PENDIDIKAN PARENTING ALA RASULULLAH
Sarah Sabilah
Pendahuluan
Anak merupakan amanat
ditangan kedua orang tuanya dan kalbunya yang masih bersih merupakan permata
yang sangat berharga. Jika ia dibiasakan untuk melakukan kebaikan, niscaya dia
akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat.
Sebaliknya, jika dibiasakan dengan keburukan serta ditelantarkan seperti hewan
ternak, niscaya dia akan menjadi orang yang celaka dan binasa.
Masa kanak-kanak merupakan
fase yang paling subur, paling panjang, dan paling dominan bagi seorang murabbi
(pendidik) untuk menanamkan norma-norma yang mapan dan arahan yang bersih ke dalam
jiwa dan sepak terjang anak didiknya. Berbagai kesempatan terbuka lebar untuk
sang murabbi dan semua potensi tersedia secara berlimpah dalam fase ini dengan
adanya fitrah yang bersih, masa kanak-kanak yang masih lugu, kepolosan yang
begitu jernih, kelembutan dan kelunturan jasmaninya, kalbu yang masih belum
terkontaminasi.
Orang tua berkewajiban
memelihara anak-anaknya dengan cara mendidik, membersihkan pekerti, dan
mengajarinya akhlaq-akhlaq yang mulia, serta menghindarinya dari teman-teman
yang berpekerti buruk. Manakala seorang ayah melihat pada diri anaknya
tanda-tanda menginjak usia tamyiz, maka sang ayah harus meningkatkan pengawasan
terhadapnya dengan baik. Hal tersebut pada mulanya ditandai dengan munculnya
rasa malu dalam diri sang anak, bilamana sang anak mulai punya rasa segan dan
malu serta tidak mau melakukan beberapa hal tertentu, maka tiada lain hal
tersebut merupakan pengaruh dari akalnya yang mulai terang. Saat itu sang anak
mulai dapat membedakan antara hal yang buruk dan hal yang baik.
Mendidik anak dan mengajar
anak bukan merupakan hal yang mudah, bukan pekerjaan yang dapat dilakukan
secara serampangan, dan bukan pula hal yang bersifat sampingan. Mendidik dan
mengajar anak sama kedudukannya dengan kebutuhan pokok dan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh setiap muslim yang mengaku dirinya memeluk agama yang hanif ini.
Bahkan mendidik dan mengajar anak merupakan tugas yang harus mesti dilakukan
oleh setiap orangtua, karena perintah mengenainya datang dari Allah SWT
sebagaimana pengertian yang disimpulkan dari makna firman-Nya :
“Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu (QS. At-Tahrim (66): 6)
“Ali ibnu Abu Thalib telah
mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa cara untuk sampai ke arah
itu adalah dengan mendidik dan mengajari mereka. Dengan
demikian, berarti tugas mengajar, mendidik, dan memberikan tuntunan sama
artinya dengan upaya untuk meraih surga. Sebaliknya, menelantarkan hal tersebut
berarti sama dengan menjerumuskan diri ke dalam neraka. Jadi, kita tidak boleh
melalaikan tugas ini, terlebih lagi Nabi SAW telah bersabda : Muliakanlah
anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik” (hadits diketengahkan oleh Ibnu
Majah 2/ 1211, tetapi al-Albani menilainya dha’if)
Sudah menjadi keharusan bagi
orang yang berhati ikhlas dari kalangan umat ini untuk menyingsingkan lengan
baju dan bekerja dengan tulus tanpa mengenal lelah guna membentuk generasi baru
sesuai dengan sampel yang telah dicontohkan oleh generasi yang telah di didik
oleh Nabi SAW. Hal ini tidak akan dapat direalisasikan, kecuali dengan
mengikuti jejak dan manhaj yang telah digariskan oleh Nabi SAW sebagaimana yang
telah disebutkan oleh Allah SWT melalui firman-Nya : “Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu
mendapat petunjuk.” (QS. An-Nur (24) :54)
Nabi SAW sendiri pun telah
bersabda dalam sebuah Haditsnya : “Sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW” (Hadits riwayat Bukhari Hadits
no.5633)
Salah satu hadits yang
menjelaskan bahwa Rasulullah mendidik cucunya dengan penuh aksih sayang yaitu
diriwayatkan oleh ‘Abdullah Ibnu Syaddad RA tyang telah menceritakan hadits
berikut : Rasulullah SAW keluar dari rumahnya menemui kami yang sedang menunggu
beliau untuk sholat Maghrib dan Isya, sedang beliau menggendong Hasan dan
Husain. Rasulullah SAW maju dan meletakkan cucunya, kemudian melakukan takbir
shalatnya. Dalam salah satu sujud dari shalatnya itu, beliau lama sekali
melakukannya. “Ayah perawi mengatakan: “Maka kuangkat kepalaku,ternyata kulihat
anak itu berada diatas punggung Rasulullah SAW yang sedang dalam sujudnya.
Sesudah itu aku kembali ke sujudku. Setelah Rasulullah SAW menyelesaikan
shalatnya orang-orang bertanya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah
melakukan suatu sujud dalam shalatmu yang begitu lama sehingga kami mengira
terjadi sesuatu pada dirimu karena ada wahyu yang diturunkan kepadamu.
Rasulullah menjawab : “semua itu tidak terjadi, melainkan anakku ini
menunggangiku sehingga aku tidak suka bila menyegerakannya untuk turun sebelum
dia merasa puas denganku” (Hadits diketengahkan oleh nasa’i, Kitabut Tathbiq 1
129, ahmad, Musnadul Makkiyyin 15456. Abu Ya’la telah meriwayatkannya, tetapi
dalam sanadnya terdapat Muhammad Ibnu Dzakwan yang dinilai tsiqah oleh Ibnu Hibban,
sedang yang lain menilainya dha’if. Adapun perawi lainnya berpredikat shahih).
Diriwayatkan oleh Abu qatadah
al-Anshari yang telah menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah sholat sembari
menggendong Umamah, Putri zainab dari hasil pernikahannya dengan abul Ash Ibnu
Rabi’ah Ibnu ‘Abdu Syams RA, sedang Zainab sendiri adalah putri Rasulullah SAW.
Apabila sujud, beliau meletakkan cucunya itu ke tanah, dan apabila bangun
beliau menggendongnya kembali. (Bukhari, Kitabush sholat 486, Muslim, Kitabul
Masajid Wamawadhi ‘ish Sahalat 488)
Menurut riwayat Nasa’i, bahwa
Rasulullah SAW pernah sholat mengimami kaum Muslim seraya menggendong Umamah
binti abul ‘Ash dipundaknya. Apabila ruku’, beliau meletakkannya ditanah, dan
apabila bangun dari sujudnya, beliau kembali menggendongnya. (Nasa’i, Kitabul
Imamah 818)
Riwayat nasa’i ini mengandung
keterangan bahwa sholat yang dilakukan oleh beliau saat menggendong Umamah
adalah sholat Fardhu.
Hadits di atas menunjukkan
bahwa rasulullah memberikan kesempatan pada anak kecil bermain hingga puas dan
tidak ingin mengganggu masa bermainnya, hingga mereka turun dengan sendirinya
dari atas punggung Rasulullah. Dengan kata lain, jalan petunjuk pendidikan yang
terbaik adalah pendidikan parenting ala Rasulullah, bukan terletak pada ajaran
atheis dan berbagai teori pemikirannya, bukan pada kebudayaan Barat, dan bukan
pula pada berbagai macam pemikiran dan ide yang bersumber dari kaum sekuler,
oleh karena itu pemakalah mengambil judul tentang “Pendidikan Parenting ala
Rasulullah”
Metode
Metode penulisan karya ilmiah
ini dengan libarary research atau pustaka, yang mana ini termasuk dalam
penelitian kualitatif. Adapun buku yang digunakan untuk sumber data ada dua,
yaitu Primer dan sekunder. Buku primer dengan judul Prophetic Parenting Cara Nabi
Muhammad SAW Mendidik Anak dan buku sekunder diantaranya : Mendidik Anak Usia Dua Tahun hingga
Baligh Versi Rasulullah Bidang Sosial, budi Pekerti, dan Kejiwaan diterjemahkan
dari Manhaj at-Tarbiyah an-Nabawiyah li
ath-Thifli, Mendidik Anak dalam Kandungan: Optimalisasi Potensi Anak Sejak
Dini, Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar, Anak Saleh Dambaan Keluarga dan Tahapan
Mendidik Anak.
Pembahasan
A. Pengertian Pendidikan Parenting ala
Rasulullah
Kata pendidikan adalah kata jadian dari kata didik,
yang mendapat imbuhan pen- dan –an. Kata didik mengandung banyak arti, antara
lain pelihara, bina, latih, asuh, dan ajar. Dengan adanya proses tambahan
(awalan dan akhiran) tersebut akan memberikan pemahaman dan pengertian yang
lebih luas, kompleks, sistematis, dan filosofis.
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik. (Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional. 2002 : 263)
Segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang
lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa
yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. (Soekidjo Notoatmodjo. 2003 : 16)
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU RI
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1)
Pendidikan parenting ala
Rasulullah yaitu segala upaya orang tua dalam mempengaruhi seseorang atau
kelompok ala Rasulullah SAW.
B.
Mendidik Anak dalam Kandungan
Kata pendidikan adalah kata
Menurut pandangan Islam, pendidikan anak dimulai semenjak masih berada dalam
kandungan ibu atau bahkan semenjak calon suami memilih calon istrinya. Hal ini
diisyaratkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya : “Pilihlah tempat menanam
nutfahmu (istri), karena pengaruh keturunan itu sangat kuat.” (HR. Abu Dawud)
Berdasarkan hadits ini,
pendidikan anak itu perlu diupayakan sedini mungkin bahkan semenjak calon suami
mencari calon pasangannya. Karena faktor pembawaan dari kedua calon orang tua
si janin sangatlah kuat. Pribadi yang saleh dari calon orang tua relatif akan
menurun kepada pribadi anak-anak yang bakal dilahirkannya.
Adapun cara-cara mendidik
anak yang tepat, kesemuanya memang harus diterapkan semenjak dini, termasuk
semenjak anak dalam kandungan bahkan jauh sebelumnya. Pendekatan psikologis
mulai diterapkan dengan cara lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT,
memperbanyak amal saleh, memperbanyak amal kemanusiaan dan senantiasa berharap
anak yang bakal lahir kelak menjadi anak yang benar-benar saleh. Cara ini
sekaligus telah menerapkan cara kedua, yakni memberi teladan yang baik meskipun
masih bersifat abstrak. Dan semuanya tetap harus ditempuh dengan penuh
kesungguhan dan istiqomah.
1. Memberikan Nafkah yang Halal dan Baik
Cara ini
pun sebenarnya masih bersifat seni abstrak pula. Karena pada kenyataannya,
nafkah itu tidak diberikan kepada anak melainkan dinikmati sendiri oleh orang
tua. Namun demikian, meskipun
nafkah itu tidak diberikan secara langsung kepada janin yang masih dalam
kandungan, tetapi hal ini justru lebih mendasar. Karena dengan memakan dan
meminum minuman yang halal dan baik itulah, janin yang terbentuk pun berupa
janin yang halal dan baik pula. Unsur ovum dan spermatozoa yang berpadu menajdi
biji janin berupa bahan atau saripati makanan yang baik dan halal. Dan kemudian
biji janin itupun akan berkembang dari hari ke hari dengan sari pati makanan
yang halal dan baik.
Maka
cara ini jelas sangat mendasar, bahkan mendasari cara-cara lain yang hendak
kita tempuh dalam mendidik anak agar nantinya tumbuh dewasa menjadi individu
yang saleh. Dengan bahan dasar janin yang halal dan baik, tentu lebih bisa
diharapkan akan terwujudnya kepribadian yang saleh.
2. Mendo’akan Kebaikan Anak
Cara ini
pun harus diterapkan semenjak dini. Sebelum terbuahinya ovum oleh spermatozoa,
calon orang tua supaya mulai khusyuk berdo’a agar anaknya kelak terlahir
menjadi anak yang saleh. Bahkan tatkala hendak bersetubuh pun Rasulullah SAW
mengajarkan supaya berdo’a, sebagaimana disabdakan : “Jika diantara mereka hendak menyetubuhi
istrinya, hendaklah berdo’a (yang artinya) : Dengan menyebut Asma Allah. Ya
Allah, jauhkanlah aku dari godaan setan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada
kami” (HR. Al Bukhari)
Berdasarkan
petunjuk dalam hadits tersebut, sejak dini kita diajarkan supaya berdo’a agar
janin yang bakal Allah anugerahkan kepada kita berupa janin yang terjauh dari
godaan setan. Sehingga kelak akan terlahir seorang bayi suci yang terjauh dari
godaan setan dan secara fisik terbuat dari saripati makanan yang halal dan
baik.
Penerapan
do’a demi kebaikan (kesalehan) anaknya kelak, tentu tidak hanya diucapkan saat
hendak bersetubuh belaka, melainkan dilakukannya secara istiqomah. Terus
menerus berdo’a kepada Allah, semoga anak yang bakal terlahir menjadi anak yang
saleh.
Pemanjatan
doa semasa anak masih dalam kandungan, hendaklah lebih ditekankan. Terlebih
pada saat janin mencapai usia 120 hari (4 bulan) dalam kandungan. Karena pada
saat itulah sang janin akan diberi ruh dan sekaligus ditetapkan empat kalimat
Takdir, yakni tentang takdir rizkinya, ajalnya, amalnya dan takdir tentang
celaka atau bahagianya. (M. Nipan, 2003: 161).
Sikap
dan tindakan orang tua akan mempengaruhi anak dalam kandungan. Perilaku atau
tindakan orang tua yang dapat mempengaruhi perkembangan anak yang belum lahir
meliputu dua segi yakni perilaku secara fisik dan psikis atau perilaku jasmani
dan rohani, masing-masing dapat berakibat langsung dan tidak langsung. Oleh
karena itu, bagi orang tua yang menghendaki agar perilakunya berpengaruh baik
terhadap anak yang dikandungnya hendaklah ia mengambil tindakan-tindakan secara
khusus terhadapnya yang bersifat mendidiknya, dalam arti dapat membantu
perkembanganya.
Perilaku
edukatif baik secara fisik maupun psikis orang tua terhadap anaknya sebelum
lahir dapat dilakukan sesuai dengan periode dan pola perkembanganya.
1. Perilaku Secara Fisik
Berbicara
Behavior ditinjau dari fisik, dalam arti tindakan yang bisa dilihat. Perilaku
ini dapat dilakukan menjadi dua periode.
a. Periode Prakonsepsi
Masa-masa
ini ditandai sejak seseorang belum menikah yaitu dimulai sejak pemilihan jodoh
hingga menjelang terjadinya pernikahan kemudian terjadinya masa konsepsi (vertilisasi).
Islam
telah menganjurkan dalam memilih istri adalah wanita yang baik dan bertakwa,
karena baik dan bertakwa itu merupakan indikator istri yang shalehah. Wanita
juga berhak untuk memilih laki-laki yang beriman, takwa, serta kualifikasi
lainya sebagai calon suaminya. Pada hakikatnya dialah yang akan menanamkan
benihnya di dalam rahimnya. Dalam menanamkan pun tidak hanya menanam, tetapi
juga butuh pengalaman yang berkaitan dengan syariat islam. Apabila benih yang ditanam
adalah benih yang baik dan berkualitas, maka hasilnya akan berkualitas.(Isna,
2001:136).
b. Periode Pascakonsepsi (Masa Kehamilan)
Perilaku
Edukatif dilakukan oleh orang tua pada masa kehamilan, dalam periode ini
relatif sama pada setiap periode dan pola perkembangan, baik pada awal,
pertengahan atau akhir dari kehamilan. Kondisi fisik yang dapat mempengaruhi
janin pada saat masa kehamilan adalah;
ü Kesehatan Ibu
Kesehatan
ibu pada saat hamil akan berpengaruh terhadap janin dalam perkembanganya. Oleh
sebab itu, ibu yang sedang hamil harus benar-benar menjaga kesehatannya agar
jangan sampai terserang suatu penyakit. Menjaga kesehatan ada dalam sekitar
lingkugan, baik lingkungan jasmani, hayati, sosial dan ekonomi.(Anas, 2001:183)
Lingkungan
jasmani termasuk semua benda yang ada di bumi seperti sinar, suhu, air, iklim,
debu, musim, cuaca dan sifat lingkungan dan tidak membedakan semua makhluk.
Oleh karena itu ibu yang baru hamil harus hati-hati dan waspada terhadap
lingkungan jasmani, hindari jika tidak tahan dengan lingkungan jasmani atau
akan mempengaruhi pada janin.
Lingkungan
hayati termasuk semua bentuk kehidupan baik nabati maupun hewani yang termasuk
lingkungan nabati dan hewani yang bermanfaat, tidak menimbulkan alergi,
keracunan atau penyakit. Lingkungan sosial segala bentuk hubungan antar sesama
manusia hendaknya saling bertujuan saling menyelamatkan satu sama lain, dan
menjaga silaturahim dengan baik. Seseorang yang sedang hamil senantiasa berbuat
baik misalnya dengan berbuat zakat, infak, sodakoh dan korban.
Lingkungan
ekonomi dapat dilakukan dengan menjaga kesehatan yang dianjurkan oleh dokter,
dengan aktif memeriksakan kondisi kesehatanya pada dokter. Oleh karenanya wajarlah
banyak ahli yang menyatakan bahwa kesehatan seorang ibu yang mengandung sangat
berpengaruh besar terhadap anak yang dikandungnya.
ü Pengaturan Makanan Ibu
Pengaturan
makanan bagi ibu hamil merupakan tindakan yang sangat penting dan sangat
mempengaruhi perkembangan janin sebab makanan atau minuman yang dikonsumsi oleh
ibu itulah yang akan dikonsumsi pulaoleh janin dari aliran darah ibu
melalui plasenta.
Makanan
yang halal dan baik merupakan makanan yang tepat untuk dikonsumsi oleh ibu
hamil. Di dalamnya sudah pasti terkandung berbagai macam unsur yang diperlukan
oleh tubuh secara lengkap. Terlebih lagi makanan yang masih alami belum
tercampur oleh zat kimiawi.(Isna, 2001:141). Makanan dan vitamin yang
sangat membantu kebutuhan seorang ibu
selama kehamilannya, antara lain vitamin E, kalsium, zat besi, suplemen,
mineral, protein, kolina, dan air (Ubes, Juni: 30).
Sehubungan
dengan hal ini banyak para ahli yang mengatakan bahwa nutrisi-nutrisi yang
kurang mencukupi merupakan ancaman yang utama terhadap pertumbuhan janin. Allah berfirman, “makanlah
makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu.”(Q.S.
Al-Maidah:88)
Mengkonsumsi
makanan yang bergizi, baik, dan halal sesuai dengan jenis makananya dan cara
memperoleh makananya sudah diperintah oleh Allah. Maka untuk ibu hamil
hendaknya melaksanakan perintah itu, agar anak yang dikandungnya menjadi baik
pula.
2. Perilaku Secara Psikis
Di
samping perilaku edukatif secara fisik dan calon orang tua terhadap calon anaknya
sangat diperlukan, perilaku edukatif secara psikis pun tidaklah kalah
pentingnya untuk diperhatikan dan dilakukan sesuai dengan periode dan
perkembangan kejadian manusia dalam kandungan.
Perilaku
psikis merupakan perilaku yang berkaitan dengan jiwa atau rohani. Ibu hamil
disarankan untuk banyak mendengarkan al-Qur’an (memperdengarkan bayinya suara
al-Qur’an setiap hari), karena perbuatan ini akan menjadi bayi lebih stabil dan
tenang. Hati ibu juga akan menjadi tenang, hal itu akan memberikan pengaruh
positif pada janin, sehingga ia tumbuh dengan baik.
Menurut
Ubes, anak dalam kandungan yang didengarkan bacaan-bacaan al-Qur’an agar ia
terbina dan terlatih pada kondisi suasana keislaman atau bersifat Qur’ani atau
menimbulkan kecintaan pada materi al-Qur’an dan al-Hadits setelah ia menjadi
anak yang tumbuh dan berkembang (masa kanak-kanak, remaja, sampai tingkat
dewasa) nanti.
3. Metode Pendidikan Pasca melahirkan
a. Azan di telinga kanan, iqamat di telinga kiri
Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan at-Tirmidzi : Bahwasanya Rasulullah SAW membaca adzan
ditelinga al-Hasan bin Ali sesaat setelah Fatimah melahirkannya degan azan
untuk shalat”. Hikmah
di balik azan ini adalah sebagaimana dikatakan oleh ad-dahlawi rahimahullah
sebagai berikut :
ü Azan adalah salah satu syiar Islam
ü Pemberitahuan tentang agama Muhammad
ü Harus membaca azan tersebut di telinga si bayi
ü Perlu diketahui bahwa salah satu keutamaan azan
adalah dapat mengusir setan. Dan setan ini mengganggu di awal masa kelahiran
bayi. Sampai disebutkan dalam hadits bahwa tangisan bayi untuk pertama kalinya
adalah karena gangguan setan.
b. Menyuapi bayi dengan kurma
Diriwayatkan
oleh Muslim dalam kitab Shahihnya dari Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Bahwasanya
Rasulullah SAW biasa didatangkan kepada beliau bayi-bayi agar beliau memberkati
dan menyuapi mereka. Suatu saat ada seorang bayi yang didatangkan kepada beliau
kemudian kencing di pakai beliau. Beliau minta air lalu memerciki tempat
kencing itu.” Beberapa
pelajaran yang dapat diambil dari bab pembahasan ini adalah sebagai berikut :
ü Disunnahkannya menyuapi bayi
ü Meminta keberkahan kepada orang-orang saleh
(yang masih hidup)
ü Disunnahkan membawa bayi kepada orang-orang
saleh untuk dido’akan, baik sewaktu dilahirkan maupun setelahnya
ü Anjuran untuk bersikap baik, lembut, rendah
hati dan sayang kepada anak-anak.
c. Memberikan nama bayi
Setelah
bayi dilahirkan, kemuliaan dan kebaikan pertama yang diberikan kepadanya adalah
menghiasinya dengan nama dan julukan yang baik. Karena, nama yang baik memiliki
dampak yang positif pada jiwa dari pertama kali mendengarnya. Demikian juga
Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya dan mewajibkan mereka untuk berdo’a
kepadaNya dengan menyebutkan Asmaul Husna .
“Hanya
milik Allah Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul
Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang
telah mereka kerjakan” (QS. Al-‘Araf : (7): 180).
d. Aqiqah
Diriwayatkan
oleh Ahmad, at-Tirmidzi, Abu dawud, an-Nasa’i, al-hakim, dan Ibnu hibban daalm
Shahihnya dari Ummu Kurz al-Ka’biyah pada Shahih al-jami’ ash-Shaghir, nomor
4106-4107 ia berkata : “Bahwasanya dia bertanya kepada Rasulullah SAW tentang
aqiqah. Beliau menjawab, “anak laki-laki dua ekor kambing, dan anak perempuan
satu ekor kambing. Tidak apa-apa kambing-kambing itu jantan atau betina.”
e. Khitan
Diriwayatkan
oleh Ahmad dari Syaddad binaus ra pada kitab al-Qawanin al-Fiqhiyyah : “Nabi
SAW bersabda : Khitan adalah sunnah bagi laki-laki dan penghormatan bagi
wanita”
f. Mendidik bayi dengan menyusui dan Menyapih
Allah
SWT berfirman : “Para
ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan” (QS. Al-Baqarah (2) : 233).
C.
Metode Mendidik Anak ala Nabi SAW
1. Menampilkan suri Teladan yang Baik
Suri teladan yang baik
memiliki dampak yang besar pada kepribadian anak. Sebab, mayoritas yang ditiru
anak berasal dari kedua orangtuanya. Bahkan, dipastikan pengaruh paling dominan
berasal dari kedua orangtuanya.
“Kedua orangtuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Majusi atau Nasrani. Anak-anak akan selalu memerhatikan
dan meneladani sikap dan perillaku orang dewasa. Apabila mereka melihat kedua
orangtua berperilaku jujur, mereka akan tumbuh dalam kejujuran. Demikian
seterusnya.
2. Tidak suka Marah dan Mencela
Kita
perhatikan bahwa Rasulullah SAW tidak banyak mencela perilaku anak-anak. Anas
RA menjadi pembantu Rasulullah SAW selama 10 tahun beruntun. Dia menjelaskan
tentang pendidikan Rasulullah SAW, “Tidak pernah beliau tidak memeprtanyakan
tentang apa yang aku lakukan, ‘kenapa kau lakukan ini?’ atau apa yang tidak aku
lakukan, ‘kenapa tidak engkau lakukan?’
Diriwayatkan
oleh ahmad dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Aku menjadi pembantu Nabi
SAW selama sepuluh tahun. Tidaklah beliau memberiku perintah, lalu aku lama
mengerjakannya, atau tidak aku kerjakan sama sekali, melainkan beliau tidak
mencelaku. Apabila ada salah satu anggota keluarga beliau yang mencelaku,
beliau bersabda, “Biarkanlah dia. Kalau dia mampu, pasti dilakukannya.”
Metode
yang diapkai oleh Rasulullah SAW ini menumbuhkan perhatian mendalam dan rasa
malu pada diri anak kecil bernama Anas. Dia menemukan hal ini dalam diri
Rasulullah SAW.
3. Metode Menghukum Anak yang Mendidik
Apabila
si anak tidak bisa dikoreksi kesalahan pemahamannya dengan praktik secara
langsung sekalipun, dan terus mengulang kesalahan yang sama, maka dia harus
dihukum. Ada beberapa tahapan yang harus diikuti dalam hukuman ini
ü Tahap pertama : memperlihatkan cambuk kepada
anak
Diriwayatkan
oleh ‘Abdurrazaq dan ath-Thabrani dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan secara
marfu’ “Gantungkanlah cambuk ditempat yang dapat dilihat oleh seluruh anggota
keluarga, sebab itu lebih dapat membuat mereka menurut.”
ü Tahap kedua : menjewer daun telinga
Ini
adalah hukuman fisik pertama untuk anak. Pada tahap ini si anak mulai mengenali
kepedihan akibat melakukan kesalahan, yaitu telinganya dijewer. An-Nawawi
menyebutkan dalam kitab al-Adzkar, dia katakan :kami riwayatkan dalam kitab
Ibnu Sunni, dari Abdullah bin Busr al-Mazini RA, ia berkata : “Ibuku mengutusku
kepada Rasulullah SAW dengan membawa seikat anggur. Namun, aku memakannya
sebagian sebelum aku sampaikan kepada beliau. Ketika aku sudah bertemu beliau,
beliau menjewer telingaku dan mengatakan, “Hai Ghudar (Koruptor).”
ü Tahap ketiga : memukul anak
Apabila
melihat tongkat atau cambuk tidak berhasil, dan menjewer telinga juga tidak
membawa dampak yang positif, sementara anak terus nakal dan melakukan kesalahan
yang sama, maka tahap ketiga ini diharapkan dapat meredam kenakalannya. Tetapi
pemukulan yang dilakukan apakah hanya dilakukan begitu saja sesuai dengan
kemarahan orang tua atau para pengajar dengan tanpa panduan tanpa panduan sama
sekali? Atau perlu memiliki kaidah-kaidah tertentu yang harus diikuti agar
memberikan hasil yang maksimal dan benar. Apa saja kaidah-kaidah ini?
a. Memukul dimulai dari usia sepuluh tahun
Berdasarkan
hadis yang diriwayatkan oleh abu dawud dengan sanad hasan : “Perintahkanlah
anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat pada usia tujuh tahun, dan pukullah
mereka untuk shalat pada usia sepuluh tahun.”
Maka,
memukul dimulai dari usia sepuluh tahun. Nabi SAW tidak mengizinkan untuk
memukul anak sebelum usia sepuluh tahun. Terlebih lagi menghukum pada semua
aspek kehidupan, akhlak, dan pendidikan, yang tingkatan dan nilainya masih di
bawah shalat di sisi Allah SAW.
b. Batas jumlah pukulan
Jumlah
pukulan dalam keadaan apapun dalam aktivitas pendidikan tidak boleh lebih dari
sepuluh kali. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu
Hurairah RA : Dalam Mushannaf ‘Abdurrazzaq disebutkan dengan lafal : “tidak ada
hukuman melebihi sepuluh kali cambukan, selain pada hukuman hadd Allah.”
(Suwaid : 2010: 287).
Dan
menurut Muhammad Thalib (2001), dalam bukunya yang berjudul 20 kerangka pokok
pendidikan Islam setuju dengan hukuman bagi anak yang tidak dapat lagi
ditolerir kesalahannya atau pelanggarannya. Seperti Firman Allah QS. Asy-Syura
(42): 40
“Dan
balasan kejahatan itu ialah kejahatan yang seimbang. Maka barang siapa yang
memaafkan dan mengadakan perdamaian, maka pahalanya atas Allah. Sesungguhnya
Dia tidak menyukai orang-orang yang aniaya” (QS. Asy-Syura (42): 40)
Ayat
diatas menerangkan bahwa orang yang berbuat salah harus diberi sangsi sesuai
dengan kesalahannya. Ia pun dapat diberi maaf jika dipandang kesalahan itu
memang layak dimaafkan. Bila orang yang berbuat tidak baik itu tidak lagi dapat
dicegah dan diberi maaf, yang bersangkutan harus dikenakan hukuman yang berat.
Memberikan sangsi yang berat kepada anak diperlukan untuk mencegah yang lain
melakukan kerusakan serupa. Karena pendidikan dimaksudkan mencetak manusia
menjadi orang shalih, siapa pun yang dinilai tidak dapat diharapkan menjadi
orang yang shalih dapat dikenai sangsi yang berat.
Demikianlah
petunjuk Allah dan rasul-Nya untuk memberikan sangsi kepada orang-orang yang
berbuat tidak baik atau anak didik yang berperilaku buruk dan tidak dapat
diperbaiki lagi keadaannya. Jadi, memberikan sangsi dalam pendidikan merupakan
faktor penting untuk menciptakan anak didik menjadi orang yang taat kepada
kebaikan.
4. Makna ciuman, kelembutan, dan kasih sayang
Ciuman
memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menggerakkan perasaan dan emosi anak,
selain juga berdampak dalam meredakan kemarahan dan kemurkaannya. Selain itu,
juga menimbulkan perasaan ikatan yang kuat dalam hubungan cinta antara orang
dewasa dengan si anak. Ciuman adalah bukti kasih sayang dalam hati kepada si
anak yang sedang tumbuh. Ciuman adalah bukti kerendahan hati orang dewasa
kepada anak kecil. Bukti kasih sayang Rasulullah SAW kepada anak-anak bisa
dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas bin Malik RA :
“Bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya aku masuk dalam sholat dan aku ingin
memanjangkannya. Tetapi, aku mendengar tangisan bayi. Maka aku pendekkan
shalatku karena aku tahu besarnya rasa cinta ibunya dari tangisannya itu.”
5. Bermain dan bersenda gurau dengan anak
Dalam
hadits yang bersumber dari Abdullah bin Abbas RA, yang bercerita : Ketika
Rasulullah SAW tiba di Mekkah, beliau disambut anak-anak dari Bani Muththalib.
Lalu beliau menggendong salah seorang dari mereka di depan dan seorang lagi di
belakang punggung beliau. (HR. Bukhari).
Menurut
Mohammad Nur Abdul Hafid (2004), apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam
bermain dan bersenda gurau dengan anak-anak kecil serta cara mengungkapkan
kasih sayangnya pada mereka.
6. Nasihat dengan Memberikan Contoh
Menurut
Abdullah Nashih Ulwan (1992), salah satu metode mendidik anak yang efektif
dalam membentuk keimanan anak, mempersiapkan secara moral, psikis, dan sosial
yaitu dengan nasihat. Sebagaimana pengulangan nasihat dan saran positif di
dalam surat Luqman : “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu
mepersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah bebar-benar
kezaliman yang besar.”
Adapun
nasehat dengan memberikan contoh, Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Anas RA
berkata : telah bersabda Rasulullah SAW : “Orang Mukmin yang selalu membaca
al-Qur’an itu laksana buah al-Atiujjah (menyerupai jeruk), baunya harum dan
rasanya manis. Orang mukmin yang tidak membaca al-Qur’an laksana buah yang rasanya manis tetapi tidak harum.
Orang durhaka yang membaca al-Qur’an itu laksana buah yang baunya harum tetapi
rasanya pahit, dan orang durhaka yang tidak membaca al-Qur’an laksana uah yang tidak harum dan pahit. Perumpamaan
teman yang jahat adalah seperti tukang pandai besi, jika hitamnya tidak
mengenaimu, amka paling tidak akan terkena asapnya.”
Dengan
perumpamaan-perumpamaan seperti ini maksudnya agar lebih merangsang untuk
berbuat baik, dan sebaiknya takut berbuat jahat.
Kesimpulan
- Metode pendidikan pada
masa Prenatal
Perilaku edukatif baik secara
fisik maupun psikis orang tua terhadap anaknya sebelum lahir dapat dilakukan
sesuai dengan periode dan pola perkembanganya.
a. Perilaku Secara Fisik
Periode
Prakonsepsi
Periode
Pascakonsepsi (Masa Kehamilan)
b. Perilaku Secara Psikis
Perilaku
psikis merupakan perilaku yang berkaitan dengan jiwa atau rohani. Ibu hamil
disarankan untuk banyak mendengarkan al-Qur’an (memperdengarkan bayinya suara
al-Qur’an setiap hari), karena perbuatan ini akan menjadi bayi lebih stabil dan
tenang. Hati ibu juga akan menjadi tenang, hal itu akan memberikan pengaruh
positif pada janin, sehingga ia tumbuh dengan baik.
- Metode Mendidik Anak ala
Nabi SAW
a. Menampilkan suri Teladan yang Baik
b. Tidak suka Marah dan Mencela
c. Metode Menghukum Anak yang Mendidik
d. Makna ciuman, kelembutan, dan kasih sayang
Daftar Pustaka
Hafid, Mohammad Nur A. 2004. Mendidik Anak Usia
Dua Tahun hingga Baligh Versi
Rasulullah
Bidang Sosial, budi Pekerti, dan Kejiwaan diterjemahkan dari Manhaj
at-Tarbiyah an-Nabawiyah li
ath-Thifli. Yogyakarta: Darussalam.
Halim, M. Nipan A. 2003. Anak Saleh Dambaan
Keluarga. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Islami, Ubes Nur. 2007. Mendidik Anak dalam
Kandungan: Optimalisasi Potensi Anak Sejak
Dini.
Jakarta: Gema Insani.
Juzzi, Ibnu. Al-qawanin al-Fighiyyah.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
(2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta
: Balai Pustaka.
Sahih. Shahih al-Jami’ ash-shaghir, nomor 4797.
Diriwayatkan Muslim dan Abusy Syaikh.
Suwaid, Muhammad Nur abdul H. 2010. Prophetic
Parenting; Cara Nabi Saw Mendidik Anak.
Yogyakarta
: Pro-u Media
Soekidjo, Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Thalib, Muhammad. 2001. 20 Kerangka Pokok Pendidikan Islami, Yogyakarta: Ma’alimul
Thalib, Muhammad. 2001. 20 Kerangka Pokok Pendidikan Islami, Yogyakarta: Ma’alimul
Usroh, hal. 69-70
_______.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Internet available from http://www.geocities,com/frans_98/uu/uu_20_03.htm. Di akses pada tanggal 22 Maret 2018 jam 19.56
_______.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Internet available from http://www.geocities,com/frans_98/uu/uu_20_03.htm. Di akses pada tanggal 22 Maret 2018 jam 19.56
Ulwan,
Abdullah Nashih. 1992. Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Zubaidi,
Bahrun Abubakar I. 2008. Tahapan Mendidik Anak. Bandung: Irsyad Baitus Salam.
Thanks infonya. Oiya, saya nemu artikel menarik nih yang ngebahas tentang kesalahan terbesar yang kerap dilakukan orang tua dalam mendidik anaknya seputar keuangan. Ini informatif banget sih, apalagi yang ngomong miliarder kenamaan Warren Buffett. Cek langsung disini ya: Kata Warren Buffet, ini kesalahan terbesar orang tua dalam mendidik anak tentang keuangan
BalasHapus