SEJARAH
DAN PERAN UII DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Disusun oleh:
Nur Azizah
Makalah Peradaban dan Pemikiran Islam
Dosen Pengampu: Dr. Junanah, MIS
A. PENDAHULUAN
Universitas
adalah suatu lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai peranan strategis dalam
membangun suatu bangsa. Hasil kajian tentang universitas di berbagai negara
menunjukkan kuatnya hubungan antara keberhasilan pendidikan dengan tingkat
kemajuan bangsa-bangsa tersebut. Melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi dan
berkolaborasi dengan pemerintah universitas yang berkualitas mampu membangun
peradaban, dapat menciptakan dan menemukan solusi atas permasalahan masyarakat
dan negara. Saat ini keberadaan universitas di Indonesia dalam posisi yang
rendah, jauh tertinggal dibandingkan dengan universitas di negara-negara lain.
Hal ini berdampak pada rendahnya kualitas daya saing sumber daya dan taraf
hidup manusia Indonesia dalam berbagai aspek.
Berdasarkan Human
Development Indeks (HDI) tahun 1998 bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-96
dari 174 negara berdasarkan indikator kependudukan, pendidikan dan kesehatan.
Posisi Indonesia jauh tertinggal dibandingkan Malaysia, Thailand, Singapura dan
Korea Selatan yang masing masing menduduki peringkat ke-60, 59, 28 dan 30.
Kemudian tahun berikutnya menunjukkan peringkat HDI Indonesia menurun ke urutan
105, sementara Filipina meningkat dari urutan 98 ke peringkat 77, Malaysia naik
dari peringkat 60 ke peringkat 56 dan Singapura naik dari peringkat 28 ke
peringkat 22[1].
Sementara
survei tentang mutu pendidikan tinggi di Asia tahun 1997, dari 50 perguruan
tinggi di Asia, hanya 5 perguruan tinggi Indonesia yang masuk dalam peringkat,
yaitu ITB ke-19, UI ke-32, UGM ke-37, UNAIR ke38 dan UNDIP ke-42[2]. Universitas-universitas
di atas adalah universitas negeri yang otomatis dikelola pemerintah dan
memiliki anggaran khusus dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun demikian, posisi atau rangking universitas negeri tersebut masih rendah
dibandingkan dengan universitas negara tetangga. Jika universitas yang dikelola
pemerintah saja kualitasnya masih rendah, bagaimana pula dengan kualitas
universitas swasta yang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan universitas
negeri.
Pada
awal kemerdekaan Indonesia yaitu masa revolusi 1945-1961, Pemerintah mendirikan
beberapa perguruan tinggi antara lain: Universitas Gajah Mada di Yokyakarta
tahun 1949, Universitas Indonesia di Jakarta tahun 1950, Universitas Sumatera
Utara di Medan tahun 1952, Universitas Airlangga di Surabaya tahun 1954, IKIP
di Bandung tahun 1954, Universitas Andalas di Padang tahun 1956 dan PTAIN di
Yogyakarta tahun 1951. PTAIN tersebut diambil alih pemerintah dari Fakultas
Ilmu Agama UII, sebagai ungkapan pengakuan pemerintah terhadap golongan
"Islam" yang merupakan bagian integral dari bangsa Indonesia, setelah
sebelumnya golongan "nasionalis" mendapatkan Universitas Gadjah Mada,
di Yogyakarta[3],
ADIA di Jakarta 1957 yang kemudian mengalami peningkatan menjadi IAIN Jakarta
tahun 1960[4].
Di lihat dari tahun berdirinya perguruan tinggi tersebut seluruhnya didirikan
pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno yang disebut sebagai masa revolusi.
Pada
masa revolusi kondisi sosial masyarakat dan negara belum stabil, goncang dan
bergejolak baik dari segi ideologi, keagamaan, politik, ekonomi, dan
pendidikan. Wacana penentuan konsep bernegara termasuk persoalan landasan dasar
negara masih dalam perdebatan. Krisis identitas kebangsaan sampai pada krisis
ideologi, isu dan fitnah dari Komunis memecah belah persatuan masyarakat.
Kondisi bangsa Indonesia tersebut dapat dimaklumi, sebagai dampak penjajahan
selama tiga setengah abad oleh Belanda (1592- 1942) dan tiga setengah tahun
oleh Jepang (1942-1945).
Kondisi
tersebut sangat membutuhkan suatu penanganan serius dari segi keilmuan. Hal
inilah yang mendorong pemerintah, tokoh nasional, baik pribadi, keluarga,
yayasan maupun organisasi bangkit untuk mencerdaskan masyarakat melalui lembaga
pendidikan. Sehingga berdirilah lembaga pendidikan yang berjenjang dari
pendidikan rendah hingga pendidikan tinggi. Diharapkan dengan adanya perguruan
tinggi permasalahan bangsa dapat diselesaikan secara ilmiah. Sesuai dengan
fungsi perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan dan pengajaran,
penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Di
kalangan umat Islam sendiri motivasi dan semangat mendirikan perguruan tinggi
Islam terinspirasi dari konsep “Universitas Islam” oleh Dr. Satiman
Wirjosandjoyo ketua pertama partai Masyumi. Ia menulis dalam sebuah artikel di
Pedoman Masyarakat tahun 1938 berjudul “Sekolah Tinggi Islam”. Gagasan itu
dengan cepat ditanggapi oleh penulis muda bernama A. Muchlis, yang kemudian
diketahui adalah nama samaran M. Natsir. Ia adalah ketua Masyumi ke-2 menggantikan
Dr. Satiman Wirjosandjoyo. Kedua orang itu ternyata bukan penggagas pertamanya,
sebab gerakan untuk mendirikan perguruan tinggi Islam telah timbul dalam
masyarakat, paling tidak di empat kota yaitu Padang, Betawi (Jakarta), Solo,
dan Surabaya. Akan tetapi perbincangan di media masa adalah sebuah pencerahan
pemikiran, karena sejak itu terus bergulir sebuah gagasan baru yang mengawali
tahap baru dalam gerakan pendidikan tinggi Islam di Indonesia.[5]
Maka
dari itu, di sini kita akan sedikit membahas mengenai salah satu universitas
islam yang ada di Indonesia, yaitu Universitas Islam Indonesia. Terkhususnya
lagi, kita akan membahas mengenai sejarah dan peran UII dalam perkembangan
pendidikan islam di Indonesia.
B. PEMBAHASAN
1. SEJARAH UII
Pada
penghujung masa penjajahan, Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam
(STI) di Jakarta pada 8 Juli 1945. Perguruan tinggi ini dipimpin oleh K.H.
Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir, dan Muhammad Hatta[6].
Kemudian STI dipindahkan ke Yogyakarta tahun 1946, dan berganti nama menjadi
Universitas Islam Indonesia (UII) pada 22 Maret 1948[7].
Keistimewaaan UII adalah didirikan oleh tiga macam intelegensia. Pertama, inteligensia
tradisional, yakni K.H. Wahid Hasyim, tokoh NU. Kedua, K.H. Mas Mansur, K.H. A.
Kahar Muzakir dan K. H. Fathurahman Kafrawi, mereka adalah tokoh Muhammadiyah.
Ketiga, intelegensia modern, yakni Drs. Muhammad Hatta, Mohammad Natsir, Dr.
Satiman Wirjosandjoyo, Mr. Muhammad Roem, Abikusno Tjokrosujoso dan H. Anwar
Tjokroaminoto[8].
Universitas
Islam Indonesia didirikan pada tanggal 27 Rajab 1364 H atau bertepatan dengan 8
Juli 1945 (40 hari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia),
dengan nama Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta. STI adalah cita-cita luhur
tokoh-tokoh nasional Indonesia yang melihat kenyataan bahwa ketika itu
pendidikan tinggi yang ada adalah milik Belanda (Technische Hoogeschool atau
Institut Teknologi Bandung kini, Recht Hoogeschool di Jakarta dan Sekolah
Tinggi Pertanian di Bogor). STI lahir untuk menjadi bukti adanya kesadaran
berpendidikan pada masyarakat pribumi. Dibidani oleh tokoh-tokoh nasional
seperti Dr. Moh. Hatta (Proklamator dan mantan Wakil Presiden RI), Moh. Natsir,
Prof. KHA. Muzakkir, Moh. Roem, KH. Wachid Hasyim, dll, menjadikan STI sebagai
basis pengembangan pendidikan yang bercorak nasional dan Islamis serta menjadi
tumpuan harapan seluruh anak bangsa.
Seiring
hijrahnya ibukota Republik Indonesia ke Yogyakarta, maka STI pun hijrah dan
diresmikan kembali oleh Presiden Soekarno pada tanggal 27 Rajab 1365 H atau
bertepatan dengan tanggal 10 April 1946 bertempat di nDalem Pangulon
Yogyakarta. Untuk peningkatan peran dalam perjuangan, maka STI yang kala itu
menjadi satu-satunya perguruan tinggi Islam, diubah menjadi universitas dengan
nama University Islam Indonesia atau sekarang Universitas Islam Indonesia
(Islamic University of Indonesia, Al Jami’ah Islamiyah Al Indonesiyah) pada
tahun 1947. Realisasi perubahan STI menjadi UII didahului pembukaan kelas
pendahuluan (semacam pra universitas) yang diresmikan pada bulan Maret 1948 di
Pendopo nDalem Purbojo, Ngasem Yogyakarta. Sedangkan , pembukaan UII
(menggantikan STI) secara resmi diselenggarakan pada tanggal 27 Rajab 1367 H
(bertepatan dengan tanggal 4 Juni 1948) bertempat di nDalem Kepatihan
Yogyakarta dan mendapat kunjungan dari para menteri serta pejabat sipil dan
militer lainnya.
Dengan
demikian, pada tanggal 27 Rajab (4 Juni 1948) hadirlah University Islam
Indonesia yang merupakan wajah baru STI dan telah resmi beroperasi sejak tiga
tahun sebelumnya di Negara Republik Indonesia. Pada saat diresmikan UII membuka
empat Fakultas, yaitu: Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum,Fakultas Pendidikan,
dan Fakultas Agama.
UII
sebagai universitas swasta tertua di Indonesia, kemudian berkembang sangat
pesat dengan lebih 22 fakultas cabang, tersebar diseluruh Indonesia (Surakarta,
Madiun, Purwokerto, Gorontalo, Bangil, Cirebon dan Klaten) dengan pusatnya di
Yogyakarta. Namun seiring dengan kebijaksanaan pemerintah bahwa cabang universitas
harus ditiadakan, maka cabang-cabang ini kemudian tumbuh sebagai perguruan
tinggi baru (baik negeri ataupun swasta) atau tergabung dengan perguruan tinggi
negeri yang telah ada. Jadi secara tidak langsung UII mendorong tumbuh dan
berkembangnya perguruan-perguruan tinggi di berbagai kota di Indonesia dan UII
secara nyata menjadi bagian dari sejarah pendidikan nasional itu sendiri.
Satu
misi sederhana dalam kata namun berat, sangat berat, bahkan dalam kenyataannya
yang teremban dalam perjalanan sejarah ini adalah mewujudkan kata-kata Bung
Hatta dalam pidato peresmian UII kala itu, di sekolah Tinggi Islam ini akan
bertemu agama (religion) dengan ilmu (science) dalam kerjasama yang baik untuk
membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat[9]
2. PERAN UII DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
Berdasarkan SK
Rektor UII Nomor : 39/B.IV/Rek/1990 pada tanggal 20 Juni 1990, maka dibentuklah
unit penunjang akademik yang memberikan manfaat pelayanan baik internal maupun
eksternal, yang dinamakan dengan Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPM).
Kemudian pada tanggal 8 Maret 1979 di ubah menjadi Pusat Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat (P3M). kemudian tanggal 16 Juni 1982 di ubah lagi menjadi
Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat (LPPM). Selanjutnya agar tercipta optimalisasi kerja,
maka LPPM yang mempunyai tugas ganda yaitu penelitian dan pengabdian ini, pada
tanggal 20 Juni 1990 di pisah menjadi dua lembaga yaitu Lembaga Penelitian (LP)
dan Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPM) sampai sekarang.
LPM adalah unsur pelaksana akademik yang mempunyai tugas
melaksanakan, mengkoordinasikan, memantau dan menilai pelaksanaan pengabdian
pada masyarakat serta ikut mengusahakan sumber daya yang diperlukan. LPM UII,
dalam melaksanakan tugasnya, dibantu oleh pusat kuliah kerja nyata dan pusat
pelatihan dan pengembangan masyarakat serta bagian administrasi umum[10].
LPM mendasar kegiatannya untuk mencapai tujuan antara lain : mengamalkan ilmu
pengetahuan, teknologi, sosial dan budaya demi pemberdayaan, kemajuan dan
kesejahteraan masyarakat.
Salah satu tujuan lahirnya Universitas Islam Indonesia,
adalah menjadikan alumninya sebagai sarjana muslim yang memiliki kemampuan
dalam bidang keilmuan, serta memiliki kefahaman dalam bidang agama islam. Untuk
mendukung ke arah tujuan tersebut, sudah semestinya proses belajar mengajar di
dalamnya harus berorientasikan pada pemenuhan tujuan institusional. Salah satu
langkah yang dilakukan UII guna pemenuhan tujuan tersebut adalah dengan
membentuk unit penunjang akademik yang memberikan manfaat pengembangan dakwah
islamiyah dan pendidikan islam baik internal maupun eksternal. Unit lembaga ini
berdasarkan SK Rektor No. 45/B. III/Rek/1990 tanggal 20 Juli 1990 dinamai
Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Agama Islam (LPPAI)[11].
Secara eksternal, pada tingkat yayasan UII dihadapkan
pada UU yayasan yang mengharuskan semua lembaga yang berbentuk yayasan
menyesuaikan diri dengan UU tersebut. Penyesuaian diri tersebut berimplikasi
pada perubahan struktur yayasan yang selama ini telah ditetapkan dalam kaidah
dasar dan peraturan rumah tangga badan wakaf UII. Munculnya rancangan UU badan
hukum pendidikan juga sempat menimbulkan pemikiran bagi UII, karena di dalamnya
juga berimplikasi pada perubahan struktur organisasi yang tidak mudah untuk
diakomodasi.
Tantangan lain yang dihadapi UII adalah munculnya banyak
pesaing akibat dari terbukanya peluang perguruan tinggi asing di Indonesia
setelah ditanda tanganinya General Agreement on Trade and Services (GATS).
Jalan yang dijalani UII sangat terjal, ketika dikaitkan dengan image kota
Yogyakarta yang tidak lagi seharum pada tahun-tahun sebelumnya. Jika pada tahun
sebelumnya Yogyakarta di kenal sebagai kota pelajar, pada tahun-tahun ini
predikat tersebut mulai banyak dipertanyakan. Bahkan sebaliknya, image yang
terbangun di kalangan masyarakat adalah pergaulan bebas di kalangan mahasiswa
yang cukup tinggi. Puncaknya ketika dilansirnya sebuah penelitian yang
menunjukkan bahwa 97% mahasiswi di Yogyakarta telah hilang keperawanannya.
Dampak dari di lansirnya penelitian tersebut adalah banyak orang tua calon
mahasiswa yang mulai berpikir dua kali untuk menyekolahkan puta-putrinya ke
Yogyakarta.
Upaya yang dilakukan UII dalam menghadapi kondisi
tersebut secara garis besar yaitu :
-
Peningkatan kualitas proses pendidikan
-
Peningkatan kualitas pelayanan
-
Penataan SDM (Human Capital)
-
Pengembangan lembaga bisnis
-
Pengembangan lembaga pemberdayaan potensi masyarakat
-
Pengembangan saran fisik
-
Penataan administrasi keuangan.
C.
KESIMPULAN
Universitas Islam Indonesia merupakan perguruan tinggi swasta pertama di
Indonesia ini merupakan perguruan tinggi nasional yang berlandaskan nilai
ke-islaman. Dan UII sampai kini bertahan pada identitasnya, murni dalam
pengabdian dan pengorbanan, serta memacu diri untuk mencapai kemajuan. UII
berusaha untuk selalu berada di gardu terdepan dalam upaya menverdaskan bangsa
dan peningkatan kesejahteraan lahir dan batin.
MAKALAH PRAREVISI
DAFTAR
PUSTAKA
Fasli
Jalal dan Dedi Supriadi, 2001, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, (Yogyakarta:
Depdiknas, Bappenas dan Adicita Karya Nusa)
Johan
Hendrik Meuleman, IAIN di Persimpangan
Jalan, Mozilla Firefox, diunduh 10 April 2018.
Azyumardi
Azra,2001, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru
(Ciputat: Kalimah, cet. ke-3)
Dawam
Raharjo,2001, Islam dan Transformasi Budaya (Yogyakarta:
Dana Bhakti Prima Yasa)
Zuhairini, 1995, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi
Aksara, cet. ke-4)
Uswatun,
2013, sejarah UII, http://uswatun8.students.uii.ac.id/2013/12/17/sejarah-uii/
, di ambil pada 11 April 2018, pukul : 21.00
Djauhari Muhsin, dkk, 2002, Sejarah & Dinamika Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta: Badan Wakaf UII.
[1] Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi
Daerah, (Yogyakarta: Depdiknas, Bappenas dan Adicita Karya Nusa, 2001), h.
58.
[3] Johan Hendrik Meuleman, IAIN di Persimpangan Jalan, Mozilla Firefox,
diunduh 10 April 2018.
[4] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi
Menuju Milenium Baru (Ciputat: Kalimah, cet. ke-3, 2001), h. 170.
[5] Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Budaya
(Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2002), h. 99.
[6]Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, cet. ke-4, 1995),
h. 151.
[7] Raharjo, Islam dan Transformasi, h. 101.
[9] Uswatun, 2013, sejarah UII, http://uswatun8.students.uii.ac.id/2013/12/17/sejarah-uii/
, di ambil pada 11 April 2018, pukul : 21.00
[10] Supardi (et. Al), op. Cit., hlm: 185
[11] Djauhari
Muhsin, dkk, Sejarah & Dinamika Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta:
Badan Wakaf UII, 2002, h. 246
Komentar
Posting Komentar