PEMIKIRAN FILOSOFIS K.H.
AHMAD DAHLAN TENTANG PENDIDIKAN DAN RELEVANSINYA DENGAN DUNIA MODERN
Disusun oleh:
Islahul
Mawaddah
Dosen Pengampu Filsafat Pendidikan Islam: Prof. Dr. H. Maragustam, M.A.
- Pendahuluan
Pada awal abad ke 20, dunia
pendidikan Islam masih ditandai oleh adanya sistem pendidikan yang dikotomis
antara pendidikan agama dengan pendidikan umum. Di satu segi terdapat madrasah
yang mengajarkan pendidikan agama tanpa mengajarkan pengetahuan umum dan di
satu sisi terdapat lembaga pendidikan umum yang tidak mengajarkan agama.
Pendidikan Islam juga tidak memiliki visi, misi dan tujuan yang jelas, terutama
jika dihubungkan dengan perkembangan masyarakat. Umat Islam berada dalam
kemunduran yang diakibatkan oleh pendidikannya yang tradisional.K.H. Ahmad
Dahlan adalah tokoh pembaruan pendidikan Islam dari Jawa yang berupaya menjawab
permasalahan umat tersebut di atas. Dialah tokoh yang berusaha memasukkan
pendidikan umum ke dalam kurikulum madrasah.[1]
Dialah tokoh pendidikan Islam yang mencoba melakukan rekonstruksi bangunan
paradigma yang dapat dijadian dasar bagi sistem pendidikan nasional.
Dalam konteks itu, KH. Ahmad Dahlan
merupakan tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya apabila banyak
beraksi, yang mewariskan banyak amal usaha dan bukan tulisan.[2]
Dengan usaha beliau di bidang pendidikan, beliau dapat dikatakan sebagai suatu
model dari bangkitnya sebuah generasi yang merupakan titik pusat dari suatu
pergerakan yang bangkit untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi
golongan Islam yang berupa ketertinggalan dalam sistem pendidikan dan kejumudan
paham agama Islam. Berbeda dengan tokoh-tokoh nasional pada zamannya yang lebih
menaruh perhatian pada persoalan politik dan ekonomi, KH. Ahmad Dahlan
mengabdikan diri sepenuhnya dalam bidang pendidikan. Titik bidik pada dunia
pendidikan pada gilirannya mengantarkannya memasuki jantung persoalan umat yang
sebenarnya.
- Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
biografi K.H. Ahmad Dahlan ?
2.
Bagaimana
pemikiran K.H. Ahmad Dahlan tentang Pendidikan ?
3.
Bagaimana
ciri-ciri dunia modern ?
4.
Bagimana relevansi
Pemikiran Pendidikan K.H Ahmad Dahlan di Era Modern?
- Pembahasan
1.
Biografi K.H. Ahmad Dalan
K.H. Ahmad Dalan
lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1869.[3]
Ayahnya yang bernama K.H. Abu Bakar bin Kyai Sulaiaman merupakan khatib di
masjid jami’ kesultanan Yogyakarta, sedangkan ibunya putri dari Haji Ibrahim yang
merupakan seorang penghulu.[4]
Semenjak kecil
Dahlan diasuh dan dididik sebagai putra kiyai. Pendidikan dasarnya di mulai
dengan belajar, menulis dan mengaji Al-Qur’an, dan kitab-kitab agama.
Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya. Menjelang dewasa ia mempelajari
dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar waktu itu Diantaranya
ia K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqh), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H. R. Dahlan
(ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin
dan Sayyid Bakri (qira’at Al-Qur’an), serta beberapa guru lainya. Dengan data
ini, tak heran jika dalam usia relatif muda, ia telah mampu menguasai berbagai
disiplin ilmu keislaman. Ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuat
Dahlan selalui merasa tidak puas dengan ilmu yang telah dipelajarinya dan terus
berupaya untuk lebih mendalaminya.[5]
Setelah beberapa waktu belajar dengan
sejumlah guru, pada
tahun 1890 Ahmad Dahlan berangkat ke mekah dan ia menuntut ilmu di sana selama satu tahun. Merasa tidak puas dengan hasil
kunjungan pertamanya maka sekitar tahun 1903 dahlan berkunjung kembali ke Makkah dan
kemudian menetap di sana selama dua tahun. Ketika mukim yang kedua kali ini, ia banyak
bertemu dan melakukan muzakkarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim
di Mekkah. Di antara ulama tersebut adalah; Syekh Muhammad Khatib
al-Minangkabawi, Kiyai Nawawi al-Banteni, Kiyai Mas Abdullah, dan Kiyai Faqih
Kembang. Pada saat itu pula, Dahlan mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan
yang dilakukan melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer
Islam, seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abd al-Wahab,
Jamal-al-Din al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain sebagainya. [6]
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan
Siti Walidah, sepupunya sendirii, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak
dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawan Nasional dan pendiri
Aisyiah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, LH. Ahmad Dahlan mendapat enam
orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti
Aisyah, Siti Zaharah.[7]
Pada usia yang masih muda, Ahmad
Dahlan membuat heboh dengan membuat tanda shaf dalam masjid agung denan memakai
kapur. Tanda shaf itu bertujuan untuk memberi arah kiblat yang benar dalam
masjid. Menurut dia letak masjid yang tepat menghadap barat keliru, sebab letak
kota Mekkah berada disebelah barat agak ke utara dari Indonesia. Berdasarkan
hasil penelitian yang sederhana Ahmad Dahlan berkesimpulan bahwa kiblat di
masjid agung itu kurang benar, dan oleh karena itu harus dibetulkan. Penghulu
kepala yang bertugas menjaga masjid Agung dengan cepat menyuruh orang
membersihkan lantai masjid dan tanda shaf yang ditulis dengan benar.[8]
Ide pembaharuan yang berkembang di
Timur Tengah sangat menarik hati K.H. Ahmad Dahlan, terutama bila melihat
realita dinamika umat Islam Indonesia yang cukup stagnan. Sehingga, sepulangnya
ke tanah air, ia sangat aktif menyebarkan gagasan pembaharuan ke berbagai
daerah. Kemudian, atas desakan para muridnya dan beberapa anggota Boedi Oetomo,
maka K.H. Ahmad Dahlan merasa perlu untuk merealisasikan ide pembaharuannya
melalui sebuah organisasi keagamaan yang permanen. Maka didirikanlah organisasi
Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1912 di Yogyakarta. K.H. Ahmad Dahlan
juga membentuk suatu wadah bagi para pemudanya melalui Hizbul
Wathan, sedangkan untuk kaum perempuan dibentuk ‘Aisyiyah.[9]
K.H. Ahmad Dahlan dalam melakukan
pembaharuannya, selalu merujuk pada kitab-kitab “Wajib” yang mempengarui
dirinya dalam melakukan pembaharuan selain membaca kitab-kitab klasik karya
ulama terdahulu kitab-kitab terbitan baru juga dibacanya sebagai perbandingan.[10]
Cita-cita Kyai Haji Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama tegas, ialah hendak
memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita agama Islam.
Usaha-usahanya ditujukan hidup beragama. Keyakinan beliau ialah bahwa untuk
membangun masyarakat haruslah terlebih dahulu dibangun semangat bangsa..
Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam
membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaruan Islam dan pendidikan, maka
Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan
surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah
sebagai berikut:
a.
KH. Ahmad
Dahlan telah memelopori kebangkitan umat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai
bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
b.
Dengan
organisasi Muhanmadiyah yang didirikannya, telah ak memberikan ajaran Islam
yang murni kepada bangsanya. , dan beramal bagi bany Ajaran yang menuntut
kemajuan, kecerdasan masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam.
c.
Dengan
organisasinya, Muhammadiyah al dan pendidikan yang amat diperlukan bagi amal
usaha social dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan
bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
d.
Dengan
organisasinya, Muhammadiyah bagian perempuan (Aisyiyah) telah memelopori
kebangkitan perempuan Indonesia untuk mengecap pendidikan.[11]
K.H. Ahmad Dahlan pulang ke
Rahmatullah pada tahun 1923 Masehi tanggal 23 Februari dalam usia 55 tahun
dengan meninggalkan suatu organisasi Islam yang cukup besar dan disegani karena
ketegarannya.[12]
2.
Pemikiran Pendidikan KH Ahmad Dahlan
Menurut KH. Ahmad
Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam dari pola berpikir yang
statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan
hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan
umat,. Mereka hendaknya di didik agar cerdas, kritis dan memiliki daya analisis
yang tajam dalam memeta dinamika kehidupannya pada masa depan. Adapun kunci
untuk meningkatkan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali pada Al-Qur’an dan
Hadis, mengarahkan umat pada pemahaman ajaran Islam secara komfrehensif, dan
menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Adapun upaya untuk
mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep pendidikan Islam menurut KH.
Ahmad Dahlan ini meliputi:
a.
Tujuan Pendidikan
Ahmad Dahlan
memiliki pandangan yang sama dengan Ahmad Khan (tokoh pembaharu Islam di India)
yakni mengenai pembentukan kepribadian. Ahmad Khan sangat bangga dengan
pendidikan para pendahulunya dan mengakui bahwa pendidikan yang demikian telah
menghasilkan orang-orang besar sepanjang sejarahnya. Sebagimana Ahmad Khan,
Ahmad Dahlan menganggap bahwa pembentukan kepribadian sebagai target penting
dari tujuan-tujuan pendidikan. Ia berendapat bahwa seseorang dapat mencapai
kebesaran di dunia dan akhirat kecuali mereka memiliki kepribadian yang baik.
Seseorang yang memiliki kepribadian baik adalah orang yang mengamalkan
ajaran-ajaran Al-Qur’an dan hadist karena nabi merupakan contoh pengamalan dari
Al-Qur’an dan hadist, sehingga dalam proses pembentukan kepribadian siswa harus
diperkenalkan dengan kehidupan nabi. [13]
Selain menekankan
mengenai pentingnya pembentukan Ahmad Dahlan juga berpandangan bahwa pendidikan
bertujuan untuk menciptakan manusia yang: (1) baik budi, yaitu alim dalam agama
(2) luas pandaangan yaitu alim dalam ilmu-ilmu umum; dan (3) bersedia berjuang
untuk kemajuan masyarakat.[14] Pandangan K.H. Ahmad Dahlan tersebut sebagai
bukti ketidakpuasannya terhadap sistem
dan praktik pendidikan yang ada pada saat itu. Dengan mengadopsi subsansi dan
metodologi pendidikan Barat yang dipadukan dengan sistem pendidtikan
tradisional, Dahlan berhasil menyintesiskan keduanya dalam bentuk pendidikan model
Muhammadiyah.[15]
Pendidikan Islam menurut
K.H Ahmad Dahlan merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa
baik sebagai hamba Allah maupun khalifah dimuka bumi. Untuk mencapai tujuan ini
proses pendidikan Islam hendaknya mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan baik
umum maupun agama, untuk mempertajam daya intelektualitas dan memperkokoh
spiritualitas peserta didik. Menurutnya upaya
ini akan terealisasikan manakala proses pendidikan bersifat integral yang mampu
menghasilkan manusia yang lebih berkualitas. Untuk menciptakan peserta didik
yang demikian, maka sumber ilmu pengetahuan Islam hendaknya dijadikan landasan
metodologis dalam kurikulum dan bentuk pendidikan yang dilaksanakan.[16]
b.
Materi Pendidikan
Di dalam
Muhammadiyah, pendidikan agama dan pendidikan umum dipadukan sedemikian rupa,
dengan tetap berpegang kepada ajaran Al-Quran dan Al-Sunnah, Selain kitab-kitab
klasik berbahasa Arab, kitab-kitab kontemporer berbahasa Arab juga dipelajari,
yang dipadukan dengan pendidikan umum, Dengan model ini, Muhammadiyah telah
menggunakan sistem klasikal model Barat, yang meninggalkan metode weton dan
sorogan dalam sistem tradisional. Dengan sistem pendidikan séperti itu,
Muhammadiyah telah mengenal rencana pelajaran yang teratur dan integral, sehingga
hasil belajar lebih dapat dievaluasi. Hubungan guru dan murid di dalam lembaga
pendidikan Muhammadiyah kiranya lebih akrab, bebas, dan demokratis.[17]
KH. Ahmad Dahlan menginginkan pengelolaan pendidikan Islam secara modern dan
profesional, sehingga pendidikan yang dilaksanakan mampu memenuhi kebutuhan
peserta didik menghadapi dinamika zamannya. Untuk itu, pendidikan Islam perlu
membuka diri, inovatif, dan progresif.
Model pendidikan seperti itu
merupakan kepedulian utama Ahmad Dahlan dalam mengimbangi dan menandingi sekolah pemerintah Belanda. Dia merasa terkesan dengan kerja para misionaris Kristen yang mendirikan sekolah dengan fasilitas lengkap. Dengan mencontoh ini, Dahlan menciptakan lembaga pendidilkan Muhammadiyah sebagai lembaga yang mengajarkan pendidikan agama sebagai mata pelajaran
wajib, Ilmu bahasa dan ilmu pasti disampaikan dalam Muhammadiyah sebagai
matapelajaran yang mengimbangi mata pelajaran agama
(akidah,
Al-Quran, tarikh, dan akhlak). Dengan ini, sistem yang dipakai Muhammadiyah adalah untuk mempertahankan dimensi Islam yang kuat, namun dalam
bentuk yang berbeda dengan sistem tradisional. Dari sini dapat dikatakan bahwa
Dahlan telah berhasil melakukan modernisasi sekolah
keagamaan
tradisional.[18]
Dalam pelaksanaan
pendidikan yang terkait dengan penyempurnaan kurikulum, Ahmad Dahlan telah
memasukkan materi pendidikan agama dan umum secara integratif kepada lembaga
pendidikan sekolah yang dipimpinnya. Materi pendidikan KH.Ahmad Dahlan adalah
al-Qur’an dan Hadith, membaca, menulis, berhitung menggambar. Materi al-Qur’an
dan Hadith meliputi: ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam
menentukan nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran al-Qur’an dan Hadith
menurut akal, kerjasama antara agama-kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas
perubahan, nafsu dan kehendak, demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan
berfikir, dinamika kehidupan dan peranan manusia di dalamnya dan akhlak.[19]
Di samping itu,
KH.Ahmad Dahlan menggagas pengkajian ilmu pengetahuan secara langsung, sesuai
prinsip-prinsip al-Qur’an dan Hadith, bukan semata-mata pada kitab tertentu.
Upaya mengaktualisasikan itu bukan hal yang mudah, hal ini didasarkan seting
lembaga-lembaga pendidikan tradisional saat itu terbatas pada dimensi religius
yang membatasi pada pengkajian kitab-kitab klasik para mujtahid terdahulu,
khususnya pada Madzhab Syafi’i.[20]
Idiologi ilmiah
semacam ini digunakan sebagai pelindung oleh kelompok tradisional guna
mempertahankan semantik statis terhadap epistemologi yang telah dikembangkan.
Sikap demikian hanya akan melahirkan pemikir “pemamah” yang tak mampu mengolah
secara kritis ilmu pengetahuan yang diperolehnya, sehingga mereka kurang bisa
berkompetisi secara produktif dan kreatif terhadap perkembangan peradaban
kekinian. Dari sini tampak sekali langkah-langkah pembaruan yang bersifat
”reformasi” yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan, dengan merintis lembaga pendidikan
”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Gagasan pendidikan yang
dipelopori KH. Ahmad Dahlan, merupakan perubahan dan pembaruan karena mampu
mengintegrasikan aspek nilai-nilai agama dan pengetahuan umum, iman dan
kemajuan teknologi, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang
mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya.
c.
Metode Mengajar
Di
dalam menyampaikan ilmu agama, K.H. Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan
yang tekstual, melainkan kontekstual melalui proses penyadaran. Ahmad Dahlan
berpendapat, bahwa pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan saja atau
difahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi.[21]
Hal
tersebut dapat di lihat dari sebuah cerita mengenai kajian surah Al-Maun antara
Ahmad Dahlan dengan Murid-muridnya. Kisah ini di mulai ketika para murid yang
belaiar mengkaji Kitab Al Quran kepada Kiai Ahmad Dahlan merasa bosan karena
pelajaran Surat Al Maun yang telah mereka hafal dan pahami artinya, belum
dilanjutkan pada pelajaran surat yang lain. Ketika para murid itu mengajukan
keberatan, Kiai bertanya apakah sudah hafal surat pendek tersebut. Ketika para
murid menjawab bahwa mereka sudah hafal, Kiai bertanya apakah mereka sudah
mengerti dan memahami isi dan maksud rat Al Maún tersebut, yang dijawab oleh
para bahwa mereka sudah memahami isi dan maksud tersebut. Kiai lalu bertanya,
apakah para murid sudah melaksanakan isi dan maksud surat tersebut dalam
kehidupan mereka, para murid pun mulai mengerti apa sebab dan alasan mengapa
Kiai tidak melanjutkan pelajaran.[22]
Bagi Ahmad Dahlan,
Ajaran Islam tidak membumi dan dijadikan pandangan hidup pemeluknya, kecuali
dipraktikkan. Betapapun bagusnya suatu program menurut Ahmad Dahlan jika tidak
dipraktikkan tidak akan bias mencapai tujuan bersama. Karena itu dahlan tidak
terlalu banyak mengelaborasi ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi ia lebih banyak
mempraktikkannya dalam amal yang nyata. Aplikasi dari surah Al-Ma’un ini
ditandai dengan terealisirnya rumah-rumah yatim dan menampung orang-orang
miskin. [23]
Ahmad Dahlan juga memilih
menggunakan metode ceramah. Sebagai guru, ia masih merupakan sumber utama dari
proses pembelajaran. Hal ini tentu dapat dipahami, mengingat kondisi saat itu,
selain juga masih terbawa metode pendidikan ala pesantren. Seperti kita
ketahui, dalam pesantren saat itu, pembelajaran yang menggunakan metode
bandongan dan sorogan, sistem pengajarannya berjalan satu arah. Dari kyai
kepada santri, di sini kyai merupakan satu-satunya sumber belajar, selain
kitab-kitab yang dipelajarai tentunya. Dalam sistem dan metode semacam ini,
hampir pasti tidak ada unsur dialogis. Namun
demikian, sekalipun metode pembelajarannya non diskusi, namun Dahlan menerapkan
pola “learning by doing” (belajar sambil melakukan). Ilmu yang telah diajarkan
harus diamalkan, karena ilmu dan amal adalah satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan.
d.
Pembaharuan Teknik Penyelenggaraan Pendidikan
Usaha Ahmad Dahlan
untuk memperbaiki teknik perencanann pendidikan dengan jalan modernisasi dalam
sistem pendidikan yaitu menukar sistem pondok dan pesantren dengan sistem
pendidikan modern sesuai dengan tuntutan zaman. Usaha tersebut diwujudkan dalam membaga
pendidikan yang bersifat spesifik yaitu mengadopsi
sistem
persekolahan Barat, terapi dimodifikasi sedemikian rupa
sehingga
berjiwa Nusantara yang mempunyai misi Islami.[24]
Ada dua model persekolahan, yaitu (a) Model persekolahan umum. Sekolah
pertama yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan 1911 di Kauman, Yogyakarta.
Sekolah ini merupakan sekolah tingkat dasar yang berawal dari
sebuah pengajian. Sekolah ini mempunyai murid laki-laki dan
perempuan sekaligus, yang diajar denagn menggunakan papan tulis dan
kapur, bangku-bangku, serta alat peraga. Penyelenggaraan pendidikan
seperti ini adalah yang pertama kali menggabungkan antara sistem pengajaran
pesantren dengan barat. (b) Madrasah. Selain mendirikan
sekolah Ahmad Dahlan juga mendirikan madrasah yang mengikuti model gubernamen
bersifat agamis yang disebut sebagai madrasah. Perbedaan dengan sekolah
terletak pada
kurikulumnya, yaitu 60 % agama dan selebihnya nonagama. Sementara di
Muhammadiyah, dilakukan pembaruan Teknik
interaksi belajar. Teknik interaksi belajar yang di pakai adalah model pembaruan yang memadukan
sistem pendidikan Barat dengan model pesantren, yaitu
pelajaran yang diberikan kepada murid laki-laki dan perempuan bersamaan.
Masyarakat menganggap asing terhadap model belajar seper ini dan bahkan tidak
jarang mereka menyebutnya sekolah kafir.[25]
3.
Ciri-ciri Dunia Modern
Ada beberapa
pandangan mengenai corak kehidupan di masa modern sekarang ini. Pertama,
menurut Daniel Bell, kehidupan di masa sekarang dan mendatang akan ditandai
oleh dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan untuk
berintegrasi dalam kehidupan ekonomi, dan kecenderungan untuk berpecah belah
dalam kehidupan politik. Dua kecenderungan ini sudah menjadi kenyataan di
berbagai kawasan dunia ini.
Corak kedua, ialah
bahwa globalisasi akan mewarnai seluruh kehidupan di masa mendatang. Salah satu
arti “globalisasi” ialah bahwa masalah-masalah tertentu seperti masalah
pertumbuhan penduduk, masalah lingkungan, masalah kelaparan, masalah narkotika,
masalah HAM untuk menyebut beberapa contoh yang dipandang sebagai
persoalan-persoalan yang bersifat global dan menyangkut nasib seluruh umat
manusia. Di dalam zaman globalisasi ini, tidak ada satu negara pun yang dapat
bersembunyi dari sorotan dunia dan menutup diri terhadap kekuatan-kekuatan
global yang terdapat di seluruh dunia.
Corak ketiga yang
banyak pula dikemukakan orang ialah bahwa kemajuan sains dan teknologi yang
terus melaju dengan cepatnya ini akan merubah secara radikal situasi dalam
pasar tenaga kerja. Kemajuan teknologi menyebabkan pekerjaan-pekerjaan tertentu
tidak diperlukan lagi, dan timbullah pekerjaan-pekerjaan baru yang menuntut
kecakapan baru. Muncullah tuntutan untuk mampu menyesuaikan diri dengan
teknologi baru. Akibat dari situasi semacam inilah maka “pendidikan ulang”
(reeducation) atau “pelatihan ulang” (retraining) menjadi suatu keharusan untuk
mempertahankan produktifitas dan untuk mengurangi pengangguran.
Kecenderungan
keempat yang banyak disebut-sebut oleh para ahli ialah bahwa proses
industrialisasi dalam ekonomi dunia menuju pada penggunaan teknologi tingkat
tinggi. Alat-alat produksi dengan teknologi rendah akan “dieksport” dari
negara-negara maju ke negara-negara yang ekonominya masih terbelakang.
Negara-negara maju akan memusatkan kegiatan ekonomi mereka pada usaha-usaha
yang menghasilkan nilai tambah yang cukup tinggi.[26]
4.
Relevansi Pemikiran Pendidikan K.H Ahmad Dahlan di Era
Modern
Keterkaitan
pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam
pendidikan Islam di Era Modern ini adalah aspek tujuan pendidikan Islam dan
kurikulum pendidikan Islam, karena pemikiran KH. Ahmad Dahlan hendak
menyinergikan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Apalagi di era
Modern ini, arah pendidikan Islam itu sendiri tidak hanya menjadikan manusia
memiliki kemampuan secara kognitif, afektif, dan psikomotorik tetapi dalam diri
seseorang harus tertanam sikap dan pribadi yang berakhlak karimah. Dan
pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang konsep pendidikan Islam sarat dengan ide-ide
yang berkenaan dengan upaya menanamkan nilai-nilai kepribadian, etika, dan
moral dalam diri anak didik. Walaupun pemikiran KH.Ahmad Dahlan telah ada sejak
masa penjajahan, namun tak mengurangi para generasinya untuk mengembangkan dan
melanjutkan semangat pembaharuan KH. Ahmad Dahlan. melalui perkumpulan
Muhammadiyah yang didirikannya, dan hingga makin menunjukkan eksistensi secara fungsional
dan nasional.
Keterkaitan
pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam
pendidikan Islam di Era Modern ini juga dapat dilihat dari cita-cita pendidikan
yang digagas oleh K.H. Ahmad Dahlan, yakni lahirmya manusia-manusia baru yang
mampu tampil sebagai “ulama intelek” atau "intelek-ulama”, yaitu seorang
Muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan
ruhani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, pada
saat itu K.H. Ahmad Dahlan melakukan dua tindakan, yaitu memberi pelajaran
agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah
sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan
tersebut di era modern saat ini sudah menjadi fenomena umum, yang pertama sudah diakomodir negara dan yang
kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam. Namun, ide K.H.
Ahmad Dahlan tentang model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan
Muslim ulama-intelek masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan
integralistik inilah sebenarnya warisan yang mesti kita eksplorasi terus sesuai
dengan konteks ruang dan waktu, masalah teknik pendidikan bisa berubah sesuai
dengan perkembangan imu pendidikan atau atau psikologi perkembangan.[27]
- Penutup
1.
Kesimpulan
Berdasarkan pada
uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal,
sebagai berikut:
Pertama mengenai
sosok K.H. Ahmad Dahlan beliau merupakan tokoh pembaruan pendidikan Islam dari
Jawa. Beliau dapat dikatakan sebagai suatu model dari bangkitnya sebuah
generasi yang merupakan titik pusat dari suatu pergerakan yang bangkit untuk
menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi golongan Islam yang berupa
ketertinggalan dalam sistem pendidikan dan kejumudan paham agama Islam
Kedua, Pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang
konsep pendidikan Islam dapat terlihat pada usaha beliau yang menampilkan wajah
pendidikan Islam sebagai suatu sistem pendidikan yang integral. Pemikiran KH.
Ahmad Dahlan yang hendak mengintegrasikan dikotomi ilmu pengetahuan, menjaga
keseimbangan, bercorak intelektual, moral dan religius dapat terlihat pada
aspek pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang meliputi : a) tujuan pendidikan Islam;
beliau berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam yang sempurna adalah
melahirkan individu yang utuh, dapat menguasai ilmu agama dan ilmu umum,
material dan spiritual; b) Materi pendidikan KH.Ahmad Dahlan adalah pendidikan agama sebagai mata pelajaran
wajib, Ilmu bahasa dan ilmu pasti c) Metode penyampaian
ilmu agama, K.H. Ahmad Dahlan menggunakan pendekatan kontekstual melalui proses
penyadaran. Materi pendidikan KH.Ahmad Dahlan adalah al-Qur’an dan Hadith,
membaca, menulis, berhitung menggambar. d) Pembaharuan teknik penyelenggaraan pendidikan
dilakukan dengan jalan modernisasi dalam sistem pendidikan yaitu menukar sistem
pondok dan pesantren dengan sistem pendidikan modern dengan cara membuat dua model persekolahan,
yaitu model persekolahan umum dan Madrasah.
Ketiga, beberapa karakteristik dari dunia modern yakni a) adanya kecenderungan untuk berintegrasi dalam kehidupan ekonomi, dan
kecenderungan untuk berpecah belah dalam kehidupan politik. b) tidak ada satu
negara pun yang dapat bersembunyi dari sorotan dunia dan menutup diri terhadap
kekuatan-kekuatan global yang terdapat di seluruh dunia. c) kemajuan sains dan
teknologi yang terus melaju dengan cepatnya. ini akan merubah secara radikal
situasi dalam pasar tenaga kerja. d) dan proses industrialisasi dalam ekonomi
dunia menuju pada penggunaan teknologi tingkat tinggi.
Keempat,
Keterkaitan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan
dalam pendidikan Islam di Era Modern ini adalah aspek tujuan pendidikan
Islam dan kurikulum pendidikan Islam, karena pemikiran KH. Ahmad Dahlan hendak
menyinergikan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Keterkaitan
pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam
pendidikan Islam di Era Modern ini juga dapat dilihat dari cita-cita pendidikan
yang digagas oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan
mengintegrasikan dua sistem pendidikan yang mana di era modern saat ini
sudah menjadi fenomena umum, yang
pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh
yayasan pendidikan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Badiatul Roziqin, Badiatul Muchlisin Asti, Junaidi
Abdul Manaf, 101 Jejak Tokoh Islam
Indonesia, Yogyakarta: Nusantara, 2009.
Basri, Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka
Setia, 2009.
Man Khotib, “Pendidikan di Era Modern”, dikutip dari http://mankhotib.blogspot.com/2011/06/pendidikan-di-era-modern.html,
di akses padahari Sabtu tanggal 15 September 2018 pukul 13.30 WIB
Mulkhan, Abdul
Munir Mulkhan, Jejak Pembaruan Sosial dan
Kemanusiaan Kiai Ahmad Dahlan, Jakarta: Kompas, 2010.
Nata, Abuddin, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005.
Nizar Samsul, Filsafat Pendidikan Islam pendekatan
Historis Teoritis dan Prakti, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Ramayulis,
Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan
Islam (Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia), Ciputat:Quantum
Teaching, 2005.
Syamsul
Kurniawan, Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran
Tokoh Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Steenbrink Karel A., Pesantren, Madrasah. Sekolah, Jakarta,
LP3ES, 1986.
Suharto Toto, Filsafat
Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006.
Suryanegara, Ahmad Mansur, Api Sejarah, Bandung: Surya Dinasti, 2016.
Zuhairi dkk, Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.
MAKALAH PRAREVISI
[1] Abuddin Nata, Tokoh-tokoh
Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo,
2005), hlm. 98.
[2] Adi Nugroho, K.H. Ahmad
Dahlan Biografi Singkat 1869-1923, (Yogyakarta: Garasi, 2015), hlm. 120.
[3] K.H. Ahmad Dahlan dimasa
kecilnya bernama Mochammad
Darwis bin Kiai Hadii Aboebakar. Silsilahnya di atasnya
adalah sebagai berikut: bin K.H Muhammad Soelaiman, bin Kijai Moertadlo, bin Kjai llyas, bin Demang
Djoerang Djoeroe Sapisan, bin Maoelana Soelaiman bin Giblig Jdatinom, bin
Maulana Mohammad Fadleelloh (Prapen), bin Maoelana Ainoel Jaqin bin Maulana
Ishag, bin Maoelana Malik Ibrahim Walijulloh. Lihat di
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah,
Bandung: (Surya Dinasti, 2016), hlm 438.
[4] Zuhairi dkk, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 199.
[5] Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedia
Tokoh Pendidikan Islam (Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan
Indonesia), (Ciputat:Quantum Teaching, 2005), hlm. 202-203.
[6] Samsul Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam pendekatan Historis Teoritis dan Prakti, (Jakarta: Ciputat
Pers, 2002) hlm. 101
[8] Karel A. Steenbrink, Pesantren,
Madrasah. Sekolah, (Jakarta, LP3ES, 1986), hlm 91.
[9] Samsul Nizar, Filsafat…, hlm.
102.
[10] Di antara kitab-kitab yang sempat tercatat
sebagai kesukaan, serta disebut-sebut yang memberi inspirasi beliau dalam
perjuangan yang dipilibnya ialah Tafsir Juz 'Amma, dan Islam wan Nashraniyah,
karangan Syekh Muhammad Abduh, Tafsir Manar dan Majalah al-Urwatul Wutsqa
karangan Sayid Rasyid Ridha. Kitab Kanzl Ulum, kitab at-Tawassul wal Wasilah
karangan Ibnu Taimiyah. Dairul ma’arif
karangan Farid Wajdi. Kitab Tafshilun Nasyatain Takhails Saadarain,
Matan al-Hikam karangan Ibnu 'Athaillah. Dan kitab al-Qashaid karangan Di ata
Tasid, Abduh. Tafsir al-Manar dan Majalah al-Urwatul Wuisqa karangan Sayid R
Abdullah al-Athas. Lihat Badiatul
Roziqin, Bdiatul Muchlisin Asti, Junaidi Abdul Manaf, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, (Yogyakarta: Nusantara, 2009),
hlm. 69
[11] Adi Nugroho, K.H. Ahmad…, hlm.
44-45.
[12] Zuhairi dkk, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 202.
[13] Abuddin Nata, Tokoh…, hlm. 101-102
[14] Toto Suharto, Filsafat
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006), hlm. 306.
[15] Ibid., 306.
[16] Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan…, hlm. 107.
[17] Toto Suharto, Filsafat…,
hlm. 306.
[18] Ibid., hlm. 306-307.
[19] Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedia…,
hlm. 210
[20] Ibid…, hlm. 208
[21] Adi Nugroho, K.H. Ahmad…, hlm.
122.
[22] Abdul Munir Mulkhan, Jejak
Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan Kiai Ahmad Dahlan, (Jakarta: Kompas, 2010),
hlm. 110.
[23] Adi Nugroho, K.H. Ahmad…, hlm.
123-124.
[24] Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2011), hlm. 200.
[25] Ibid., hlm. 200-201.
[26] Man Khotib, “Pendidikan di Era Modern”, dikutip dari http://mankhotib.blogspot.com/2011/06/pendidikan-di-era-modern.html,
di akses padahari Sabtu tanggal 15 September 2018 pukul 13.30 WIB.
[27] Adi Nugroho, K.H. Ahmad…,
hlm. 122.
Terimakasih.. Sangat bermanfaat
BalasHapusTerima kasih semoga pendidikan Islam semankin maju.
BalasHapus