HAKIKAT MANUSIA DAN MASYARAKAT
Disusun Oleh:
Andrigo Wibowo
NIM: 17913022
A. Latar Belakang Masalah
Diantara struktur ide pendidikan
dalam islam ialah manusia dan masyarkat. Membicarakan manusia tentu tidak
pernah habis. Jika seseorang merasa tuntas membicarakanya berarti sama dengan
memperkecil makna dan kandungan kapabilitas manusia itu sendiri. Hakikat
manusia tidak akan pernah ditangkap secara utuh dan pasti karena banyaknya
dimensi dan misteri yang dikandungnya. Maka setiap kali orang selesai memahami
dari satu dimensi tentang manusia, maka muncul pula dimensi lainnya yang belum
ia bahas. Menurut Dr. Alexis Carrel (seorang peletak dasar-dasar humaniora di
Barat) yang dikutip Nata (2001) mengatakan bahwa”manusia adalah makhluk yang
misterius, karena derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik
dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada di luar
dirinya”.[1]
Menurut Hasan Langgulung filsafat
pendidikan secara ontologis membicarakan
hakikat manusia dan masyarkat. Dengan kata lain, filsafat pendidikan menjawab
manusia dan masyarakat seperti apakah yang ingin dicapai oleh pendidikan itu.
Dari landasan pemikiran di atas, tulisan ini akan mencoba
menguraikan serinci mungkin hakikat manusia itu dan berikutnya juga akan
dibahas hakikat masyarakat dalam perspektif filsafat pendidikan islam.
Ilmu yang membahas hakikat manusia sebagaimana ditulis oleh
jalaluddin dan abdullah idi disebut antropologi masyarakat. Sementara ditulis
oleh umar dan sulo dengan filsafat antropologi. Malah poejawijatna hanya
menyebutnya dengan antropologis.[2]
Manusia dalam pendidikan menempati
posisi sentral, karena manusia disamping dipandang sebagai subjek, ia jiga
dilihat sebagai objek pendidikan itu sendiri (Imam Barnadib. 1988). Sebagai
subjek, manusia menentukan coarak dan arah pendidikan, manusia khususnya
manusia dewasa bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendididikan dan secara
moral berkewajiban atas perkembangan pribadi peserta didik.[3]
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
Hakikat Manusia Dan Masyarakat Dalam Perspektif
Filsafat Pendidikan Islam?
2. Bagaimana Aliran
Filsafat Tentang Manusia Dan Masyarakat Madani perspektif Islam ?
3.Bagaimana
Hakikat Alam dan Fungsi Pendidikan Dalam Masyarakat?
C. Pembahasan
Al-Quran memberikan jawaban yang
amat jelas pada pertanyaan: pada titik manakah kehidupan bermula? Dalam bagian
ini akan mengajukan ayat-ayat Al-Quran yang di dalamnya di nyatakan bahwa asal
usul manusia adalah (bersifat) air. Ayat dibawah ini menunjuk kepada
pembenetukan alam semesta.
“Tidakkah orang-orang kafir itu melihat bahwa lelangit dan bumi
disatukan, kemudian mereka kami pisahkan dan kami menjadikan setiap yang hidup
dari air. Lantas akankah mereka tak beriman.”(Q.S. 21:30).
Pengertian ‘yang mengahasilkan
sesuatu dari sesuatu yang lain’ sama sekali tidak menimbulkan keraguan.
Ungkapan tersebut bisa juga berarti bahwa sesuatu yang hidup dibuat dari air
(sebagai komponen pentingnya) atau bahwa semua benda hidup berasal dari air.
Kedua makna itu sepenuhnya sesuai dengan data saintifik. Pada kenyataanya,
kehidupan berasal dari (yang bersifat air dan air adalah komponen yang paling
penting dari seluruh sel-sel hidup. Tanpa air hidup menjadi tidak mungkin.[4]
1. Hakikat Manusia Dalam Islam
Pada hakikatnya manusia terdiri dari
dua unsur yakni jasad (materi) dan ruh (immateri). Dari kedua unsur yang tidak
dapat dipisahkan itu diberi berbagai potensi, seperti indera (pendengaran,
penglihatan, penciuman, dan lain-lain), akal, hati dan lain-lain. Dengan
memberdayakan potensi-potensi tersebut ke jalan Tuhanlah, manusia dikatakan
sebagai sebaik-baik makhluk ciptaaNya dan insan kamil (manusia
sempurna).
a. Proses Penciptaan Manusia
Tuhan menciptakan manusia terdiri
dari dari unsur ruh (jiwa, roh, ruhNInyawa) dan jasad. Proses penciptaanyapun
rumit dan penuh misteri sebanding dengan jati dirinya yang unik, misteri dan
tak terduga (garaib wa ‘ajaib). Ruhani,
dan jasad, adalah dua unsur yang tidak bisa dipisah satu sama lain dan keduanya
merupakan satu kesatuandan saling menyempurnakan dalam pemebentukan manusia.
Stelah ruhani atau jiwa dan jasad bersatu, disebut insan (manusia) sebagai
keseluruhan baik lahir maupun batin. Ruhani tersebut terdiri dari unsur akal,
(kekuatan berrfikir), kalbu (kekuatan merasa dan bartuhan), dan nafs (kakuatan
keinginan). Manusia itu diberi potensi-potensi atau daya-daya (fitrah) yang
bermacam-macam agar ia mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi sebagai hamba
yang beribadah dan sebgai khalifah.[5]
Dalam membahas hakikat manusia,
parah ahli banyak banyak mengutip ayat yang menjelaskan proses penciptaan
manusia, di antaranya:
Artinya : dan sesunggunya kami telah
menciptakan manusia dari suatu saripati(berasal) dari tanah. Kemudian kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh(rahim).
Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah lalu segumpal darah itu kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha suci Allah, pencipta yang paling baik.
(Q.S. al-Mu’minun/23:12-14).[6]
Proses jasadiyah manusia mulai dari
saripati tanah sampai dari sempurna secara jasmani jelas termaktub pada ayat
diatas. Namun jasad itu ditiupkan roh kedalamnya, sehingga ia menjadi manusia.
Dalam doktrin islam Adam dan Hawa
adalah manusia pertama. Sebelum Adam dijadikan terjadi dialog antara Malaikat
dan Tuhan. Ketika Tuhan berfirman kepada malaikat “ Aku akan menjadikan di atas
bumi ini khalifah, lantas malaikat menjawab “Apakah kamu (Tuhan) akan
menjadikan di atas bumi ini orang (manusia) yang hanya akan menumpahkan darah
serta merusaknya?” Allah menjawab:Aku lebih tahu dari apa yang tidak kau
ketahuai.” Stelah Adam di jadikan senbagai manusia Allah mengajarkan semua
nama-nama barang (Q.S. 30-31). [7]
Dan ayat-ayat tersebut di atas maka
dapat diambil diskripsi bahwa Adam adalah manusia pertama, dan dari sejak
Adamlah terdapat simbol-simbol barang (nama-nama) yang menunjukan terbentuknya
suatu unsur kebudayaan yakni bahasa dan ilmu pengetahuan.
Asal usul manusia terbagi kepada dua
yakni (1) Adam sebagai nenek moyang manusia dan (2) manusia pada umumnya
sebagai keturunan Adam. Penyebutan asal
usul penciptaan Adam beragam dalam Alquran. Alquran memakai istilahfin,
turab, salsal seperti fakhkhar, dan salsal yang berasal dari hama
masnun. Berikut uraian satu persatu:
1. Kata Tin
Kata tin antara lain terdapat
pada Q.S. Al-Mukminun(23):12. Pada umumnya para mufassir mengartikan kata tin
dengan sari pati tanah lumpur atau tanah liat. Menurut Ibnu Katsir (1996),
Ahmad Musthofa (1974), Jamal (1952), dan Magnujah (1969) bahwa kata tin
berarti bahan penciptaan Adam dari komponen saripati tanah liat.
2. Kata Turab
Kata turabantara lain
terdapat pada Q.S. Al. Kahf (18): 37; Al-Hajj (22):5; Ali Imran (3;59); Ar-Rum
((30):20;Fatir (35):11. Menurut Nazwar Syamsu (1983) bahwa semua ayat yang
mengandung kata turabberarti saripati tanah. Muhmaad Jawwad membagi
asal-usul penciptaan manusia menjadi dua yakni (1) langsung dari sari patih
tanah tanpa perantara yakni Adam dan (2) tidak langsung dari tanah seperti
menciptakan Bani Adam berasal dari nutfah (mani) dan darah, yang keduannya
berasal dari berbagai macam makanan.[8]
3. Salsal seperti fakhkhar yang berasal dari hama’ masnun
Kata salsal terdapat pada Q.S. Al-Rahman (55):14;Al-Hijr (15): 26
dan 28 dan 33. Menurut Fachrur Razy (tth), dimaksud dengansalsal ialah
tanah kering yang bersuara dan belum di masak. Salsal sudah dimasak jadilah dia
(fakhhar) sebagai komponen penciptaan Adam. Sedangkan kata salsal yang
bersal dari hama’ masnun, menurut al-Maraghi (1974) ialah tanah kering,
keras, bersuara, yang dapat berukir, warna hitam yang dpat diubah-ubah, yang
tuangkan dalam cetakan agar menjadi kering. Seperti barang-barang permata yang
dicairkan dan dituangkan dalam cetakan.[9]
4. Peniupan ruh
Setelah pembentukan fisik mendekati sempurna yakni adanya
persenyawaan antara komponen tin (tanah liat yang berasal dari tanah lumpur
yang bersih), turab (saripati tanh), dan salsal seperti fakhkhar bersal dari
hama’ masnun (dari lumpur hitam yang dicetak dan diberi bentuk), lalu Allah
meniupakan Roh-Nya kepada Adam dan sejak itu dia benar-benar menjadi makhluk
yang sesunggunya (jasmani dan ruh) yang sempurna sehingga para malaikat pun
diperintahkan oleh Allah agar tunduk dan bersujud kepada Adam.[10]
b. Istilah Al-Quran tentang manusia dan perangkat jati diri manusia
1. Kata Insan
Manusia jika merujuk kepada kata insan,nasiya
dan aluns/anisa berarti mengacu kepada manusia dari aspek mental
spiritualnya. Kata insan yang bentuk jamaknya (pluralnya) al-nas dari
segi semantik atau ilmu tentang akat kata, dapat dilihat dari asal kata anasa
yang mempunyai arti melihat, megetahui, dan minta izin. Selanjutnya kata insan
juga dilihat dari asalnya nasiya yang berarti lupa. Sedangkan kata insan
jika dilihat dari asal katanya dari al-uns atau anisa dapat berarti
jinak (Loes Ma’luf, 1987). Menurut Musa Asy’ari (1992), bahwa atas dasar insan
dari kata anasa mengandung petunjuk adanya kaitan substansial antara manusia
dengan kemampuan penalaran. Yakni dengan penalarannya itu manusia dapat
mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, ia dapat pula ia mengetahui apa
yang benar dan apa yang salah, dan mendorong untuk meminta izin menggunakan
sesuatu yang bukan miliknya.[11]
Insan dari asal kata “nasiya”, berarti lupa atau salah. Manusia
mempunyai sifat salah dan lupa. Manusia lupa terhadap sesuatu hal, disebabkan
ia kehilangan kesadaran terhadap sesuatu. Oleh karen itu, dalam kehidupan
beragama, oarang yang lupa dibebani hukum atau tidak diminta pertanggung
jawaban seseorang dalam keadaan tidak menyadari atau lupa terhadap perkataan
dan perbuatanya.
2. katabasyar
Manusia jika merujuk kepada kata basyar,
berarti mengacu pada manusia aspek lahiriahnya. Kata basyar dipakai untuk
menyebut semua makhluk, baik laki-laki maupun perempuan, baik individu maupun
kolektif. Kata basyar adalah jamak (plural) dari kata basyarah yang
berarti permukaan kulit kepala, wajah dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya
rambut. Ibnu Barzah mengartikanya sebagai kulit luar. Al-Lais mengartikanya
sebagai permukaan kulit pada wajah dan tubuh manusia. Oleh karena itu kata mubasyarah
diartikan mulamasah yang artinya persentuhan antara kulit laki-laki dan
kulit perempuan. Disamping itu kata mubasyarah juga diartikan sebagi al-iwat
, atau al-ijma’ yang artinya persetubuhan antara laki-laki dan
perempuan.
2. Hakikat masyarakat (ummah) dalam pendidikan Islam
a. Hakikat Masyarakat
Tidak ada satu individupun yang bisa
hidup tanpa msayarkat. Untuk itu manusia harus hidup bermasyarka, tujuan utama
al-Quran kata Fazhul Rahman menegakan tata masyarkat adil. Masyarakat yang adil
itu sebuah masyarakat yang etis da egalitarian. Dengan nada yang serupah
Muhammad Abduh mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia untuk bermasyarkat.
Sifat bermasyarkat kata Muhammad Abduh
tidak diberikan oleh Allah pada lebah dan semut Allah memberikan akal
kepada manusia untuk dapat bermasyarkat.
Bermasyarkat yang dimaksud Abduh berakal dan dengan akalnya ia berkreasi
secara dinamis. Kalau dilihat dari cara hidup lebah, mereka hidup tidak egois,
tetapi mereka hidup bermasyarakat dan kata haru yahya mereka mempunyai
organisasi yang luar biasa.[12]
Maslow mengidentifikasi lima
kelompok kebutuhan manusia yakni kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi,
harga diri, dan pengembangan potensi. Terlebih-lebih lagi manusia mempunyai
budi yang merupakan pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung
“dorongan-dorongan hidup yang dasr, inseting, perasaan, dengan pikiran, kemauan
dan fantasi. Budi inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan
yang bermakna dengan alam sekitranya dengan jalan memberi penilaian terhadap
obyek dan kejadian.[13]
Kemampuan menyesuaikan diri itu
dapat dilakukan manusia karena ia diberi kemampuan berfikir (kognitif). Merasa
(afektif), dan melakukan( psikomotorik). Untuk itu manusia disebut makhluk
sosial karena (1). Ketergantungannya kepada manusia lain, (2) berkemampuan
menyesuaikan diri, (3) berkemampuan berfikir, mresa, dan melakukan, dan (4)
berkebutuhan mengembangkan dab menyempurnakan dirinya dengan bantuan orang
lain. Dalam pandangan beberapa filosof, pengertian masyarkat. Menurut Plato
tidak membedakan antara pengertian Negara dan masyarakat. Negara adalah
kumpulan dari unit-unit kemasyarakatan. Masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga;
sedangkan menurut Comte memperluas analisis-analisis masyarakat, dengan
menganut suatu pandangan tentang masyarakat sebagai lebih dari suatu agriget
(gerombolan) individu-individu (Loren Bagus, 2000).[14]
Al-Quran membahas tentang masyarakat
dalam beberapa istilah, diantaranya menggunakan istilah ummah, qaum,
qabilah, sya’b, tha’ifah atau jama’ah. Namun dari sekian banyak istilah
yang digunakan al-Quran lebih banyak menggunakan istilah ummah. Al-Quran menyebut
kata ummah sebanyak 51 kali. Sedangkan kata umam sebanyak 31 kali. Menurut Ali
Syari’ati (1989) makna genetik ummah memiliki keunggulan.
Setelah membandingkan dengan istilah
qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah, jama’ah dan lain-lain, ia berkesimpulan
bahwa ummah memiliki keunggulan muatan makna, yakni bermakna kemanusiaan yang
dinamis, bukan entitas beku atau statis. Ummah menurutnya berasal dari kata
amma artinya bermaksud (qashda) dan berniat keras (‘azama). Pengertian ini
memuat tiga makna:”gerakan”.”tujuan” dan “ketetapan hati yang besar.
Menurut Jhon Perince (1971) bahwa
kata ummata berarti penduduk, bangsa, ras, kelompok, ketentuan, istilah
tertentu, waktu dan agama tertentu. Muhammad Ismail Ibrahim mengartikan dengan
“kelompok manusia, muallim, seseorang yang baik pada semua seginya, agama dan
waktu (1968).[15]
Dari berbagai pengertian tersebut
dapat dijelaskan bahwa ummah (masyarakat) adalah kumpulan manusia yang saling
berinteraksi bersama yang diikat oleh sesuatu (keyakinan atau agama), warisan
budaya, lingkungan sosial, keluarga, polotik, tanah air, perasaan, cita-cita
dan lain-lain) dalam rangka mencapai tujuan hidup.
b. Ciri-ciri masyarakat ideal dalam al-Quran
1. Adanya ide kesatuan dalam terma ummah. Ummah adalah kmunitas
agamawi secara menyeluruh dan totalitas. Ide ini antara lain terdapat pada Q.S.
Al-Baqarah (2):213;Al-Maidah(5):48;Yunus (10):19; Huud (11):21 an
Nahl(16):93;Al-Anbiyaa’(21):92) dan Asy Syuraa(42):8. Tuhan menciptakan manusia
sebagi masyarakat yang satu yang terikat sebagian dengan sebagian lainya.
Manusia tidak bisa hidup kecuali bermasyarkat yang saling membantu antara
sebagian dengan bagian lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
2. Dalam bermasyarakat (ummah) membutuhkan pemimpin atau uswatun
hasanah atau pedoman dan petunjuk, yangdijadikan model dalam merealisasikan
kewajiban moral religiusnya dan untuk menciptakan tatanan dunia yang etis, adil
dan egalitarian. Untuk menjadipemimpin (imam) masyarakat haruslaj melalui
pendidikan dan pengalaman, dan sedangkan imam berupa pedoman atau ktab haruslah
datangnya dari suatu beruoa oedoman atau kitab haruslah datangnya dari suatu
yang tidak punya kepentingan yakni Allah SWT. Kata ummah yang berarti pemimpin
ini dapat ditemui dalam Al-Quran Q.S. Al-Baqarah, 2: 124; al-Israa’’, 17:17 dan
al-Furqaan, 25:74. Sedangkan kata ummah yang berarti pedoman atau petunjuk
terdapat pada Q.S. Huud, 17:46 dan al-Ahqaaf, 46:12. Pada prinsipnya baik kata
imam berarti pemimpin atau [etunjuk,pedoman atau jalan terang tidak ada
perbedaan yang principal karena istilah-istilah tersebut menunjuk kepada
sesuatu yang menjadi kompas dan sumber hidayah bagi umat manusia dalm
melaksanakan kewajiban-kewajiban moralnya di dunia ini.[16]
3. Ummah (masyarakat) dengan bentuk kata umam, pengertianya tidak
terbatas pada komunitas atau kelompok, atau suku-suku manusia dan jin, tetapi
juga termasuk komunitas makhluk lain, seperti binatang dan burung. Menurut al-Asfahani (tanpa tahun) bahwa
setiap macam ummah itu ada watak atau karakter tersendiri yang telah Allah
ciptakan yang tetap seperti itu. Ummah dengan makna kmunitas terdapat binatang
dan burung);al-Araaf, 7:38(menunjuk kepada komunitas manusia dan jin) dan
al-A’raf, 7:160 (menunjukan kepada komunitas suku Nabi Musa AS).[17]
Dalam pembelajaran sering sering
kita dengar kata sosiologi. Sosiologi secara luas ialah ilmu tentang masyarkat
dan gejala-gejala mengenai masyarkat. Sosiologi seperti itu disebut macro
sociology, yaitu ilmu tentang gejala-gejala sosial, imstitusi-institusi sosial
dan pengaruhnya terhadap masyarkat.[18]
3. Aliran Filsafat Tentang manusia
Setidaknya terdapat empat aliran pemikiran yang
berkaitan tentang masalah rohani dan jasmani (sudut pandang unsur pembentuk
manusia) yaitu: Aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, dan aliran
aksistensialisme.
a. Aliran
Serba zat (Faham Materialisme)
Aliran serba zat ini mengatakan yang
sungguh-sunguh ada itu adalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau materi
dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau
materi. Manusia ialah apa yang nampak sebagai wujudnya, terdiri atas zat
(darah, daging, tulang).
Jadi, aliran ini lebih berpemahaman bahwa esensi
manusia adalah lebih kepada zat atau materinya. Manusia bergerak menggunakan
organ, makan dengan tangan, berjalan dengan kaki, dll. Semua serba zat atau
meteri. Berdasar aliran ini, maka dalam pendidikan manusia harus melalui proses
mengalami atau pratek (psikomotor).
b. Aliran Serba Ruh
Dalam buku lain, aliran ini diberi nama Aliran
Idealisme. Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di
dunia ini adalah ruh, juga hakekat manusia adalah ruh.Ruh disini bisa diartikan
juga sebagai jiwa, mental, juga rasio/akal. Karena itu, jasmani atau tubuh
(materi, zat) merupakan alat jiwa untuk melaksanakan tujuan, keinginan dan
dorongan jiwa (rohani, spirit, ratio) manusia.
Jadi, aliran ini beranggapan bahwa yang
menggerakkan tubuh itu adalah ruh atau jiwa. Tanpa ruh atau jiwa maka jasmani,
raga atau fisik manusia akan mati, sia-sia dan tidak berdaya sama sekali. Dalam
pendidikan, maka tidak hanya aspek pengalaman saja yang diutamakan, faktor
dalam seperti potensi bawaan (intelegensi, rasio, kemauan dan perasaan)
memerlukan perhatian juga.
c. Aliran Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada
hakekatnya terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Aliran
ini melihat realita semesta sebagai sintesa kedua kategori animate dan
inanimate, makhluk hidup dan benda mati. Demikian pula manusia merupakan
kesatuan rohani dan jasmani, jiwa dan raga.
Misalnya ada persoalan: dimana letaknya mind
(jiwa, rasio) dalam pribadi manusia. Mungkin jawaban umum akan menyatakan bahwa
ratio itu terletak pada otak. Akan tetapi akan timbul problem,
bagaiman mungkin suatu immaterial entity (sesuatu yang non-meterial) yang tiada
membutuhkan ruang, dapat ditempatkan pada suatu materi (tubuh jasmani) yang
berada pada ruang wadah tertentu.
Jadi, aliran ini meyakini bahwa sesungguhnya
manusia tidak dapat dipisahkan antara zat/raga dan ruh/jiwa. Karena pada
hakekatnya keduanya tidak dapat dipisahkan. Masing-masing memiliki peranan yang
sama-sama sangat vital. Jiwa tanpa ruh ia akan mati, ruh tanpa jiwa ia tidak
dapat berbuat apa-apa. Dalam pendidikan pun, harus memaksimalkan kedua unsur
ini, tidak hanya salah satu saja karena keduanya sangat penting.
d. Aliran
Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berpikir tentang hakekat
manusia merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Jadi
intinya hakikat manusia itu yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh.
Disini manusia dipandang dari serba zat, serba ruh atau dualisme dari kedua
aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri di
dunia.[19]
4. Masyarakat Madani Perspektif Islam
Masyarakat madani adalah masyarakat
yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam
penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat
madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15:
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’
ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di
sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka
dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan
bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu)
adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
Karakteristik Masyarakat Madani, ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1. Terintegrasinya individu-individu dan
kelompok-kelompok eksklusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan
aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga
kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh
kekuatan-kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang
didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis
masyarakat.
4.Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan
negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunteer mampu memberikan
masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Bertumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya
terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6. Meluasnya
kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui
keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan
lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
8. Ber-Tuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut
adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan
hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
9.
Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun
secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10.Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal
individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.
11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi
pihak lain yang telah diberikan oleh Allah SWT sebagai kebebasan manusia dan
tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat
tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan
ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
14. Berakhlak mulia.
Dari beberapa ciri-ciri tersebut, dapat
dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat yang demokratis,
dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam
menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya, dimana
pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga
negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di
wilayahnya. Masyarakat madani dibentuk dari proses sejarah yang panjang
dan perjuangan yang terus menerus.
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau
potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam
menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan
teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat
Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar
dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali,
al-Farabi, dan yang lain.[20]
5. Hakikat Alam Dalam Islam
Sebagai asas pendidikan islam, setiap muslim diarahkan supaya
paunya pandangan yang jelas tentang hakikat alam semesta baik alam benda maupun
alam selain sperti alam sosial. Hakikat alam atau makrokosmos adalah selain
Tuhan, dan manusia, alam dan kehidupan adalah bagian (mikrokosmos) dari alam
makrokosmos. Islam memandang bahwa alam ini diciptakan Allah, yang mempunyai
keteraturan dan diciptakan dengan tujuan tertentu dan mulia(Q.S. al-Sajadah
(32):4, Q.S. al-Furqan (25);2 dan al-Zumar (39);62). Alam ini tunduk pada
sunnah(system) yang telah diciptakan-Nya,berlangsung dengan keteraturan, setiap
unsur bergantung kepada unsur lain sehingga menjadi satu kesatuan yang
sempurna, atau disebut sunnatullah(hukum keteraturan).
Dari berbagai ayat-ayat al-Quran dan baerbagai penafsiran para
ahli, dapat dirumuskan beberapa pandangan islam terhadap hakikat alam yaitu:
a. Seluruh alam ini adalah makhluk Allah dan diciptakan dengan
punya tujuan tertentu yakni semua menghadap Tuhan. (Q.S. al-Dukhan, (44):38-39
dan al-Ahqaf (46):3.
b. Alam ini diciptakan dengan penuh keteraturan dan alam tunduk
kepada sunnatullah (hukum keteraturan) tersebut sesuai ukuran yang telah
ditentukan-Nya.
c. Kehidupan manusia tunduk kepada sunnah kemasyarakatan.
d. Seluruh alam ini tunduk kepada Allah, baik pengaturan, perintah
dan kehendak-Nya (Q.S. al-Baqarah (2):116=117 dan al-Isra’ (17):44.
e. Alam ini merupakan nikmat Allah bagi manusia.[21]
6. Fungsi Pendidikan dalam Masyarakat
Menciptakan dan memberdayaakan
masyarakat yang sesuai dengan tujuan-tujuan menciptakanmanusia di muka bumi
adalah tujuan dari pendidikan islam. Tujuan itu ialah menjadikan nilai-nilai
islam sebagi bingkai dalam masyarakat ideal. Lembaga-lembaga pendidikan sebagi
peranan kunci dalam mencapai tujuan sosial yang diharapkan. Pemerintah bersama anggota masyarkat dan orang tua
peserta didik telah menyediakan anggaranpendidikan yang diperlukan untuk
kemajuan masyarkat dan pembangunan bangsa, untuk mempertahankan nilai-nilai
luhur yang bersal dari budaya dan nilai-nilai lihur yang berasal dari agama.
Pendidikan diharapkan untuk mengembangkan wawasan dan keyakinan peserta didik terhadap
agama yang dianutnya, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan
keamanan secara tepat dan benar, sehingga membawa kemajuan pada individu,
keluarga, masyarakat dan negara untuk mencapai masyarakat madai yang dijiwai
oleh nilai-nilai agama dan budaya.[22]
Menurut Wuradji bahwa pendidikan
sebagai lembaga konservatif mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut: (1) fungsi
sosialisasi, (2) fungsi kontrol sosial, (3) fungsi pelestarian budaya
masyarakat, (4) fungsi latihan dan pengembangan tenaga kerja, (5) fungsi
seleksi dan alokasi, (6) fungsi pendidikan dan perubahan sosial, (7) fungsi
reproduksi budaya, (8) fungsi difusi kultural, (9) fungsi peningkatan sosial,
dan (10) fungsi modifikasi sosial.
Ada dua fungsi yang sangat penting
menjadi sumber utama dalam pembentukan karakter ialah (1) fungsi memindahkan
nilai-nilai agama dan (2) sekaligus pembentukan karakter anggota
masyarakat-masyarakat.[23]
Sesuai dengan UU Sisdiknas nomor 20
tahun 2003 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secar aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagaam,
pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, msyarkat, bangsa dan Negara. Sebagaimana telah disebutakan
pada bab pertama bahwa, pendidikan islam ialah usaha sadar dan terencana dengan
cara menumbuhkembangkan, memperbaiki, memimpin, melatih, mengasuh peserta didik
agar ia secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spritual keagamaan, ilmu, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dalam
menjalani hidup di dunia dan menuju akhurat sesuai dengan nilai-nilai islam.
Dari pengertian pendidikan islam
tersebut, maka fungsi pendidikan dalam masyarkat ialah:[24] Pertama:
mengembangkan, memperbaiki, memimpin, melatih, mengasuh potensi setiap anggota
masyarkat (kognitif, afektif dan psikomotorik) untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, ilmu, akhlak mulia (karakter kuat positif), dan keterampilan
yang diperlukan dalam menjalani hidup bermasyarakat yang kompleks. Kedua:pewarisan
nilai-nilai agama, nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial-nilai sosial(transmission
of religius values, cultural values and social norms). Ketiga:
pendidikan berfungsi sebagai alat kontrol sosial. Keempat:
pendidikan berfungsi alat pemersatu dan pengembangan pribadi dan social.
D. Kesimpulan
Pada hakikatnya manusia terdiri dari
dua unsur yakni jasad (materi) dan ruh (immateri). Dari kedua unsur yang tidak
dapat dipisahkan itu diberi berbagai potensi, seperti indera (pendengaran,
penglihatan, penciuman, dan lain-lain), akal, hati dan lain-lain. Dalam doktrin
islam Adam dan Hawa adalah manusia pertama. Sebelum Adam dijadikan terjadi
dialog antara Malaikat dan Tuhan. Ketika Tuhan berfirman kepada malaikat “ Aku
akan menjadikan di atas bumi ini khalifah, lantas malaikat menjawab “Apakah
kamu (Tuhan) akan menjadikan di atas bumi ini orang (manusia) yang hanya akan
menumpahkan darah serta merusaknya?” Allah menjawab:Aku lebih tahu dari apa
yang tidak kau ketahuai.” Stelah Adam di jadikan senbagai manusia Allah
mengajarkan semua nama-nama barang (Q.S. 30-31). Asal usul manusia terbagi
kepada dua yakni (1) Adam sebagai nenek moyang manusia dan (2) manusia pada umumnya
sebagai keturunan Adam. Penyebutan asal
usul penciptaan Adam beragam dalam Alquran. Alquran memakai istilah fin,
turab, salsal seperti fakhkhar, dan salsal yang berasal dari hama
masnun.
Al-Quran membahas tentang masyarakat
dalam beberapa istilah, diantaranya menggunakan istilah ummah, qaum, qabilah,
sya;b, tha’ifah atau jama’ah. Namun dari sekian banyak istilah yang digunakan
al-Quran lebih banyak menggunakan istilah ummah. Al-Quran menyebut kata ummah
sebanyak 51 kali. Sedangkan kata umam sebanyak 31 kali. Menurut Ali Syari’ati
(1989) makna genetik ummah memiliki keunggulan. Setelah membandingkan dengan
istilah qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah, jama’ah dan lain-lain, ia
berkesimpulan bahwa ummah memiliki keunggulan muatan makna, yakni bermakna
kemanusiaan yang dinamis, bukan entitas beku atau statis. Ummah menurutnya
berasal dari kata amma artinya bermaksud (qashda) dan berniat keras (‘azama).
Pengertian ini memuat tiga makna:”gerakan”.”tujuan” dan “ketetapan hati yang
besar.
Setidaknya terdapat empat aliran pemikiran yang
berkaitan tentang masalah rohani dan jasmani (sudut pandang unsur pembentuk
manusia) yaitu: Aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, dan aliran
aksistensialisme.Masyarakat madani adalah masyarakat
yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam
penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Islam memandang bahwa alam ini
diciptakan Allah, yang mempunyai keteraturan dan diciptakan dengan tujuan
tertentu dan mulia(Q.S. al-Sajadah (32):4, Q.S. al-Furqan (25);2 dan al-Zumar
(39);62). Alam ini tunduk pada sunnah(system) yang telah
diciptakan-Nya,berlangsung dengan keteraturan, setiap unsur bergantung kepada
unsur lain sehingga menjadi satu kesatuan yang sempurna, atau disebut
sunnatullah(hukum keteraturan).
Ada dua fungsi yang sangat penting
menjadi sumber utama dalam pembentukan karakter ialah (1) fungsi memindahkan
nilai-nilai agama dan (2) sekaligus pembentukan karakter anggota
masyarakat-masyarakat. Dari pengertian pendidikan islam tersebut, maka fungsi
pendidikan dalam masyarkat ialah:
Pertama: mengembangkan, memperbaiki,
memimpin, melatih, mengasuh potensi setiap anggota masyarkat (kognitif, afektif
dan psikomotorik) untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, ilmu, akhlak
mulia (karakter kuat positif), dan keterampilan yang diperlukan dalam menjalani
hidup bermasyarakat yang kompleks. Kedua:pewarisan nilai-nilai agama,
nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial-nilai sosial(transmission of
religius values, cultural values and social norms). Ketiga: pendidikan
berfungsi sebagai alat kontrol sosial. Keempat: pendidikan berfungsi alat
pemersatu dan pengembangan pribadi dan sosial
Abdullah,
Syamsuddin, Agama Dan Masyarakat
Pendekatan Sosiologi Agama, Jakarta:KDT,
1997.
Bucaille, Maurice, Asal-Usul
Manusia Menurut Bibel Al-Quran Sains, Bandung: Mizan, 1998.
Dalam Makalah;, Ardy
Kurniawan, Agama Islam Masyarkat Madani, Dikutip Dari
https://Ardhyee.Blogspot.Com. Diakses Pada Hari Jumat 14 September 2018 Jam 14.36
WIB.
Dalam
Makalah;,Wahyu Wijayanta, Hakekat Manusia Dalam Pandangan
Filsafat.
Dikutip dari
http://yayanmafiozo35.blogspot.com.
Diakses pada jumat 14 september 2018 jam 13.58
WIB.
Dalimunthe, Sehat Sultoni, Filsafat Pendidikan Islam Sebuah
Bangunan Ilmu Islamic Studies,
Yogyakarta, Deepublish, 2018.
Jacob, T., dkk. Evolusi Manusia Dan Konsepsi Islam Dimana Letak
ADAM Dalam Teori Evolusi.
Bandung:Gema Risalah Press, 1992.
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan
Karakter Manghadapi Arus Global,
Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2016.
Suriasumantri, Junjun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,
Jakarta:Pustaka Sinar
Harapan, 2009.
[1] Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan
Karakter Manghadapi Arus Global, Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2016.
hlm. 60.
[2]
Sehat Sultoni Dalimunthe, Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Bangunan Ilmu
Islamic Studies, Yogyakarta, Deepublish, 2018. hlm. 71-72.
[4] Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia Menurut Bibel Al-Quran Sains,
Bandung: Mizan, 1998. hlm. 196.
[6] Ibid.,
hlm. 74. Sehat Sultoni Dalimunthe.
[7] T.
Jacob, dkk. Evolusi Manusia Dan Konsepsi Islam Dimana Letak ADAM Dalam Teori
Evolusi. Bandung:Gema Risalah Press, 1992. hlm. 3.
[10] Ibid.,
hlm. 64. Maragustam.
[13]
Junjun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,
Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 2009, hlm. 262.
[14] Ibid.,
hlm. 82-83. Maragustam.
[15] Ibid.,
hlm. 83. Maragustam.
[17] Ibid.,
hlm. 86. Maragustam.
[18]
Syamsuddin Abdullah, Agama Dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama,
Jakarta:KDT, 1997, hlm. 23.
[19] Dalam Makalah;,Wahyu Wijayanta, Hakekat Manusia Dalam Pandangan
Filsafat.
Dikutip dari http://yayanmafiozo35.blogspot.com.
Diakses pada jumat 14 september 2018 jam 13.58 WIB.
[20] Dalam Makalah;, Ardy Kurniawan, Agama Islam
Masyarkat Madani, Dikutip Dari Https://Ardhyee.Blogspot.Com. Diakses Pada Hari Jumat 14 September 2018 Jam 14.36 WIB.
[24] Ibid.,
hlm. 90-91. Maragustam.
Komentar
Posting Komentar