PENDIDIKAN PARENTING ALA RASULULLAH


PENDIDIKAN PARENTING ALA RASULULLAH
Sarah Sabilah



Pendahuluan
Anak merupakan amanat ditangan kedua orang tuanya dan kalbunya yang masih bersih merupakan permata yang sangat berharga. Jika ia dibiasakan untuk melakukan kebaikan, niscaya dia akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat. Sebaliknya, jika dibiasakan dengan keburukan serta ditelantarkan seperti hewan ternak, niscaya dia akan menjadi orang yang celaka dan binasa.
Masa kanak-kanak merupakan fase yang paling subur, paling panjang, dan paling dominan bagi seorang murabbi (pendidik) untuk menanamkan norma-norma yang mapan dan arahan yang bersih ke dalam jiwa dan sepak terjang anak didiknya. Berbagai kesempatan terbuka lebar untuk sang murabbi dan semua potensi tersedia secara berlimpah dalam fase ini dengan adanya fitrah yang bersih, masa kanak-kanak yang masih lugu, kepolosan yang begitu jernih, kelembutan dan kelunturan jasmaninya, kalbu yang masih belum terkontaminasi.
Orang tua berkewajiban memelihara anak-anaknya dengan cara mendidik, membersihkan pekerti, dan mengajarinya akhlaq-akhlaq yang mulia, serta menghindarinya dari teman-teman yang berpekerti buruk. Manakala seorang ayah melihat pada diri anaknya tanda-tanda menginjak usia tamyiz, maka sang ayah harus meningkatkan pengawasan terhadapnya dengan baik. Hal tersebut pada mulanya ditandai dengan munculnya rasa malu dalam diri sang anak, bilamana sang anak mulai punya rasa segan dan malu serta tidak mau melakukan beberapa hal tertentu, maka tiada lain hal tersebut merupakan pengaruh dari akalnya yang mulai terang. Saat itu sang anak mulai dapat membedakan antara hal yang buruk dan hal yang baik.
Mendidik anak dan mengajar anak bukan merupakan hal yang mudah, bukan pekerjaan yang dapat dilakukan secara serampangan, dan bukan pula hal yang bersifat sampingan. Mendidik dan mengajar anak sama kedudukannya dengan kebutuhan pokok dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap muslim yang mengaku dirinya memeluk agama yang hanif ini. Bahkan mendidik dan mengajar anak merupakan tugas yang harus mesti dilakukan oleh setiap orangtua, karena perintah mengenainya datang dari Allah SWT sebagaimana pengertian yang disimpulkan dari makna firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu (QS. At-Tahrim (66): 6)
“Ali ibnu Abu Thalib telah mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa cara untuk sampai ke arah itu adalah dengan mendidik dan mengajari mereka. Dengan demikian, berarti tugas mengajar, mendidik, dan memberikan tuntunan sama artinya dengan upaya untuk meraih surga. Sebaliknya, menelantarkan hal tersebut berarti sama dengan menjerumuskan diri ke dalam neraka. Jadi, kita tidak boleh melalaikan tugas ini, terlebih lagi Nabi SAW telah bersabda : Muliakanlah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik” (hadits diketengahkan oleh Ibnu Majah 2/ 1211, tetapi al-Albani menilainya dha’if)
Sudah menjadi keharusan bagi orang yang berhati ikhlas dari kalangan umat ini untuk menyingsingkan lengan baju dan bekerja dengan tulus tanpa mengenal lelah guna membentuk generasi baru sesuai dengan sampel yang telah dicontohkan oleh generasi yang telah di didik oleh Nabi SAW. Hal ini tidak akan dapat direalisasikan, kecuali dengan mengikuti jejak dan manhaj yang telah digariskan oleh Nabi SAW sebagaimana yang telah disebutkan oleh Allah SWT melalui firman-Nya :  “Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk.” (QS. An-Nur (24) :54)
Nabi SAW sendiri pun telah bersabda dalam sebuah Haditsnya : “Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW” (Hadits riwayat Bukhari Hadits no.5633)  
Salah satu hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah mendidik cucunya dengan penuh aksih sayang yaitu diriwayatkan oleh ‘Abdullah Ibnu Syaddad RA tyang telah menceritakan hadits berikut : Rasulullah SAW keluar dari rumahnya menemui kami yang sedang menunggu beliau untuk sholat Maghrib dan Isya, sedang beliau menggendong Hasan dan Husain. Rasulullah SAW maju dan meletakkan cucunya, kemudian melakukan takbir shalatnya. Dalam salah satu sujud dari shalatnya itu, beliau lama sekali melakukannya. “Ayah perawi mengatakan: “Maka kuangkat kepalaku,ternyata kulihat anak itu berada diatas punggung Rasulullah SAW yang sedang dalam sujudnya. Sesudah itu aku kembali ke sujudku. Setelah Rasulullah SAW menyelesaikan shalatnya orang-orang bertanya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah melakukan suatu sujud dalam shalatmu yang begitu lama sehingga kami mengira terjadi sesuatu pada dirimu karena ada wahyu yang diturunkan kepadamu. Rasulullah menjawab : “semua itu tidak terjadi, melainkan anakku ini menunggangiku sehingga aku tidak suka bila menyegerakannya untuk turun sebelum dia merasa puas denganku” (Hadits diketengahkan oleh nasa’i, Kitabut Tathbiq 1 129, ahmad, Musnadul Makkiyyin 15456. Abu Ya’la telah meriwayatkannya, tetapi dalam sanadnya terdapat Muhammad Ibnu Dzakwan yang dinilai tsiqah oleh Ibnu Hibban, sedang yang lain menilainya dha’if. Adapun perawi lainnya berpredikat shahih).
Diriwayatkan oleh Abu qatadah al-Anshari yang telah menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah sholat sembari menggendong Umamah, Putri zainab dari hasil pernikahannya dengan abul Ash Ibnu Rabi’ah Ibnu ‘Abdu Syams RA, sedang Zainab sendiri adalah putri Rasulullah SAW. Apabila sujud, beliau meletakkan cucunya itu ke tanah, dan apabila bangun beliau menggendongnya kembali. (Bukhari, Kitabush sholat 486, Muslim, Kitabul Masajid Wamawadhi ‘ish Sahalat 488)
Menurut riwayat Nasa’i, bahwa Rasulullah SAW pernah sholat mengimami kaum Muslim seraya menggendong Umamah binti abul ‘Ash dipundaknya. Apabila ruku’, beliau meletakkannya ditanah, dan apabila bangun dari sujudnya, beliau kembali menggendongnya. (Nasa’i, Kitabul Imamah 818)
Riwayat nasa’i ini mengandung keterangan bahwa sholat yang dilakukan oleh beliau saat menggendong Umamah adalah sholat Fardhu.
Hadits di atas menunjukkan bahwa rasulullah memberikan kesempatan pada anak kecil bermain hingga puas dan tidak ingin mengganggu masa bermainnya, hingga mereka turun dengan sendirinya dari atas punggung Rasulullah. Dengan kata lain, jalan petunjuk pendidikan yang terbaik adalah pendidikan parenting ala Rasulullah, bukan terletak pada ajaran atheis dan berbagai teori pemikirannya, bukan pada kebudayaan Barat, dan bukan pula pada berbagai macam pemikiran dan ide yang bersumber dari kaum sekuler, oleh karena itu pemakalah mengambil judul tentang “Pendidikan Parenting ala Rasulullah”

Metode
Metode penulisan karya ilmiah ini dengan libarary research atau pustaka, yang mana ini termasuk dalam penelitian kualitatif. Adapun buku yang digunakan untuk sumber data ada dua, yaitu Primer dan sekunder. Buku primer dengan judul Prophetic Parenting Cara Nabi Muhammad SAW Mendidik Anak dan buku sekunder diantaranya : Mendidik Anak Usia Dua Tahun hingga Baligh Versi Rasulullah Bidang Sosial, budi Pekerti, dan Kejiwaan diterjemahkan dari Manhaj at-Tarbiyah an-Nabawiyah li ath-Thifli, Mendidik Anak dalam Kandungan: Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini, Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar, Anak Saleh Dambaan Keluarga dan Tahapan Mendidik Anak.

Pembahasan
A.    Pengertian Pendidikan Parenting ala Rasulullah
Kata pendidikan adalah kata jadian dari kata didik, yang mendapat imbuhan pen- dan –an. Kata didik mengandung banyak arti, antara lain pelihara, bina, latih, asuh, dan ajar. Dengan adanya proses tambahan (awalan dan akhiran) tersebut akan memberikan pemahaman dan pengertian yang lebih luas, kompleks, sistematis, dan filosofis.
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.  (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002 : 263) 
Segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. (Soekidjo Notoatmodjo. 2003 : 16)
Pendidikan adalah  usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan  proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU RI No.  20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1) 
Pendidikan parenting ala Rasulullah yaitu segala upaya orang tua dalam mempengaruhi seseorang atau kelompok ala Rasulullah SAW.
B.     Mendidik Anak dalam Kandungan
Kata pendidikan adalah kata Menurut pandangan Islam, pendidikan anak dimulai semenjak masih berada dalam kandungan ibu atau bahkan semenjak calon suami memilih calon istrinya. Hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya : “Pilihlah tempat menanam nutfahmu (istri), karena pengaruh keturunan itu sangat kuat.” (HR. Abu Dawud)
Berdasarkan hadits ini, pendidikan anak itu perlu diupayakan sedini mungkin bahkan semenjak calon suami mencari calon pasangannya. Karena faktor pembawaan dari kedua calon orang tua si janin sangatlah kuat. Pribadi yang saleh dari calon orang tua relatif akan menurun kepada pribadi anak-anak yang bakal dilahirkannya.
Adapun cara-cara mendidik anak yang tepat, kesemuanya memang harus diterapkan semenjak dini, termasuk semenjak anak dalam kandungan bahkan jauh sebelumnya. Pendekatan psikologis mulai diterapkan dengan cara lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, memperbanyak amal saleh, memperbanyak amal kemanusiaan dan senantiasa berharap anak yang bakal lahir kelak menjadi anak yang benar-benar saleh. Cara ini sekaligus telah menerapkan cara kedua, yakni memberi teladan yang baik meskipun masih bersifat abstrak. Dan semuanya tetap harus ditempuh dengan penuh kesungguhan dan istiqomah.
1.      Memberikan Nafkah yang Halal dan Baik
Cara ini pun sebenarnya masih bersifat seni abstrak pula. Karena pada kenyataannya, nafkah itu tidak diberikan kepada anak melainkan dinikmati sendiri oleh orang tua. Namun demikian, meskipun nafkah itu tidak diberikan secara langsung kepada janin yang masih dalam kandungan, tetapi hal ini justru lebih mendasar. Karena dengan memakan dan meminum minuman yang halal dan baik itulah, janin yang terbentuk pun berupa janin yang halal dan baik pula. Unsur ovum dan spermatozoa yang berpadu menajdi biji janin berupa bahan atau saripati makanan yang baik dan halal. Dan kemudian biji janin itupun akan berkembang dari hari ke hari dengan sari pati makanan yang halal dan baik.
Maka cara ini jelas sangat mendasar, bahkan mendasari cara-cara lain yang hendak kita tempuh dalam mendidik anak agar nantinya tumbuh dewasa menjadi individu yang saleh. Dengan bahan dasar janin yang halal dan baik, tentu lebih bisa diharapkan akan terwujudnya kepribadian yang saleh.
2.      Mendo’akan Kebaikan Anak
Cara ini pun harus diterapkan semenjak dini. Sebelum terbuahinya ovum oleh spermatozoa, calon orang tua supaya mulai khusyuk berdo’a agar anaknya kelak terlahir menjadi anak yang saleh. Bahkan tatkala hendak bersetubuh pun Rasulullah SAW mengajarkan supaya berdo’a, sebagaimana disabdakan :  “Jika diantara mereka hendak menyetubuhi istrinya, hendaklah berdo’a (yang artinya) : Dengan menyebut Asma Allah. Ya Allah, jauhkanlah aku dari godaan setan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada kami” (HR. Al Bukhari)
Berdasarkan petunjuk dalam hadits tersebut, sejak dini kita diajarkan supaya berdo’a agar janin yang bakal Allah anugerahkan kepada kita berupa janin yang terjauh dari godaan setan. Sehingga kelak akan terlahir seorang bayi suci yang terjauh dari godaan setan dan secara fisik terbuat dari saripati makanan yang halal dan baik.
Penerapan do’a demi kebaikan (kesalehan) anaknya kelak, tentu tidak hanya diucapkan saat hendak bersetubuh belaka, melainkan dilakukannya secara istiqomah. Terus menerus berdo’a kepada Allah, semoga anak yang bakal terlahir menjadi anak yang saleh.
Pemanjatan doa semasa anak masih dalam kandungan, hendaklah lebih ditekankan. Terlebih pada saat janin mencapai usia 120 hari (4 bulan) dalam kandungan. Karena pada saat itulah sang janin akan diberi ruh dan sekaligus ditetapkan empat kalimat Takdir, yakni tentang takdir rizkinya, ajalnya, amalnya dan takdir tentang celaka atau bahagianya. (M. Nipan, 2003: 161).
Sikap dan tindakan orang tua akan mempengaruhi anak dalam kandungan. Perilaku atau tindakan orang tua yang dapat mempengaruhi perkembangan anak yang belum lahir meliputu dua segi yakni perilaku secara fisik dan psikis atau perilaku jasmani dan rohani, masing-masing dapat berakibat langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu, bagi orang tua yang menghendaki agar perilakunya berpengaruh baik terhadap anak yang dikandungnya hendaklah ia mengambil tindakan-tindakan secara khusus terhadapnya yang bersifat mendidiknya, dalam arti dapat membantu perkembanganya.
Perilaku edukatif baik secara fisik maupun psikis orang tua terhadap anaknya sebelum lahir dapat dilakukan sesuai dengan periode dan pola perkembanganya.
1.      Perilaku Secara Fisik
Berbicara Behavior ditinjau dari fisik, dalam arti tindakan yang bisa dilihat. Perilaku ini dapat dilakukan menjadi dua periode.
a.       Periode Prakonsepsi
Masa-masa ini ditandai sejak seseorang belum menikah yaitu dimulai sejak pemilihan jodoh hingga menjelang terjadinya pernikahan kemudian terjadinya masa konsepsi (vertilisasi).
Islam telah menganjurkan dalam memilih istri adalah wanita yang baik dan bertakwa, karena baik dan bertakwa itu merupakan indikator istri yang shalehah. Wanita juga berhak untuk memilih laki-laki yang beriman, takwa, serta kualifikasi lainya sebagai calon suaminya. Pada hakikatnya dialah yang akan menanamkan benihnya di dalam rahimnya. Dalam menanamkan pun tidak hanya menanam, tetapi juga butuh pengalaman yang berkaitan dengan syariat islam. Apabila benih yang ditanam adalah benih yang baik dan berkualitas, maka hasilnya akan berkualitas.(Isna, 2001:136).
b.      Periode Pascakonsepsi (Masa Kehamilan)
Perilaku Edukatif dilakukan oleh orang tua pada masa kehamilan, dalam periode ini relatif sama pada setiap periode dan pola perkembangan, baik pada awal, pertengahan atau akhir dari kehamilan. Kondisi fisik yang dapat mempengaruhi janin pada saat masa kehamilan adalah;
ü  Kesehatan Ibu
Kesehatan ibu pada saat hamil akan berpengaruh terhadap janin dalam perkembanganya. Oleh sebab itu, ibu yang sedang hamil harus benar-benar menjaga kesehatannya agar jangan sampai terserang suatu penyakit. Menjaga kesehatan ada dalam sekitar lingkugan, baik lingkungan jasmani, hayati, sosial dan ekonomi.(Anas, 2001:183)
Lingkungan jasmani termasuk semua benda yang ada di bumi seperti sinar, suhu, air, iklim, debu, musim, cuaca dan sifat lingkungan dan tidak membedakan semua makhluk. Oleh karena itu ibu yang baru hamil harus hati-hati dan waspada terhadap lingkungan jasmani, hindari jika tidak tahan dengan lingkungan jasmani atau akan mempengaruhi pada janin.
Lingkungan hayati termasuk semua bentuk kehidupan baik nabati maupun hewani yang termasuk lingkungan nabati dan hewani yang bermanfaat, tidak menimbulkan alergi, keracunan atau penyakit. Lingkungan sosial segala bentuk hubungan antar sesama manusia hendaknya saling bertujuan saling menyelamatkan satu sama lain, dan menjaga silaturahim dengan baik. Seseorang yang sedang hamil senantiasa berbuat baik misalnya dengan berbuat zakat, infak, sodakoh dan korban.
Lingkungan ekonomi dapat dilakukan dengan menjaga kesehatan yang dianjurkan oleh dokter, dengan aktif memeriksakan kondisi kesehatanya pada dokter. Oleh karenanya wajarlah banyak ahli yang menyatakan bahwa kesehatan seorang ibu yang mengandung sangat berpengaruh besar terhadap anak yang dikandungnya.
ü  Pengaturan Makanan Ibu
Pengaturan makanan bagi ibu hamil merupakan tindakan yang sangat penting dan sangat mempengaruhi perkembangan janin sebab makanan atau minuman yang dikonsumsi oleh ibu itulah yang akan dikonsumsi pulaoleh janin dari aliran darah ibu melalui plasenta.
Makanan yang halal dan baik merupakan makanan yang tepat untuk dikonsumsi oleh ibu hamil. Di dalamnya sudah pasti terkandung berbagai macam unsur yang diperlukan oleh tubuh secara lengkap. Terlebih lagi makanan yang masih alami belum tercampur oleh zat kimiawi.(Isna, 2001:141). Makanan dan vitamin yang sangat  membantu kebutuhan seorang ibu selama kehamilannya, antara lain vitamin E, kalsium, zat besi, suplemen, mineral, protein, kolina, dan air (Ubes, Juni: 30).
Sehubungan dengan hal ini banyak para ahli yang mengatakan bahwa nutrisi-nutrisi yang kurang mencukupi merupakan ancaman yang utama terhadap pertumbuhan janin. Allah berfirman, “makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu.”(Q.S. Al-Maidah:88)
Mengkonsumsi makanan yang bergizi, baik, dan halal sesuai dengan jenis makananya dan cara memperoleh makananya sudah diperintah oleh Allah. Maka untuk ibu hamil hendaknya melaksanakan perintah itu, agar anak yang dikandungnya menjadi baik pula.
2.      Perilaku Secara Psikis
Di samping perilaku edukatif secara fisik dan calon orang tua terhadap calon anaknya sangat diperlukan, perilaku edukatif secara psikis pun tidaklah kalah pentingnya untuk diperhatikan dan dilakukan sesuai dengan periode dan perkembangan kejadian manusia dalam kandungan.
Perilaku psikis merupakan perilaku yang berkaitan dengan jiwa atau rohani. Ibu hamil disarankan untuk banyak mendengarkan al-Qur’an (memperdengarkan bayinya suara al-Qur’an setiap hari), karena perbuatan ini akan menjadi bayi lebih stabil dan tenang. Hati ibu juga akan menjadi tenang, hal itu akan memberikan pengaruh positif pada janin, sehingga ia tumbuh dengan baik.
Menurut Ubes, anak dalam kandungan yang didengarkan bacaan-bacaan al-Qur’an agar ia terbina dan terlatih pada kondisi suasana keislaman atau bersifat Qur’ani atau menimbulkan kecintaan pada materi al-Qur’an dan al-Hadits setelah ia menjadi anak yang tumbuh dan berkembang (masa kanak-kanak, remaja, sampai tingkat dewasa) nanti.
3.      Metode Pendidikan Pasca melahirkan
a.       Azan di telinga kanan, iqamat di telinga kiri
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan at-Tirmidzi : Bahwasanya Rasulullah SAW membaca adzan ditelinga al-Hasan bin Ali sesaat setelah Fatimah melahirkannya degan azan untuk shalat”. Hikmah di balik azan ini adalah sebagaimana dikatakan oleh ad-dahlawi rahimahullah sebagai berikut :
ü  Azan adalah salah satu syiar Islam
ü  Pemberitahuan tentang agama Muhammad
ü  Harus membaca azan tersebut di telinga si bayi
ü  Perlu diketahui bahwa salah satu keutamaan azan adalah dapat mengusir setan. Dan setan ini mengganggu di awal masa kelahiran bayi. Sampai disebutkan dalam hadits bahwa tangisan bayi untuk pertama kalinya adalah karena gangguan setan.
b.      Menyuapi bayi dengan kurma
Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya dari Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Bahwasanya Rasulullah SAW biasa didatangkan kepada beliau bayi-bayi agar beliau memberkati dan menyuapi mereka. Suatu saat ada seorang bayi yang didatangkan kepada beliau kemudian kencing di pakai beliau. Beliau minta air lalu memerciki tempat kencing itu.” Beberapa pelajaran yang dapat diambil dari bab pembahasan ini adalah sebagai berikut :
ü  Disunnahkannya menyuapi bayi
ü  Meminta keberkahan kepada orang-orang saleh (yang masih hidup)
ü  Disunnahkan membawa bayi kepada orang-orang saleh untuk dido’akan, baik sewaktu dilahirkan maupun setelahnya
ü  Anjuran untuk bersikap baik, lembut, rendah hati dan sayang kepada anak-anak.
c.       Memberikan nama bayi
Setelah bayi dilahirkan, kemuliaan dan kebaikan pertama yang diberikan kepadanya adalah menghiasinya dengan nama dan julukan yang baik. Karena, nama yang baik memiliki dampak yang positif pada jiwa dari pertama kali mendengarnya. Demikian juga Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya dan mewajibkan mereka untuk berdo’a kepadaNya dengan menyebutkan Asmaul Husna .
“Hanya milik Allah Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Al-‘Araf : (7): 180).
d.      Aqiqah
Diriwayatkan oleh Ahmad, at-Tirmidzi, Abu dawud, an-Nasa’i, al-hakim, dan Ibnu hibban daalm Shahihnya dari Ummu Kurz al-Ka’biyah pada Shahih al-jami’ ash-Shaghir, nomor 4106-4107 ia berkata : “Bahwasanya dia bertanya kepada Rasulullah SAW tentang aqiqah. Beliau menjawab, “anak laki-laki dua ekor kambing, dan anak perempuan satu ekor kambing. Tidak apa-apa kambing-kambing itu jantan atau betina.”
e.       Khitan
Diriwayatkan oleh Ahmad dari Syaddad binaus ra pada kitab al-Qawanin al-Fiqhiyyah : “Nabi SAW bersabda : Khitan adalah sunnah bagi laki-laki dan penghormatan bagi wanita”
f.       Mendidik bayi dengan menyusui dan Menyapih
Allah SWT berfirman : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan” (QS. Al-Baqarah (2) : 233).
 
C.    Metode Mendidik Anak ala Nabi SAW
1.      Menampilkan suri Teladan yang Baik
Suri teladan yang baik memiliki dampak yang besar pada kepribadian anak. Sebab, mayoritas yang ditiru anak berasal dari kedua orangtuanya. Bahkan, dipastikan pengaruh paling dominan berasal dari kedua orangtuanya.
“Kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi atau Nasrani. Anak-anak akan selalu memerhatikan dan meneladani sikap dan perillaku orang dewasa. Apabila mereka melihat kedua orangtua berperilaku jujur, mereka akan tumbuh dalam kejujuran. Demikian seterusnya.
2.      Tidak suka Marah dan Mencela
Kita perhatikan bahwa Rasulullah SAW tidak banyak mencela perilaku anak-anak. Anas RA menjadi pembantu Rasulullah SAW selama 10 tahun beruntun. Dia menjelaskan tentang pendidikan Rasulullah SAW, “Tidak pernah beliau tidak memeprtanyakan tentang apa yang aku lakukan, ‘kenapa kau lakukan ini?’ atau apa yang tidak aku lakukan, ‘kenapa tidak engkau lakukan?’
Diriwayatkan oleh ahmad dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Aku menjadi pembantu Nabi SAW selama sepuluh tahun. Tidaklah beliau memberiku perintah, lalu aku lama mengerjakannya, atau tidak aku kerjakan sama sekali, melainkan beliau tidak mencelaku. Apabila ada salah satu anggota keluarga beliau yang mencelaku, beliau bersabda, “Biarkanlah dia. Kalau dia mampu, pasti dilakukannya.”
Metode yang diapkai oleh Rasulullah SAW ini menumbuhkan perhatian mendalam dan rasa malu pada diri anak kecil bernama Anas. Dia menemukan hal ini dalam diri Rasulullah SAW.
3.      Metode Menghukum Anak yang Mendidik
Apabila si anak tidak bisa dikoreksi kesalahan pemahamannya dengan praktik secara langsung sekalipun, dan terus mengulang kesalahan yang sama, maka dia harus dihukum. Ada beberapa tahapan yang harus diikuti dalam hukuman ini
ü  Tahap pertama : memperlihatkan cambuk kepada anak
Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazaq dan ath-Thabrani dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan secara marfu’ “Gantungkanlah cambuk ditempat yang dapat dilihat oleh seluruh anggota keluarga, sebab itu lebih dapat membuat mereka menurut.”
ü  Tahap kedua : menjewer daun telinga
Ini adalah hukuman fisik pertama untuk anak. Pada tahap ini si anak mulai mengenali kepedihan akibat melakukan kesalahan, yaitu telinganya dijewer. An-Nawawi menyebutkan dalam kitab al-Adzkar, dia katakan :kami riwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abdullah bin Busr al-Mazini RA, ia berkata : “Ibuku mengutusku kepada Rasulullah SAW dengan membawa seikat anggur. Namun, aku memakannya sebagian sebelum aku sampaikan kepada beliau. Ketika aku sudah bertemu beliau, beliau menjewer telingaku dan mengatakan, “Hai Ghudar (Koruptor).”
ü  Tahap ketiga : memukul anak
Apabila melihat tongkat atau cambuk tidak berhasil, dan menjewer telinga juga tidak membawa dampak yang positif, sementara anak terus nakal dan melakukan kesalahan yang sama, maka tahap ketiga ini diharapkan dapat meredam kenakalannya. Tetapi pemukulan yang dilakukan apakah hanya dilakukan begitu saja sesuai dengan kemarahan orang tua atau para pengajar dengan tanpa panduan tanpa panduan sama sekali? Atau perlu memiliki kaidah-kaidah tertentu yang harus diikuti agar memberikan hasil yang maksimal dan benar. Apa saja kaidah-kaidah ini?
a.       Memukul dimulai dari usia sepuluh tahun
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh abu dawud dengan sanad hasan : “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat pada usia tujuh tahun, dan pukullah mereka untuk shalat pada usia sepuluh tahun.”
Maka, memukul dimulai dari usia sepuluh tahun. Nabi SAW tidak mengizinkan untuk memukul anak sebelum usia sepuluh tahun. Terlebih lagi menghukum pada semua aspek kehidupan, akhlak, dan pendidikan, yang tingkatan dan nilainya masih di bawah shalat di sisi Allah SAW.
b.      Batas jumlah pukulan
Jumlah pukulan dalam keadaan apapun dalam aktivitas pendidikan tidak boleh lebih dari sepuluh kali. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah RA : Dalam Mushannaf ‘Abdurrazzaq disebutkan dengan lafal : “tidak ada hukuman melebihi sepuluh kali cambukan, selain pada hukuman hadd Allah.” (Suwaid : 2010: 287).
Dan menurut Muhammad Thalib (2001), dalam bukunya yang berjudul 20 kerangka pokok pendidikan Islam setuju dengan hukuman bagi anak yang tidak dapat lagi ditolerir kesalahannya atau pelanggarannya. Seperti Firman Allah QS. Asy-Syura (42): 40
“Dan balasan kejahatan itu ialah kejahatan yang seimbang. Maka barang siapa yang memaafkan dan mengadakan perdamaian, maka pahalanya atas Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang aniaya” (QS. Asy-Syura (42): 40)
Ayat diatas menerangkan bahwa orang yang berbuat salah harus diberi sangsi sesuai dengan kesalahannya. Ia pun dapat diberi maaf jika dipandang kesalahan itu memang layak dimaafkan. Bila orang yang berbuat tidak baik itu tidak lagi dapat dicegah dan diberi maaf, yang bersangkutan harus dikenakan hukuman yang berat. Memberikan sangsi yang berat kepada anak diperlukan untuk mencegah yang lain melakukan kerusakan serupa. Karena pendidikan dimaksudkan mencetak manusia menjadi orang shalih, siapa pun yang dinilai tidak dapat diharapkan menjadi orang yang shalih dapat dikenai sangsi yang berat.
Demikianlah petunjuk Allah dan rasul-Nya untuk memberikan sangsi kepada orang-orang yang berbuat tidak baik atau anak didik yang berperilaku buruk dan tidak dapat diperbaiki lagi keadaannya. Jadi, memberikan sangsi dalam pendidikan merupakan faktor penting untuk menciptakan anak didik menjadi orang yang taat kepada kebaikan.   
4.      Makna ciuman, kelembutan, dan kasih sayang
Ciuman memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menggerakkan perasaan dan emosi anak, selain juga berdampak dalam meredakan kemarahan dan kemurkaannya. Selain itu, juga menimbulkan perasaan ikatan yang kuat dalam hubungan cinta antara orang dewasa dengan si anak. Ciuman adalah bukti kasih sayang dalam hati kepada si anak yang sedang tumbuh. Ciuman adalah bukti kerendahan hati orang dewasa kepada anak kecil. Bukti kasih sayang Rasulullah SAW kepada anak-anak bisa dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas bin Malik RA :
“Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya aku masuk dalam sholat dan aku ingin memanjangkannya. Tetapi, aku mendengar tangisan bayi. Maka aku pendekkan shalatku karena aku tahu besarnya rasa cinta ibunya dari tangisannya itu.” 
5.      Bermain dan bersenda gurau dengan anak
Dalam hadits yang bersumber dari Abdullah bin Abbas RA, yang bercerita : Ketika Rasulullah SAW tiba di Mekkah, beliau disambut anak-anak dari Bani Muththalib. Lalu beliau menggendong salah seorang dari mereka di depan dan seorang lagi di belakang punggung beliau. (HR. Bukhari).
Menurut Mohammad Nur Abdul Hafid (2004), apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam bermain dan bersenda gurau dengan anak-anak kecil serta cara mengungkapkan kasih sayangnya pada mereka.
6.      Nasihat dengan Memberikan Contoh
Menurut Abdullah Nashih Ulwan (1992), salah satu metode mendidik anak yang efektif dalam membentuk keimanan anak, mempersiapkan secara moral, psikis, dan sosial yaitu dengan nasihat. Sebagaimana pengulangan nasihat dan saran positif di dalam surat Luqman : “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu mepersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah bebar-benar kezaliman yang besar.”
Adapun nasehat dengan memberikan contoh, Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Anas RA berkata : telah bersabda Rasulullah SAW : “Orang Mukmin yang selalu membaca al-Qur’an itu laksana buah al-Atiujjah (menyerupai jeruk), baunya harum dan rasanya manis. Orang mukmin yang tidak membaca al-Qur’an laksana  buah yang rasanya manis tetapi tidak harum. Orang durhaka yang membaca al-Qur’an itu laksana buah yang baunya harum tetapi rasanya pahit, dan orang durhaka yang tidak membaca al-Qur’an laksana  uah yang tidak harum dan pahit. Perumpamaan teman yang jahat adalah seperti tukang pandai besi, jika hitamnya tidak mengenaimu, amka paling tidak akan terkena asapnya.”     
Dengan perumpamaan-perumpamaan seperti ini maksudnya agar lebih merangsang untuk berbuat baik, dan sebaiknya takut berbuat jahat.

Kesimpulan
  1. Metode pendidikan pada masa Prenatal
Perilaku edukatif baik secara fisik maupun psikis orang tua terhadap anaknya sebelum lahir dapat dilakukan sesuai dengan periode dan pola perkembanganya.
a.       Perilaku Secara Fisik
Periode Prakonsepsi
Periode Pascakonsepsi (Masa Kehamilan)
b.      Perilaku Secara Psikis
Perilaku psikis merupakan perilaku yang berkaitan dengan jiwa atau rohani. Ibu hamil disarankan untuk banyak mendengarkan al-Qur’an (memperdengarkan bayinya suara al-Qur’an setiap hari), karena perbuatan ini akan menjadi bayi lebih stabil dan tenang. Hati ibu juga akan menjadi tenang, hal itu akan memberikan pengaruh positif pada janin, sehingga ia tumbuh dengan baik.
  1. Metode Mendidik Anak ala Nabi SAW
a.       Menampilkan suri Teladan yang Baik
b.      Tidak suka Marah dan Mencela
c.       Metode Menghukum Anak yang Mendidik
d.      Makna ciuman, kelembutan, dan kasih sayang

Daftar Pustaka

Hafid, Mohammad Nur A. 2004. Mendidik Anak Usia Dua Tahun hingga Baligh Versi
            Rasulullah Bidang Sosial, budi Pekerti, dan Kejiwaan diterjemahkan dari Manhaj
            at-Tarbiyah an-Nabawiyah li ath-Thifli. Yogyakarta: Darussalam.
Halim, M. Nipan A. 2003. Anak Saleh Dambaan Keluarga. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Islami, Ubes Nur. 2007. Mendidik Anak dalam Kandungan: Optimalisasi Potensi Anak Sejak
            Dini. Jakarta: Gema Insani.
Juzzi, Ibnu. Al-qawanin al-Fighiyyah.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2002).  Kamus Besar Bahasa Indonesia.
            Jakarta : Balai Pustaka.
Sahih. Shahih al-Jami’ ash-shaghir, nomor 4797. Diriwayatkan Muslim dan Abusy Syaikh.
Suwaid, Muhammad Nur abdul H. 2010. Prophetic Parenting; Cara Nabi Saw Mendidik Anak.
            Yogyakarta : Pro-u Media
Soekidjo, Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta. 

Thalib, Muhammad. 2001. 20 Kerangka Pokok Pendidikan Islami, Yogyakarta: Ma’alimul           
Usroh, hal. 69-70
_______.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Internet available from http://www.geocities,com/frans_98/uu/uu_20_03.htm. Di akses pada tanggal 22 Maret 2018 jam 19.56
Ulwan, Abdullah Nashih. 1992. Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar.
            Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Zubaidi, Bahrun Abubakar I. 2008. Tahapan Mendidik Anak. Bandung: Irsyad Baitus Salam.

Komentar

  1. Thanks infonya. Oiya, saya nemu artikel menarik nih yang ngebahas tentang kesalahan terbesar yang kerap dilakukan orang tua dalam mendidik anaknya seputar keuangan. Ini informatif banget sih, apalagi yang ngomong miliarder kenamaan Warren Buffett. Cek langsung disini ya: Kata Warren Buffet, ini kesalahan terbesar orang tua dalam mendidik anak tentang keuangan

    BalasHapus

Posting Komentar