannya dengan Nabi Muhammad. Isu lain yang
digunakan dalam propaganda politik Abbasiyah adalah mengenai pembagian kekayaan
negara yang adil sebagaimana yang dijalankan pada masa Khulafa al Rasyidin
sebelum bani Umayyah memonopoli kekayaan ini. Abu al- Abbas berjanji untuk
menegakkan kembali keadilan yang telah dipraktekan oleh Khulafa al-Rasyidin.[6]
Pada awalnya propaganda
bani Abbas berpusat di Humaimah dan dipimpin oleh Ali bin Abdullah bin Abbas,
Pada masa kepemimpinan Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, propaganda ini
berhasil disebarkan ke berbagai kota. Diantara kota-kota tersebut yang menjadi
poros utama kekuatan bani Abbas yaitu Humaimah, Kuffah, dan Khurasan.
Humaimah ini merupakan
kota yang tenang. Di kota ini bermukim bani Hasyim baik dari kalangan pendukung
Ali bin Abi Thalib maupun pendukung bani Abbas Muhammad bin Ali menjadikan kota
ini sebagai pusat perencanaan gerakan dan konsulidasi organisasi. Di kota
inilah mereka menyusun strategi propaganda dan tindakan aksi yang sistematis
untuk menggulingkan bani Umayyah dari tampuk kepemimpinan Islam. Untuk
menyukseskan rencananya ini, Muhammad bin Ali dibantu oleh 150 juru dakwah yang
dipimpin oleh 12 orang terdekatnya. Kufah berfungsi sebagai kota penghubung. Di
kota ini tinggal para penganut syi’ah, yang selalu bergolak dan menjadi korban
penindasan bani Umayyah. Dipilihnya kota Kuffah sebagai salah satu dasar kekuatan
bani Abbas karena mayoritas penentang dinasti Umayyah berasal dari penduduk
Kufah. Kufah dipilih sebagai pusat gerakan dakwah dan tempat tinggal beberapa
"juru dakwah utama atau juru juru dakwah" [7]
Adapun kurasan berfungs sebagai
pusat gerakan praktis dan pembinaan pasukan. Dipilihnya kota kurasan sebagai
basis kekuatan propaganda adalah karena kurasan berada di sebelah timur pusat
kekhalifahan. Jika terjadi peperangan, mereka bisa lari ke negeri Turki yang
bersebelahan, di Khurasan terjadi konflik kesukuan di kalangan orang Arab
(antara suku Qays dan suku Yamani) konflik ini bisa dimanfaatkan, Khurasan
adalah negeri yang baru menyatakan keislamannya. Jadi, penduduknya masih bisa
dipengaruhi semangat mencintai Ahlul Bait.[8]
Di kota inilah propaganda bani Abbas mendapat sambutan hangat dan memperoleh
dukungan yang kuat. Panglima perang Dinasti Abbasiyah yang berasal dari
Khurasan yaitu Abu Muslim al-Khurasani. Kepemimpinan bani Abbas yang dahulunya
dipimpin oleh Muhammad bin Ali akhirnya digantikan oleh anaknya yaitu Ibrahim
al Imam. Hal ini karena Muhammad bin Ali meninggal tepat pada tahun 125 H / 743
M. Pada masa kepemimpinan Ibrahim, propaganda bani Abbas dilaksanakan dengan
cukup matang dan dilakukan di bawah tanah. Namun, gerakan ini akhirnya
ditemukan oleh Kahlifah Marwan bin Muhammad, pada tahun 132 H / 749 M. Ibrahim tertangkap
dan dipenjara di Harran sebelum ia dieksekusi. Dan ia berwasiat agar Abu
al-Abbas sebagai Saffah untuk mengungkapkan kedudukannya dan memerintahkannya
pindah ke Kufah.
Gerakan militer pertama
antara Bani Ummayah dan Bani Abbas terjadi di khurasan yaitu pada tahun 131 H.
Abu Muslim menang dan Nashr ibn Sayyar kalah. sebelumnya, Abu Muslim
menggunakan cara halus untuk menarik dukungan dari suku Yamani dan suku
Mudharr. Kepada setiap pembesar kedua suku, ia menulis “pemimpin telah
berwasiat kepadaku untuk melakukan kebaikan, dan menurutku wasiatnya juga tidak
mengecualikan kaummu”[9]
Pada tahun 132 H kekuasaan Abu Muslim dapat mengalahkan pasukan bani Umayyah di
Irak, lalu bergerak ke kota Kufah yang gubenurnya kala itu, Muhammad ibn Khalid
ibn al-Qasri, telah membelot menjadi pendukung dakwah Abbasiyah. Wilayah lain
yang dapat dikuasi antara lain: Herat, Balkh, dan di Asia Tengah, Tukharistan,
Tirmdh, Samarqand, dan Bukhara. Selain itu, wilayah Iran utara dan tengah juga
mulai dikuasai yaitu Yazd, Jurjan, Ray (Oktober 748 M). Hamdan, Qum dan
desa-desa di dekat Isfahan dan akhirnya Nahawand. Tentara Abbasiyah bergerak ke
Barat daya untuk menaklukkan Sistan dan Sind. Akhirnya, kekuatan Abbasiyah dilakukan
ke arah barat ke jantung kekuasaan Umayyah di Damaskus, Syiria.[10]
Pada pertempuran di sungai Zab tanggal 11 Jumadil akhir 132 H atau Februari 750
M, al Saffah mengirim pasukan besar untuk menggulingkan kekuatan khalifah
Umayyah terakhir, Marwall ibn Muhammad yang sempat melarikan diri ke Mesir
sebelum akhirnya terbunuh di desa Busir pada bulan Agustus 750 M atau 132 H.
Pasukan Abbasiyah kemudian membersihkan sisa-sisa kekuatan bani Umayyah. Hingga
akhirnya seluruh wilayah jatuh ke tangan bani Abbas, kecuali Andalusia.
- Kebangkitan Ilmu
Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah.
Di masa dinasti
Abbasiyah adalah zamannya rilisan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam. Peradaban
Islam pada zaman ini ditandai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dengan
pesat. Di abad ini, banyak sekali buku-buku ilmu pengetahuan yang diterjemahkan
ke dalam bahasa Arab dari berbagai Bahasa asing, di samping buku-buku asli yang
dikarang dalam berbagai ilmu. sejarah kebudayaan Islam bahwa sebagian besar
orang yang berkecimpung dalam dunia ilmu adalah orang mawali (Muslim bukan
turunan Arab atau turunan budak), terutama turunan Persia.[11]
Dalam kebangkitan ilmu
pengetahuan di masa dinasti Abbasiyah tersebut terbagi dalam tiga tahap yaitu
kegiatan penyusunan buku-buku ilmiah, mengatur ilmu-ilmu Islam, dan terjemahan
dari bahasa asing.[12]
1.
Kegiatan
penyusunan buku-buku ilmiah.
Kegiatan menulis buku-buku berjalan
menurut tiga tingkat yang masing-masing memiliki keistimewaan sendiri, antara
lain: Tingkat pertama yang merupakan tingkat paling mudah dan rendah, ialah
mencatat ide atau percakapan atau sebagainya dihalaman kertas dua rangkap, asli
atau Salinan. Peringkat kedua yaitu tingkat pertengahan, merupakan pembukuan
ide-ide yang mirip
Dengan hadits-hadits rasul
dalam satu buku. Ditingkat inilah hukum fikih dikumpulkan dalam satu buku,
ataupun sekumpulan hadits-hadits atau cerita-cerita sejarah. Tingkat ketiga
adalah tingkat yang paling tinggi, tingkat ketiga, tingkat penyuunannya lebih
halus dari pada kerja pembukuan, karena tingkat ini segala yang sudah dicatat,
diatur, dan disusun dalam bagian-bagian dan bab-bab tertentu. Serta berbeda
satu sama lain. Tingkat ini telah dicapai oleh kaum muslimin di zaman
pemerintahan Abbasiyah pertama.[13]
2. Penyusunan
ilmu-ilmu Islam
Islam ilmu Islam adalah ilmu yang
muncul di tengah-tengah suasana kehidupan Islami yang berhubungan dengan agama
dan bahasa Al-Qur'an[14].
Sebagai penyusun menamakannya ilmu naqli (ilmu salinan), karena setiap
penyelidik di lapangan ini bertugas menyalin dan meriwayatkan apa yang telah disalin.
Ahli tafsir dan ahli hadits meriwayatkan apa yang diterimanya dari satu
golongan yang menerpakan dari golongan lain, dan seterusnya, hingga kepada
sumber yang pertama yaitu Rasulullah saw. Seorang ahli Bahasa bertugas menyalin
Bahasa dari orang-orang Arab asli atau dari siapa yang mendengarnya secara
langsung, melalui perantaraan dari orang-orang Arab asli.
Berikut adalah
ilmu-ilmu lslam yang telah mengalami perkembangan besar di zaman pemerintahan
Abbasiyah pertama:
a. Kelahiran
ilmu tafsir dan pemisahannya dengan ilmu hadits.
Di zaman pemerinatahan
Abbasiyah pertama itu telah melahirkan ilmu tafsir Al Qur'an dan Pengaturannya
dari ilmu hadits. Hadis kelahiran tafsir ternyata sebelum zaman tersebut tidak
terdapat penafsiran Al-Qur'an, dan tidak juga sebagiannya secara teratur dan
tersusun. Sebaliknya yang ada ialah tafsir bagi sebagian-sebagian ayat dari
berbagai surat, dibuat untuk tujuan tertentu atau karena orang-orang berselisih
pendapat mengenai maknanya.
Tetapi di zaman
pemerintahan Abbasiyah pertama, bidang tafsir telah mengalami suatu
perkembangan yang besar dan menjadi berangkai-rangaki dan secara menyeluruh.
Pemisahan ilmu tafsir dari ilmu hadits dan juga terjadi di abad ini. Sebelum
itu kaum muslimin menafsirkan Al-Qur'an melalu hadits-hadits Rasulullah saw. Di
masa pemerintahan Abbasiyah yang gemilang, ilmu tafsir tegak dan berdiri
sendiri dan banyak penafsir yang menggunakan hadits Rasulullah saw atau
keterangan dari golongan tabi’in[15]
b. Ilmu
fiqh dan mazhab-mazhabnya.
Diantara kebanggan zaman
pemerintahan Abbasiyah pertama ialah lahirnya empat imam fiqh, yaitu lmam Abu
hanifah (150 H), Imam Malik (179 H), Imam Syafi (204 H). dan lmam Ahmad bin
Hambal (241 H). Keempat imam tersebut merupakan ulama ulama fiqh yang paling
agung dan tiada tandinganya di dunia Islam. Mazhab-mazhabnya fiqh mereka adalah
yang paling masyhur dan paling luas penyebarannya hingga sekarang.
Di sana ada dua cara
dalam tasyri 'lslam, yaitu ahlu Ra'yi dan ahlul Hadits. Ahlu Ra'yi adalah
aliran yang mempergunaakan alias dan pikiran dalam menggali hukum[16].
Sementara secara ahlul hadits adalah berpegang teguh terhadap hadits-hadits atau
nash-nash saja, karena mereka menghendaki hukum hukum fiqh itu benar-benar dari
Rasulullah saw dan menolak sikap berpengang kepada hukum menurut pasangan akal
akal pikiran[17]
.
c. Ilmu
nahwu dan aliran-alirannya
Zaman pemerintahan
Abbasiyah pertama adalah kaya dengan ahli nahwu bahasa arab yang terbagi
menjadi dua aliran besar yaitu aliran Basrah dan aliran Kufah. Di antara
tokoh-tokoh ahli Basrah ketika itu adalah lsa bin Umar as-Tsaqafi (l40 H), al
Akhtasy (177 H), Yunus bin Habib (182 H), Sibawaih (180 H). Ru’asi, al-kisa’I,
dan al-Farra.
Aliran Basrah sangat
berbeda dengan aliran kufah. Aliran Basrah meletakkan kaidah-kaidah asas bagi
bahasa Arab menurut yang biasanya digunakan oleh orang-orang Arab seandainya
nyata sesuatu yang bertentangan dengan kebiasaan itu maka dianggap sebagai luar
biasa atau syaz jika terbukti sah atau betul, maka ianya dihafal dan tidak
dikiaskan. Sedangkan aliran Kufah menyebut segala yang dituturkan oleh orang
Arab dan menjadikannya sebagai asas yang harus ditiru dan menyusunkan berbagi
kaidah untuknya.[18]
d. Sejarah
dan kelahirannya
Menjelang zaman
pembukaan di zaman pemerintahan Abbasiyah yang pertama, ide-ide penulisan
sejarah yang kuat dan berisi pula tokoh-tokoh yang melakukan secara ilmiah dan
halus, yaitu Muhammad bin Ishak, dan bukunya dari sejarah Rasulullah saw adalah
kitab yang paling tua dalam membiacarakan hal tersebut. Buku tersebut diringkas
oleh lbnu Hisyam dalam bukunya yang terkenal dengan nama Sirah Ibnu Hisyam.
3. Terjemahan
Bahasa Asing
Secara umum, gerakan penerjemahan
pada masa Dinasti Abbildiyah dapat dibagi menjadi tiga periode.[19]
Periode pertama adalah masa khalifah al-Mansyur dan khalifah Harun ar-Rasyid.
Pada periode ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang
astronomi dan mantiq. Para penerjemah periode pertama kebanyakan berasal dari
keluarga Barmaki, orang-orang Zoroester, dan sarjana Kristen Nestorian. Periode
kedua berlangsung selama masa khalifah Al Makmun hingga tahun 300 H. di masa
ini karya-karya yang banyak diterjemahakan adalah buku-buku filsafat dan
kedokteran. Pada periode di penerjemah yang paling aktif di Baitul Hikmah
adalah Abu Sahl fadl bin Nawabakht dan Allan asy-Syu'ubi serta Yuhana bin
Masawaih. Selain itu ada Hunain bin lshaq al-Ibad dan Qustha bin Luqa. Periode
ketiga berlangsung setelah tahun 300 H. terutama sejak munculnya teknologi
pembuatan kertas. Pada periode ini Baitul Hikmah mulai menurun seiring dengan
meninggalnya khalifah Al-Makmun. Masa ini bertepatan dengan beralihnya paham
teologis yang awalnya sebagai pendukung Mu'tazilah menjadi penentang paham
Mu'tazilah.
- Sejarah Baitul
Hikmah.
Baitul Hikmah adalah lembaga
ilmu pengetahuan yang berdiri di kota Baghdad. lnstitusi Baitul Hikmah
merupakan kelanjutan dari beban yang sama dari imperium Sasania Persia yang
bernama Jundishapur Akademi.[20]
Namun, berbeda dari institusi pada masa Sasania Persia yang hanya menyimpan
puisi-puisi dan cerita-cerita untuk raja. Pada masa Abbasiyah institusi ini memperluas
penggunaannya.
Pendirian lembaga ini
sebenarnya sudah mulai dirintis di masa pemerintahan Harun Ar Rasyid. Pada masa
khalifah Harun ar Rasyid, Baitul Hikmah Disebut Khizanat al-Hikmah[21]
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Nadim. Dalam penjelasannya tentang
Abu Sahl al Fadhl Ibnu Nawbakht menyebutkan bahwa Sahl pernah bekerja di bawah
Harun ar Rasyid pada Khazanah al-Hikmah. Ibnu Nadim juga menyebutkan bahwa
Allan asy Syu'ubi adalah penurun untuk Harun ar Rasyid, Al Makmun dan keluarga
Baramikah.[22]
Pada masa khalifah Al
Makmun, lembaga ini mencapai puncaknya. Sejak 815 M, beliau membangun lembaga
tersebut dan mengubah namanya menjadi Baitul Hikmah[23]
beliau melakukan pengembangan yang dilakukan dengan meningkatkan fungsi Baitul
Hikmah dengan memasukkan fosil dan penerjemahan karya-karya filsafat dan
pengetahuan asing dari berbagai bahasa.
Pada masa khalifah Al
Makmur, Baitul Hikmah dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk menunjang
perannya sebagai pusat ilmu pengetahuan. Di dalamnya terdapat sebuah
perpustakaan lengkap, selain itu ada ruang yang sangat baik dan tempat tinggal
para penerjemah. Tidak hanya itu Al-Makmun juga membangun tempat- tempat
pertemuan bagi para ilmuwan melakukan diskusi. Selain itu di Baitul Hikmah juga
dilengkapi dengan observatorium.[24]
Di institusi ini Al
Makmun mempekerjakan Muhammad bin Musa al-Khawarizmi yang ahli di bidang
aljabar dan astronomi. Orang-orang Persia juga terus diperkerjakan di Baitul
Hikmah ini. Direktur perpustakaan Baitul Hikmah sendiri adalah Seorang
nasionalis Persia dan ahli Pahlewi, Sahl Ibnu Harun. Sementara itu tugas
penerjemahan beliau berikan kepada Yahya bin Abi Mansur, Qusta bin Luqa, Hunain
bin Ishaq, dan Sabian Sabit bin Qurra.
Dari pertengahan abad
ke-9, Baitul Hikmah dikuasai oleh satu mazhab penerjemah di bawah bimbingan
Hunaynibn Ishaq. Mereka menerjemahkan karya-karya keilmuan lain dari galen
serta karya-karya filsafat dan metafisika dari Aristoteles dan Plato.[25]
Setelah masa khalifah
Al Makmun berakhir, Baitul Hikmah mengalami kemunduran. Hal ini menyebabkan
pasca khalifah Al Makmun tidak ada lagi khalifah yang mencurahkan perhatiannya
kepada Baitul Hikmah seperti Khalifah Al Makmun. Perhatian kepada Baitul Hikmah
mulai berkurang semenjak kekuasaan dipegang oleh khalifah Al Mu'tashim. Karena
perhatian Al-Mu'tashim terhadap budaya adalah sedikit sekali. Al Mu'tashim
tidak memiliki semangat sedikitpun, maka tidak menggerankan jika Baitul Hikmah tidak
mendapat perhatian sebagaimana mestinya.
Keadaan Baitul Hikmah
setelah khalifah Al Makmun dapat diketahui berdasarkan penjelasan dari Al-Qalqasjandi.
Menurut beliau, Baitul hikmah Tetap hidup sampai bangsa Tartar memasuki kota Baghidad.
Sesudah bangsa Tartar memasuki kota Baghdad dan Khalufah terakhir dari kerajaan
Bani Abbas yaitu Al-Mu'tashim dibunuh Hulaghu Khan dan kota Baghdad
diruntuhkan, maka lenyap dan hancurlah Baitul Hikmah itu.
- Baitul Hikmah
berperan sebagai biro penerjemahan.
Di Baitul Hikmah,
kegiatan penerjemahan adalah kegiatan yang paling dominan di institusi
tersebut.[26] Al Makmun dengan penuh semangat mengumpulkan
para penerjemah terbaik untuk bekerja di lembaga ini. Sehingga terbentuklah badan
penerjemahan dan penyarah serta para penjual kertas untuk menjaga agar naskah
kuno tidak sampai punah. Ia menentukan penanggung jawab dalam masalah ini pada
setiap bahasa sebagai pengawasan terhadap siapa yang menerjemahkan buku-buku
kunonya. Dia memerintahkan orang-orangnya untuk mengumpulkan karya-karya klasik
dalam berbagai bahasa untuk dipelajari dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Terkadang dari bahasa Arab ke bahasa lain. Semua itu adalah satu bagian yang
digunakan dari berbagai sudut dan bagian pembendaharaan yang telah ditetapkan
di bagian perpustakaan.
Di awal permulaan
berdirinya Baitul Hikmah, dihadapkan pada buku-buku dari Persia dan India.[27]
Yang demikian itu karena Yahya Ibnu Khalid Al Barmaki berasal dari Persia dan
pendidikannyapun pendidikan Persia dan beliau pada masa itu mengawasi urusan
negara, serta dan pembangunan ilmiah karena khususnya menerjemahkan buku-buku ke
dalam Bahasa Arab dari kebudayaan Persia. Selain karya-karya dari Persia, Yahya
bin Khalid juga memerintahkan untuk menerjemahkan karya-karya dari India. Oleh karena
itu beliau meminta kedatangan ulama-ulama dan orang-orang pintar bangsa Hindu
ke Baghdad. Mereka ditunjuk oleh Yahya untuk menerjemahkan buku-buku dalam
Bahasa Hidu kedalam Bahasa Arab. Maka, dengan perantara ulama-ulama dan
orang-orang pintar dari hindia dapatlah disiplin ilmu pengetahuan bangsa hindu
dalam Bahasa Arab.
Selain buku-buku dari
India dan Persia, buku-buku dari Yunani pun juga dilakukan penerjemahan.
Karya-karya Yunani yang diterjemahkan dalam masa itu adalah karya-karya dari
Plato, Aristoteles Galen, dan Euklides.[28]
Salinan mahakarya Ptolemeus dalam bidang astronomi yang segera masyhur di dunia
Arab dan selanjutnya di dunia Latin, seperti almagest.
Ibnu Nadim menyebutkan
dalam bukunya al-Fahrasat sepuluh nama orang-orang yang tergabung sebagai tim
penerjemah dari bahasa India, Yunani, Persia, Suryaniyah, dan Nibthiniyah.[29]
Pelaksanaan
penerjemahan pertama di masa khalifah al Makmun dimulai dari buku berbahasa
Syiria, yaitu sejumlah karya dari Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Syiria. Setelah itu baru dilakukan penerjemahan karya-karya ilmiah dari
Yunani langsung ke bahasa Arab, terutama buku-buku tentang astronomi dan
kedokteran. Sesudah itu karya-karya dalam bidang ilmu matematika, astrologi,
dan ilmu bumi. Salah satu prestasi yang sangat fenomenal yang pernah ditorehkan
oleh sarjana-sarjana Baitul Hikmah adalah keberhasilan dalam menentukan susunan
peta bumi.[30] Mereka tidak hanya sebatas menerjemahkan
kitab-kitab ke dalam bahasa Arah, tapi juga menerjemahkan segala Bahasa negara
yang tersebar dalam kumpulan masyarakat Islam.
Peran para ilmuwan
tidak terbatas hanya dalam penerjemahan. Mereka juga memberikan ta'liq
(komentar) atas kitab-kitab tersebut. Mereka menafsirkan teori atau pandangan
dalam kitab itu dan menulisnya sesuai konteks, menyempurnakan kekurangan dan
mengoreksi setiap kesalahan. Aktivitas ini yang di masa sekarang dikenal dengan
tahqiq (penelitian).[31]
Dalam waktu 150 tahun.
cendekiawaan Arab berhasil menerjemahkan semua buku Yunani tentang sains dan
filsafat yang tersedia saat itu. Bahasa Arab segera menggantikan Bahasa Yunani
sebagai bahasa umum dalam penelitian ilmiah.[32]
- Baitul Hikmah
sebagai lembaga ilmu pengetahuan
Baitul Hikmah adalah lembaga ilmu
pengetahuan yang didirikan di Baghdad[33].
Sebagai lembaga ilmu pengetahuan, Baitul Hikmah berperan dalam pelestarian ilmu
pengetahuan yang tidak ternilai pada masa dinasti Abbasyiah.
Sebagai lembaga ilmu
pengetahuan, Baitul Hikmah dilengkapi dengan fasilitas seperto biro penerjemah,
perpustakaan, dan gedung buku serta dikelilingi cendikiawaan dan ilmuwan dari
berbagai penjuru kerajaan. Salah satu kegiatan keilmiahan yang dilakukan pada
masa itu adalah penerjemahan. Melalui gerakan penerjemahan melahirkan banyak
karya-karya penting dalam bidang ilmi pengetahuan bagi peradaban islam.
Di lembaga ini para
penulis mengarang kitab-kitab khusus. Para penulis berada di bawah divisi
penulisan dan penelitian dalam perpustakaan. Atau ada yang menulis dan meneliti
di luar perpustakaan. Kemudian para pengarang itu mendapatkan bayaran yang
sesuai dari khalifah, bahkan para penyalin di Baitul Hikmah dapat memilih
sesuai ketetapan khusus yang mencakup segala bidang. Kita menemukan Alan
asy-syu'ubi termasuk ulama abad ketiga yang menyalin di Baitul Hikmah untuk
khalifah ar-Rasyid dan Al-Makmun.[34]
Ilmuwan ilmuwan yang lahir di masa itu seperti
Al-Khawarizmi penemu aljabar dan angka nol, Ar-Razi seorang yang ahli di bidang
kedokteran yang berhasil menemukan penyakit campak dan cacar, di bidang
filsafat lahir ilmuwan yang terkenal yaitu Al Kindi.
- Implikasi Gerakan
Terjemah Bagi Perkembangan Pendidikan dan Peradaban Islam.
Gerakan penerjemahan adalah gerakan
menerjemahkan buku-buku dari Bahasa asing ke Bahasa arab. Gerakan penerjemahan
ini terjadi di dinasti Abbasiyah pada masa khalifah Al Makmur. Pada masa khalifah
Al Makmur ini beliau membangun Baitul Hikmah yang menjadi cikal bakal peradaban
keilmuan islam. Implikasi gerakan terjamah bagi peradaban dan perkembangan
peradaban islam antara lain yaitu:
- Lahirnya
empat imam fiqh, yaitu lmam Abu hanifah (150 H), Imam Malik (179 H), Imam
Syafi (204 H). dan lmam Ahmad bin Hambal (241 H). Keempat imam tersebut
merupakan ulama ulama fiqh yang paling agung dan tiada tandinganya di
dunia Islam. Mazhab-mazhabnya fiqh mereka adalah yang paling masyhur dan
paling luas penyebarannya hingga sekarang.
- Melahirkan
ilmu tafsir Al Qur'an dan Pengaturannya dari ilmu hadits. Hadis kelahiran
tafsir ternyata sebelum zaman tersebut tidak terdapat penafsiran
Al-Qur'an, dan tidak juga sebagiannya secara teratur dan tersusun. Sebaliknya
yang ada ialah tafsir bagi sebagian-sebagian ayat dari berbagai surat,
dibuat untuk tujuan tertentu atau karena orang-orang berselisih pendapat mengenai
maknanya.
- Melahirkan
Ilmuwan ilmuwan seperti Al-Khawarizmi penemu aljabar dan angka nol,
Ar-Razi seorang yang ahli di bidang kedokteran yang berhasil menemukan
penyakit campak dan cacar, di bidang filsafat lahir ilmuwan yang terkenal
yaitu Al Kindi.
- Berhasil
menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani, Persia, syiria dan India yang
keilmuannya bisa dirasakan sampai sekarang.
- Kesimpulan
Dari pembahasan
dalam makalah di atas, dapat kita Tarik kesimpulan, yaitu:
Sejarah perjuangan umat
Islam dalam pentas peradaban dunia berlangsung sangat lama sekira 13 abad,
yaitu sejak masa kepemimpinan Rasulullah Saw di Madinah (622-632M), Masa
Khulafaur Rasyidin (632-661M), Masa Daulat Umayyah (661-750M) dan Masa Daulat
Abbasiyah (750-1258 M) sampai tumbangnya Kekhilafahan Turki Utsmani pada
tanggal 28 Rajab tahun 1342 H atau bertepatan dengan tanggal 3 Maret 1924 M.
Dimana masa-masa kejayaan dan puncak keemasannya banyak melahirkan banyak
ilmuwan muslim berkaliber Internasional yang telah menorehkan karya-karya luar
biasa dan bermanfaat bagi umat manusia yang terjadi selama kurang lebih 700
tahun, dimulai dari abad 6 M sampai dengan abad 12 M. Pada masa tersebut,
kendali peradaban dunia berada pada tangan umat Islam.
Baitul Hikmah didirikan
pada masa dinasti Abbasiyah. Pendirian lembaga ini sebenarnya sudah mulai
dirintis di masa pemerintahan Harun Ar Rasyid. Pada masa khalifah Harun ar
Rasyid, Baitul Hikmah Disebut Khizanat al-Hikmah
Pada masa khalifah Al
Makmun, lembaga ini mencapai puncaknya. Sejak 815 M, beliau membangun lembaga
tersebut dan mengubah namanya menjadi Baitul Hikmah[35]
beliau melakukan pengembangan yang dilakukan dengan meningkatkan fungsi Baitul
Hikmah dengan memasukkan fosil dan penerjemahan karya-karya filsafat dan
pengetahuan asing dari berbagai bahasa.
Pada masa khalifah Al
Makmur, Baitul Hikmah dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk menunjang
perannya sebagai pusat ilmu pengetahuan. Di dalamnya terdapat sebuah
perpustakaan lengkap, selain itu ada ruang yang sangat baik dan tempat tinggal
para penerjemah. Tidak hanya itu Al-Makmun juga membangun tempat- tempat
pertemuan bagi para ilmuwan melakukan diskusi. Selain itu di Baitul Hikmah juga
dilengkapi dengan observatorium
Implikasi Gerakan
Terjemah Bagi Perkembangan Pendidikan dan Peradaban Islam yaitu melahirkan imam mazhab yang Mazhab-mazhabnya fiqh mereka
adalah yang paling masyhur dan paling luas penyebarannya hingga sekarang.
Melahirkan ahli tafsir, Melahirkan Ilmuwan ilmuwan seperti Al-Khawarizmi penemu
aljabar dan angka nol, Ar-Razi seorang yang ahli di bidang kedokteran yang
berhasil menemukan penyakit campak dan cacar, di bidang filsafat lahir ilmuwan
yang terkenal yaitu Al Kindi.
Daftar Pustaka
A Hasimy, 1973. Sejarah Kebudayaan
Islam, Jakarta: Bulan Bintang
Al-Abdul
syukur al-Azizi, Abu. 2014. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap,
Yogyakarta; Saufa
Asrohah, Hanum, 1999. Sejarh
Pendidikan Islam, Jakarta: PT Logog Wacan Ilmu
Lyons,
Jonathan, 2013. The Great of Baitul Hikmah Konstribusi Islam dalam Peradapan
Barat, Jakarta:Noura Books
Maryam,
Siti. 2012. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern,
Yogyakarta: LESFI
Qasim A. Ibrahim, Muhammad A Shaleh, 2014. Buku
Pintar Sejarah Islam, Jakarta:Zaman
Syafii
Antonio, Muhammad. 2012. Ensiklopedi Peradaban Islam Baghdad, Jakarta:
Tazkai Publishing.
Syalabi, Ahmad, 2003. Sejarah dan Kebudayaan
Islam Jakarta: Pustaka Al Husna Baru
[1] Muhammad
Syafii Antonio, Ensiklopedi Peradaban
Islam Baghdad, (Jakarta:
Tazkai Publishing. 2012), hlm.50
[2] Siti Maryam, Sejarah
Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI,
2012), hlm. 97
[3] Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopedi
Peradaban…, hlm.56-57
[4] Abu al-Abdul syukur al-Azizi, Sejarah
Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta; Saufa, 2014), hlm. 179
[5] Muhmmad Syafii Antonio,
Ensiklopedi Peradaban…hlm.52
[6] Siti Maryam, Sejarah
Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI,
2012), hlm. 98
[7]
Qasim A. Ibrahim, Muhammad A Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam,
(Jakarta:Zaman, 2014), hlm.325-326
[8]
Ibid…,hlm.325-326
[9]
Qasim A. Ibrahim, Muhammad A Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, (Jakarta:Zaman,
2014), hlm.328
[10] Siti Maryam, Sejarah
Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI,
2012), hlm. 100
[11] A Hasimy, sejarah Kebudayaan
Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1973), hlm.224.
[12]
Ahmad Syalabi, sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka Al Husna
Baru, 2003), hlm 160
[13] Ahmad Syalabi,ibid…,hlm.160
[14] Ibid…,hlm.161
[15] ibid .... hlm.162-163
[16] Ibid…,hlm.73
[17] Ibid…,hlm.164
[18] Ibid…,hlm.166-167
[19] Ibid…,hlm.132-133
[20] Siti Maryam. Sejarah
Peradaban …,hlm.105
[21] Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopedia
Peradaban Islam ..., hlm 130
[22] Ahmad Syalabi, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm.154
[23] Siti Maryam, Sejarah
Peradaban…,hlm.105
[24] Hanum Asrohah, Sejarh
Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Logog Wacan Ilmu, 1999), hlm.69
[25] Siti Maryam, Sejarah
Peradaban…,hlm.105
[26] Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopedia
Peradaban Islam…,hlm.130
[27] Ahmad Syalabi, Sejarah
Pendidikan Islam,hlm.170
[28] Jonathan Lyons, The Great of
Baitul Hikmah Konstribusi Islam dalam Peradapan Barat, (Jakarta:Noura
Books, 2013), hlm.89
[29] Raghib as-Sirjani, Sumbangan
Peradaban Islam pada Dunia, hlm.243
[30] Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopedia
Perubahan Islam…,hlm.130
[31] Raghib As Sirjani,ibid…,hlm.243
[32] Jonathan Lyon, The Great Bait
al-Hikmah, hlm,91
[33] Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopedia
Peradaban Islam ....,hlm.130
[34] Raghib as-Sirjani, ibid ....,hlm.245
[35] Siti Maryam, Sejarah
Peradaban…,hal.105
Komentar
Posting Komentar