STUDI AL-QURAN DAN HADITS
MUNASABAH
Dr. Supriyanto Pasir
Disusun Oleh :
Ervi Wilandari Indah Putri
Hermansyah
A.
Latar Belakang Masalah
Terlepas dari kronologi histori turunnya
ayat al-Qur’an, kenyataannya ayat-ayat dan surat-surat disusun berdasarkan tauqifi, sudah ditentukan. Tak
sekedar peletakan tanpa arti, ia mengandung misteri dan energi yang perlu
disingkapkan. Secara tekstualis, dalam urutan membaca al-Qur’an pasti di awali
dengan membaca surat al-Fatihah, kemudian al-Baqarah dan seterusnya. Bukan
seperti saat turunnya al-Qur’an, membaca dari al-‘Alaq ayat 1-5 kemudian
al-Mudassir ayat 3 dan kemudian
ayat yang turun selanjutnya. Karena itu ulama kontemporer cenderung menjadikan
urutan ayat dan surat dalam muṣḥaf sebagai tauqîfî karena pemahaman seperti itu
sejalan dengan konsep tentang eksistensi teks azali yang ada di lauh
al-Mahfuzh.[1]
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt.
dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia
pada malam qadr (lailat al-qadr)
secara keseluruhan. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi
Muhammad sawMelalui malaikat Jibril dalam tempo kurang dari 23 tahun.[2]Kehadiran
wahyu al-Qur’an sendiriadalah di luar kehendak Nabi Muhammad saw. Suatu ketika
ayat turun karena peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian serta kebutuhan
Rasulullah saw.ada saatnya pula kehadiran ayat al-Qur’an terjadi secara tiba-tiba
tanpa diduga sebelumnya, bahkan pernah pula kehadirannya amat sangat
ditunggu-tunggu namun ia tidak kunjung-kunjung datang, kaum kafir pun mendapat
kesempatan untuk mencela Nabi saw. sebagai utusan yang ditinggalkan Tuhannya.[3]
Semua itu merupakan suatu pertanda, bahwa tidaklah mungkin bagi ayat al-Qur’an
merupakan qaul Muhammad.
Berbeda
dengan kitab-kitab samawi sebelumnya seperti Zabur, Taurat dan Injil yang
turunnya langsung utuh (sempurna) satu kitab.
al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad
saw. Sebagaimana firman Allah swt.:
Artinya : berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa
Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?";
demikianlahsupaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara
tartil (teratur dan benar)(Q.S al-Furqan : 32).
Jika
asbab nuzul mengaitkan satu atau sejumlah ayat dengan konteks sejarahnya, maka
fokus perhatian ilmu munasabah antar ayat dan surat bukan pada kronologi
historis dari bagian-bagian teks, tetapi aspek pertautan antar ayat dan surut
menurut urutan teks. Bagi para mufassir, ilmu munasabah lebih penting daripada
ilmu asbab nuzul. Subhi as-Salih mengatakan, wajar jika penjelasan tentang
munasabah didahulukan dari asbab nuzul, mengingat begitu banyak manfaat yang
timbul dari ilmu munasabah. Apalagi kaidah tafsir mengatakan, 'ukuran dalam
memahami ayat adalah redaksinya yang bersifat umum, bukan penyebab turunnya
ayat yang bersifat khusus.
Munasabah
adalah ilmu yang baru dibandingkan dengan ilmu-ilmu al-Qur’ân lainnya. Tidak
banya mufassir yang menggunakan ilmu ini di dalam kitab tafsir mereka, karena
ilmu ini dipandang sulit dan rumit. Selain itu, ilmu ini juga kurang diminati
untuk dikembangkan.Seorang muslim tidak dapat menghindarkan diri dari
keterikatannya dengan Al-Qur’an. Seorang muslim mempelajari Al-Qur’an tidak
hanya mencari kebenaran ilmiah, tetapi juga mencari isi dan kandungan Al-Qur’an.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian Munasabah?
2.
Apa
saja macam-macam Munasabah?
3.
Bagaimana
cara mengetahui munasabah dan apa fungsinya?
4. Bagaimana pandangan ulama tentang
munasabah?
C. Pembahasan
1. Pengertian Munasabah
Munasabah secara etimologi, menurut
as-suyuthi berarti al musyakalah (keserupaan) dan al- muqorobah (kedekatan).[4]
Istilah munasabah digunakan dalam ‘illat dalam bab qiyas, dan berati al-wasf
al-mmukarrib li al-hukm (gambaran yang berhubungan dengan hukum).[5]
Istilah munasabah diungkapkan pula dengan kata rabth (pertalian).
Menurut
pengertian terminology munasabah dapat di definisikan sebagai berikut :
Menurut
az-zarkasi:
Munasabah
adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan terhadap akal, pasti akal
itu akan menerimanya.[6]
Menurut
Al-Biqa’i:
Munasabah
adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibaliik susunan atau
urutan bagian-bagian al-qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat.[7]
Menurut
Quraish Shihab dalam tafsirnya, Tafsir al-Mishbah, mengedepankan pengertian
munâsabah dalam ilmu al-Qur’an disandingkan dengan tema pokok dalam al-Qur’an,
al-munâsabah didefinisikan sebagai kemiripan-kemiripan yang terdapat pada
hal-hal tertentu dalam al-Qur’an baik surat maupun ayat-ayatnya yang
menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya.
Jadi dalam konteks ulum al-qur’an,
munasabah berarti menjelaskankorelasi makna antara ayat atau antar surat, baik
korelasi itu bersifat umum atau khusus; ( rasional atau aqli), persepsi (
hadist), atau imajinatif ( khayali); atau korelasi berupa sebab akibat, ‘illat
dan ma’lul, perbandingan, dan perlawanan.[8]
Dalam Al-qur’an sekurang-kurangnya
terdapat 8 macam munasabah yaitu:
a) Munasabah
antar surat dengan surat sebelumnya
As-syuyuti
menyimpulkan bahwa munasabah
antarsatu surat dengan surat sebelumnya berfungsi menerangkan atau
menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumnya.[9]
Sebagai contoh, dalam surat Al-fatihah ayat 1 ada ungkapan alhamdulillah. Ungkapan itu berkorelasi dengan surat Al-baqarah
ayat 152 dan 186
“karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku akan ingatkepadamu, dan bersyukurlah
kepadaKu, dan janganlah kamu mengingkari nikmatKu” (Qs. Al-Baqarah: 152)
Artinya
: “dan apabila hamba-hambaKu bertanya
kepadamu tentang Aku,maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Q.S Al-Baqarah: 186)
Berkaitan
dengan ilmu munasabah ini Nasr Abu Zaid menjelaskan bahwa hubungan khusus surat
Al-Fatihah dengan surat al-Baqarah merupakan hubungan stilistika kebahasaan.
Sementara hubungan-hubungan umum lebih berkaitan dengan isi dan kandungan.[10]
b) Munasabah
antar nama surat dan tujuan turunnya
Setiap
surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol, dan itu tercermin pada namanya
masing-masing.[11]Keserasian
serupa itu merupakan pembahasan surat serta penjelasan menyangkut tujuan surat
tersebut.Sebagaimana diketahui surat kedua dalam Al-Qur’an diberi nama
al-Baqarah yang berarti lembu betina. Cerita tentang lembu betina yang terdapat
dalam surat itu pada hakikatnya menunjukkan kekuasaan Tuhan dalammembangkitkan
orang yang telah mati (tercantum dalam surat al-Baqarahsehingga demikian,
tujuan dari al-baqarah adalah menyangkut kekuasaan Tuhan kepada Hari kemudian.[12]
c)
Munasabah antar bagian suatu ayat
Munasabah antar bagian suatu surat sering berbentuk korelasi Al-tadhadadh (perlawanan) seperti yang terlihat
pada surat Al-Hadid ayat 4:
Artinya : Dialah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy Dia mengetahui apa yang
masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari
langit dan apa yang naik kepada-Nya . dan Dia bersama kamu di mama saja kamu
berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.(Q.S
al-hadiid 4).
Antara
kata “yaliju” (masuk) dengan kata “yakhruju” (keluar), serta kata “yanzilu” (turun) dengan kata “ya‟ruju” (naik) terdapat korelasi
perlawanan.
Kata
“bersemayam diatas „Arsy ialah satu
sifat yang wajib kita imani sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucianNya. Dan
yang dimaksud dengan “yang naikkepadanya”
antara lain adalah amal-amal dan do’a-do’a hamba.
d)
Munasabah antar ayat yang letaknya
berdampingan
Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan
sering terlihatdengan jelas, tetapi sering pula tida jelas. Munasabah antarayat
yang terlihat dengan jelas umumnya menggunakan pola ta‟kid (penguat), tafsir
(penjelas), i‟tiradh (bantahan), dan tasydid (penegasan).Munasabah antarayat yang menggunakan
ta’kid yaitu apabila salahsatu ayat
atau bagian ayat memperkuat makna ayat atau bagian ayat yang terletak
disampingnya.
Artinya : “dengan
menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi
Allah, Tuhan semesta alam” (Q.S Alfatihah 1-2).
Ungkapan
“rabb al-alamin” pada ayat kedua
memperkuat kata “al-rahman” dan “ar-rahim”dari ayat pertama.Munasabah antarayat menggunakan pola
tafsir apabila satu ayat ataubagian ayat tertentu ditafsirkan maknanya oleh
ayat atau bagian ayat disampingnya. Contoh dalam surat Al-Baqarah ayat 2-3
Artinya : “kitab Al-Qur‟an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagimereka
yang bertakwa yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib yang mendirikan
sebagian rizqy yang Kami anugerahkan kepada mereka” (Qs.Al-baqarah 2-3).
Makna “muttaqin” pada ayat kedua ditafsirkan oleh ayat ketiga. Dengan
demikian orang yang bertakwa adalah orang yang mengimani hal-halyang gaib,
mengerjakan shalat, dan seterusnya. Munasabah antar ayat yang menggunakan pola
tasydid apabila satuayat atau bagian
ayat mempertegas arti
ayat yang terletak
disampingnya. Contoh dalam surat Alfatihah ayat 6-7
Artinya
: 6. Tunjukilah Kami jalan yang lurus,7. (yaitu) jalan
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka
yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Ungkapan
“Ash-shiratal Al-mustaqin” pada ayat
6 dipertegas oleh ungkapan “shiratalladzina...”
. antara kedua ungkapan yang saling memperkuat ituterkadang ditandai dengan
huruf athaf (langsung). munasabah antara ayat yang menggunakan pola i‟tiradh apabila terletak satu kalimat
atau lebih tidak ada kedudukannya dalam i‟rab
(struktur kalimat), baik dipertengahan kalimat atau diantara dua kalimat
yangberhubungan maknanya. Contoh pada surat An-nahl ayat 57
Artinya:
dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha suci Allah, sedang
untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (Yaitu anak-anak
laki-laki).
Kata
“subhanahu” pada ayat diatas
merupakan bentuk i’tiradh daridua ayat yang mengantarinya. Kata itu merupakan
bantahan bagi klaim orang-orang kafir yang menetapkan anak perempuan bagi Allah.[13]
e)
Munasabah antar suatu kelompok ayat
dan kelompok ayat disampingnya
Sebagai contoh dalam surat al-baqarah ayat 1 sampai
20, Allah memulai penjelasannya tentang kebenaran dan
fungsi Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertaqwa. Dalam kelompok berikutnya
dibicarakan tentang tiga kelompok manusia dan sifat-mereka yang berbeda-beda
yaitu mukmin, kafir dan munafik.[14]
f) Munasabah antarfashilah (pemisah) dan
isi ayat
Munasabah ini mengandung tujuan-tujuan
tertentu diantaranya yaitu tamkin (menguatkan) makna yang terkandung dalam
suatu ayat. Misalnya dalam surat al-ahzab ayat 25
Artinya : “dan Allah menghalau orang-orang kafir itu yang keadaan merekapenuh
kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah
menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat
lagi Maha Perkasa”
Dalam
ayat ini Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan bukan karena
lemah melainkan karena Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Tujuan dari fashilah adalah memberi penjelasan
tambahan meskipun tanpa fashilah
sebenarnya makna ayat sudah jelas.[15]
g)
Munasabah antar awal surat dengan
akhir surat yang sama
Munasabah ini arti bahwa awal suatu surah
menjelaskan pokok pikirantertentu, lalu pokok pikiran ini dikuatkan kembali di
akhir surah.[16] Misalnya terdapat pada surah
Al-Hasyr. Munasabh ini terletak dari sisi kesamaan kondisi yaitu segala yang
ada baik dilangit maupun dibumi menyucikan Allah sang pencipta keduanya.
Artinya : “telah
bertasybih kepada Allah apa yang ada dilangit dan bumi. Dandialah yang Maha
perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs Al Hasyr : 1)
Artinya : “dialah Allah
yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, yang mempunyai Al-Asma
Al-husna. Bertashbih kepadanya apa yang dilangit dan bumi, dan dialah yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. Al Hasyr : 24)
h) Munasabah
antar penutup satu surat dengan awal surat berikutnya
Persesuaian antara permulaan surah
dengan penutupan surah sebelumnya sebab, semua permulaan surah erat sekali
kaitannya dengan akhiran surah sebelumnya, sekalipun sudah dipisah dengan
basmalah.[17]
Jika diperhatikan pada setiap
pembukaan surat, akan dijumpai munasabah dengan
akhir surat sebelumnya, sekalipun tidak mudah untukmencarinya. Misalnya pada
permulaan surat Al-Hadid dimulai dengan tasbih:
Artinya : “semua yang berada dilangit dan yang berada dibumi bertashbihkepada
Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah yang MahaKuasa atas segala
sesuatu” (Qs Al-Hadid:1)
Ayat ini bermunasabah dengan akhir surat sebelumnya, Al-Waqiah yang
memerintahkan bertashbih
Artinya : “maka bertashbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yangMahaBesar”.
3. Cara mengetahui munasabah dan
fungsinya
Para
ulama menjelaskan bahwa pengetahuan tentang munasabah bersifat ijtihadi.
Artinya, pengetahuan tentangnya ditetapkan berdasarkan ijtihad karena tidak
ditemukan riwayat, baik dari Nabi maupun dari sahabatnya. Oleh karena itu,
tidak ada keharusan mencari munasabah pada setiap ayat. Alasannya, Al-Qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian dan peristiwa
yang ada. Menurut Syekh Izzudin bin Abdus Salam bahwa seseorang mufassir
terkadang seorang musafir menemukan keterkaitan suatu ayat dengan yang lainnya
dan terkadang tidak menemukan. Jika tidak menemukan keterkaitan keterkaitan,
mufassir tidak diperkenankan memaksakan diri, karena jika memaksakan berarti
mengada-adakan apa yang tidak dikuasainya. Jadi dalam hal ini dibutuhkan
ketelitian dan pemikiran yang mendalam. Kalaupun itu terjadi, ia mengaitkannya
hanya dengan ikatan-ikatan lemah yang pembicaraan yang baik saja pasti
terhindar darinya, apalagi kalam yang terbaik.[18]
Untuk meneliti keserasian susunan
ayat dalam surah (munasabah) dalam Al-Qur’an diperlukan ketelitian dan
pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu
diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu :
a. Harus
diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi obyek pencarian.
b. Memperhatikan
uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
c. Menentukan
tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau tidak.
d. Dalam
mengambil kesimpulannya hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya
dengan benar dan tidak berlebihan.[19]
4. Pandangan ulama tentang munasabah
Sebagaimana cabang ulumul quran yang lain, ilmu munasabah juga
ada pro dan kontra. Sebagian ulama tidak mengakui eksistnsi ilmu munasabah
dengan alasan bahwa ayat alquran merupakan unit-unit yang berdiri sendiri
(mustaqillah), dan diantara ayat-ayat quran yang diletakkan berurutan didalama
mushaf, banyak yang turun dengan interval waktu yang sangat panjang, maka bukan
suatu keharusan adanya keterkaitan antara satu ayat dengan ayat lain (mahmud
syaltut dan ma’ruf ad-dualibi)
Pendapat ulama tentang keberadaan munasabah, secara garis besar,
terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menampung dan mengembangkan
munasabah dalam menafsirkan ayat, sedang kelompok lain tidak memperhatikan
munasabah dalam menafsirkan sebuah ayat. Ar-razi adalah orang yang menaruh
perhatian terhadap munasabah penafsiran, baik hubungan antar ayat maupun antar
surat.nizhamuddin an-Naisaburi dan Abu Hayyan al-Andalusi, hanya munasabah
antar ayat. Az-Zarqani, ulama yang hidup abad 14 H, kitab tasfir banyak
melakukan pembahasan munasabah.
Tokoh yang memelopori keberadaan ilmu munasabah, abu bakar
an-naysaburi (w.324 H), selalu mempertanyakan, mengapa ayat ini diletakkan
disamping ayat ini dan apa rahasia diletakkan disamping surat ini. Burhanuddin
al-Biqai, memandang ayat-ayat `al-quran saling terkait, tidak penghentian yang
sempurna dalam al-quran, setiap ujung frasa,ujung ayat, dan ujung surat,
mempunyai keterkaitan dengan bagian berikutnya; tafsirnya nadzem ad-durar fi
tanabasub al-ayatwa as-suwaholistik.
Imam Fakhruddin ar-Razi(w. 606), menyatakan bahwa umumnya
perbendeharaan alquran terletak pada rangkaian tata urutan dan pertalian nya,
dalam kitabnya, mafatihul-ghaib fi-tafsiril quran(kunci keajaiban dalam
menafsirkan alquran). Al-Qadhi Abu Bakar Ibn al-‘Arabi(468-543 H) dengan kitabnya,
sirajul-muridin-wa- sirajul-muhtadin(lentera orang-orang yang berkehendak dan
lentera orang-orang yang meraih petunjuk), mengatakan bahwa hubungan pertalian
ayat-ayat quran antara bagian dengan bagian lainnya laksana kalimat yang sangat
teratur dan tersusun rapi penjelasannya.
Al-Imam Badruddin Muhammad bin Abdillah Az-Zarkasyi, al
munasabah, bersifat rasional, terjangkau oleh akal. Berbagai hubungan antara
pembuka surat dan penutup surat maknanya berdasarkan pendekatan penalaran
seperti sabab-musabab, illat dan ma’lul, dan lain-lain; dapat mengukur
kecerdasan seseorang. Izuddin bin Abdus-salam(577-660 H), mewakili ahli ilmu
alquran klasik, berpendapat tidak semua ayat alquran bermunasabah. Sementara
ahli ulumul quran kontemporer yang sependapat dengan izuddin, yaitu Manna’al-
Qaththan dan Shubhi as-Shahih, tidak setuju pemaksaan ilmu munasabah, tidak
pada tempatnya memaksakan munasabah/korelasi/keterkaitan untuk seluruh ayat
alquran, ayat alquran diturunkan dalam rangka menjawab berbagai pertanyaan dan kasus
berbeda, pewahyuan alquran selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari, bagaimana
merangkai seluruh ayat alquran yang sedemikian banyak dan sedemikian panjang
waktu penurunannya
Salah seorang mufassir kontemporer yang kurang setuju dengan
munasabah adalahSyekh Mahmud Syaltut, mantan rektor Al-azhar Kairo, dalam
penafsiran Al-quran. Tokoh lainnya, Ma’ruf Dualibi, usaha sia-sia mencari
hubungan antar ayat dalam surat, hanya satu hal saja, akidah, kewajiban, ahlak,
atau hak. Menurut Ma’ruf Dualibi, dalam berbagai ayat,Al-quran hanya
mengungkapkan hal-hal yang bersifat prinsip (mabda) dan normatif yang bersifat umum (kaidah). Olehkarena itu,
tidak tepat mengharuskan adanya keterkaitan antar-ayat yang bersifat tafsil. Pendapat ini ditulis dalam
kitab, Al-muwafaqat, oleh As-Syatibi
D. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa Ilmu Munasabah adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat
keserasian (korelasi)
antara satu bagian dengan bagian yang lain. Ilmu ini sepenuhnya bersifat
ijtihady, bukan tauqify.
Macam-macam munasabah yaitu munasabah
antar surat dengan surat sebelumnya, munasabah antar nama surat dan tujuan
turunnya, munasabah antar bagian suatu ayat, munasabah antar ayat yang terletak
berdampingan, munasabah antar suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat
disampingnya, munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat, munasabah antar
awal surat dengan akhir surat yang sama, munasabah antar penutup suatu surat
dengan awal surat berikutnya.Dalam menyikapi munasabah, para ulama terbagi ke
dalam dua golongan. Pertama, golongan yang tertarik dengan munasabah, Kedua,
golongan yang tidak tertarik dan menganggap munasabah tidak perlu dikaji.
Golongan pertama diwakili oleh Abu Bakar
al-Nisabury, Fakhrudin al-Razi, Jalaluddin al-Suyuthiy, ibn al-Arabiy ,
Izzuddin ibn Abdis Salam, dan yang lainnya. Golongan ulama yang menolak adanya
munasabah dalam al-Quran diwakili oleh Ma’ruf Dualibi.
Empat fungsi utama dari Ilmu
Al-Munasabah :
1.
Untuk
menemukan arti yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat,
ayat-ayat, dan surah-surah dalam Al-Quran.
2.
Untuk
menjadikan bagian-bagian dalam Al-Quran saling berhubungan sehingga tampak
menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral.
3.
Ada
ayat baru dapat dipahami apabila melihat ayat berikutnya.
4.
Untuk
menjawab kritikan orang luar (orientalis) terhadap sistematika Al-Quran.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan. 2008. Ulum al-Quran. Bandung: Pustaka Setia
Djalal, Abdul. 2008. Ulumul Qur‟an. Surabaya: Dunia Ilmu
Burhanuddin Al-Biqa’i, Nazhm Ad-Durarfi Tanasub
Al-Ayat wa As-Suwar, Jilid 1, Majlis Da’irah Al-Ma’arif An-Nu’maniyah bi
Haiderab, India, 1969
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://paramithaluthfiyaulfa.files.wordpress.com/2014/06/ul-qur-1-print.pdf&ved=0ahUKEwiswtverv_WAhVHP48KHaEuBqwQFggkMAA&usg=AOvVaw0IHKTMbr2rszZAb6uT-SNZ
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.walisongo.ac.id/1541/2/094211009_Skripsi_Coverdll.pdf&ved=0ahUKEwjivpKYr__WAhWGuo8KHZ4mAHAQFggkMAA&usg=AOvVaw112-TuINnT7UVfel7PrOET
Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum
Al-Qur’an, Dar Al-Fikr, Beirut,t.t., Jilid 1
Manna’ Al-Qaththan,
Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-‘Ashr Al-Hadits,ttp., 1973
Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Husni. 1999. Mutiara Ilmu-IlmuAl-Qur‟an, terj. Ros
Badr, Ad-Din Muhammad bin ‘Abdullah Az-Zarkasyi. al-Burhan fi Ulum Al-Qur'an,
Jilid Iihon Anwar, Bandung: Pustaka Setia
Nashrudin, baidan.2005. wawasan
baru ilmu tafsir. Yogjakarta: pustaka pelajar
*) Makalah Prarevisi
[1]Naṣr Hamid
Abu Zayd, Mafhum An-Naṣṣ:
Dirasah Fi ‘Ulum
Al-Qur’an, Maroko, al-Markaz as-Ṡaqafi
al-‘Arabi, 2000, hlm. 159
[3]M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari AspekKebahasaan,
Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib,
Mizan, Bandung, cetIII, 2013, hlm. 78
[13]Rosihon, anwar. Op cit. hlm 90
[14]Ibid
Komentar
Posting Komentar