TERTIB ADMINISTRASI
Refleksi Pendidikan Islam pada Masa Umar bin Khattab
Disusun
oleh:
Zairina
Qonita Muna
MAKALAH PRAREVISI
Peradaban
dan Pemikiran Islam
Dosen
Pengampu:
Dr.
Junanah
A.
Latar Belakang
Pendidikan Islam merupakan
hal yang paling utama bagi suatu negara. Karena maju dan keterbelakangan suatu
negara akan ditentukan oleh tinggi dan rendahnya tingkat pendidikan warga
negaranya. Salah satu bentuk pendidikan yang mengacu pada pembangunan tersebut
yaitu pendidikan agama. Pendidikan Islam bersumber kepada Al-Quran dan Hadis.
Dimana tujuan dari pendidikan tersebut adalah untuk membentuk manusia yang
seutuhnya, yakni beriman kepada Allah SWT. Dimana di dalam proses pendidikan
tersebut terdapat usaha-usaha membimbing, mengarahkan potensi yang ada, serta
tetap dilandasi oleh nilai-nilai Islami.
Membahas dunia pendidikan
tentunya tidak akan pernah lepas dari bidang administrasi. Dewasa ini, seiring
dengan perkembangan zaman, administrasi semakin berkembang pesat dan merambah
ke segala bidang dalam aspek kehidupan. Sejarah Islam mencatat bahwa
administrasi muncul dan berkembang dengan gemilang pada masa pemerintahan Umar
bin Khattab. Walaupun pada masa Umar administrasi masih sederhana dan lebih
condong kepada ketatanegaraan (bidang politik). Namun, dalam bidang pendidikan
tidak luput dari tangan dingin seorang Umar, hingga akhirnya munculah
kebijakan-kebijakan baru pada masa pemerintahannya. Dan akhirnya
kebijakan-kebijakan tersebut masih dapat kita nikmati hingga sekarang.
Untuk itu, dalam makalah ini
akan dibahas lebih dalam mengenai administrasi pada masa Umar, system
pendidikan Islam yang berlangsung, serta refleksi terti administrasi ala
Umar dalam pendidikan Islam.
B.
Rumusan Maslah
1.
Bagaimana administrasi pada masa Umar bin Khattab?
2.
Bagaimana pendidikan Islam pada masa Umar bin Khattab?
3.
Bagaimana refleksi tertib administrasi dalam pendidikan Islam pada masa
Umar bin Khattab?
C.
Pembahasan
1.
Biografi Umar bin Khattab
Salah satu penentang yang sangat kuat terhadap
perkembangan Islam yaitu Umar bin Khattab. Umar berusaha menghalang-halangi
dakwah Rasulullah saw. Bahkan Umar pernah berusaha untuk membunuh Rasulullah
saw. Umar bin Khattab mempunyai nama lengkap Umar bin Khattab bin Naufail. Umar
bin Khattab termasuk keluarga besar suku Quraisy dari Bani Adi. Beliau terkenal
sebagai seorang yang sangat pemberani, gagah, tegas serta memiliki kemauan yang
keras.
Karena sifatnya yang begitu kuat dan tegas inilah,
Rasulullah saw. sendiri pernah berdoa:
اَÙ„َّلهُÙ…ْ اَعِزَّ الْاِسْÙ„َامَ بِاُØَدِالعُÙ…َرَÙŠْÙ†ِ
“Ya Allah! Kuatkanlah Islam
dengan salah seorang dari dua Umar, yaitu ‘Amr ibnu Hisyam atau Umar ibnul
Khattab”
Doa Rasulullah ini telah diperkenankan Allah dengan
Islamnya Umar ibnul Khattab sesudah lima tahun lamanya Nabi Muhammad menyeru
kepada agama Islam.[1]
Proses masuknya Umar bin Khattab tersebut berawal dari
adiknya yaitu Fatimah dan suaminya, Said bin Zaid telah memeluk agama Islam.
Mengetahui hal tersebut, Umar bi Khattab sangat murka, sehingga dia bergegas
menuju rumah adiknya. Sesampainya di rumah adiknya, Umar mendengar Fatimah dan
suaminya sedang membaca Al-Quran. Fatimah mengetahui kedatangan kakaknya,
sehingga dia segera menyembunyikan Al-Quran yang baru saja dibacanya. Umar
mendesak Fatimah untuk menyerahkan kitab suci, tetapi Fatimah tidak mau.
Kemudian Umar memukuli adik dan suaminya tanpa belas kasihan. Melihat tangisan
dan darah Fatimah, Umar tersadar dan tersentuh hatinya. Umar meminta Fatimah
membaca Al-Quran itu sekali lagi. Umar tersentuh hatinya dengan lantunan
ayat-ayat suci Al-Quran (Q.S. At-Thaha ayat 3) dan dia pun berniat untuk
menemui Rasulullah untuk masuk Islam. Begitulah proses masuknya Umar bin
Khattab ke agama Islam.
Proses pengangkatan Umar sebagai Khalifah yang kedua
berawal dari beberapa hari sebelum Abu bakar wafat, beliau hendak menunjuk
penggantinya sesudah memusyawarahkannya dengan kaun Muslimin. Dalam musyawarah
itu dinyatakan bahwa dia akan menunjuk penggantinya siapa yang mereka sukai.
Abu Bakar mengemukakan Umar bin Khattab sebagai calon. Dan beliau pulalah calon
yang dikemukakan oleh kaum Muslimin. Tak ada orang yang akan menempati
kedudukan ini selain Umar! Oleh karena itu, Abu Bakar menunjuk Umar jadi
Khalifah. Dan piagam menunjukkan itu ditulisnya sebelum beliau wafat.[2]
Dari hal tersebut maka dapat dikatakan prinsip demokrasi dalam memilih pemimpin
mulai diterapkan dan dijunjung tinggi oleh para kaum Muslimin.
Hingga akhir hayatnya, Umar bin Khattab berdakwah di
jalan Islam. Beliau wafat sewaktu hendak melaksanakan sholat subuh kerena
ditikam Abu Lu’luah. Abu Lu’luah ini adalah seorang bangsa Persia, dia ditawan
oleh tentara Islam di Nahawand, yang kemudian menjadi hamba sahaya.
2.
Kebijakan Umar bin Khattab
Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah cukup lama.
Selama 10 tahun masa jabatannya itu, tentu saja telah merumuskan berbagai macam
kebijakan. Pada prinsipnya program-program yang dijalankan oleh Khalifah Umar
bin Khattab adalah meneruskan upaya awal yang pernah dirintis oleh
pendahulunya. Adapun berbagai kebijakan tersebut antara lain:
a.
Pengiriman pasukan untuk ekspansi wilayah di luar Arabia. Ekspansi pada
masa kepemimpinan Umar, mengasilkan wilayah kekuasaan Islam yang semakin luas.
Wilayah kekuasaan Islam meliputi seluruh Semenanjung Arabia, Palestina, Syiria,
dan Mesir. Dapat dikatakan, bahwa di masa ini sebagian besar wilayah Persia,
dan sebagian wilayah Romawi masuk ke dalam pemerintahan Islam yang terpusat di
Madinah.
b.
Perluasan wilayah di masa Umar memang dapat dikatakan berhasil. Maka hal
ini menuntut Umar untuk memperhatikan masalah administrasi dan menejemen
negara. Untuk itu, beliau mulai memasukkan beberapa unsur administrasi dari imperium
Persia yang telah lama mempunyai pengalaman dalam hal administrasi negara.
Pemerintahan dibagi menjadi delapan propinsi: Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah,
Bashrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang mendesak
didirikan. System pembayaran gaji serta pajak ditertibkan. Lembaga Yudikatif
dan Eksekutif dipisahkan dengan mendirikan pengadilan khusus. Baitul Mal
sebagai “bank” Negara diadakan, sehingga keuangan pemerintahan semakin lancer
pengelolaannya. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian
dibentuk, dan sektor militer ditambah anggaran dananya. Untuk menangani
pembangunan didirikan jawatan pekerjaan umum. Sementara itu, untuk meningkatkan
kinerja, penjadwalan program-program harus dilaksanakan secara ketat hingga
akhirnya membutuhkan kalender. Maka, untuk hal terakhir ini, Umar memprakarsai
penetapan tahun Hijriah sebagai tahun kaum Muslimin.[3]
Dari pemaparan
di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan pada masa pemerintahan Umar bin
Khattab, terdapat dua hal besar yang dapat beliau sumbangkan. Pertama yaitu
dalam hal perluasan wilayah. Karena sejatinya, dulu ukuran suatu pemerintahan
yang berhasil adalah memiliki wilayah yang luas. Kedua, dalam bidang
administrasi pemerintahan yang sebelumnya kurang familiar dalam masyarakat
Arab. Konsep administrasi yang diusung oleh Umar adalah sesuatu yang baru dan
luar biasa pada masa itu. Administrasi yang baik menjadikan sebuah pemerintahan
yang kuat dan efisien dalam pengelolaannya. Hal tersebut menjadikan pondasi
yang kokoh dalam pembentukan negara baru dan sedang berkembang.
Selain kedua hal tersebut, kontribusi besar seorang
Umar bin Khattab untuk peradapan Islam hingga saat ini masih dapat dinikmati
yaitu penetapan kalender Hijriyah dan sebuah ide untuk pembukuan mushaf
Al-Quran, meskipun realisasinya yang paling maksimal pada masa pemerintahan
Usman bin Affan.
3.
Konsep Administrasi ala Umar bin Khattab
Administrasi berasal dari Bahasa Latin Administrare
yang memiliki arti membantu atau melayani. Dalam bahasa Inggris, perkataan
administrasi berasal dari kata administration yang artinya melayani,
mengendalikan atau mengelola suatu organisasi dalam mencapai tujuan secara
intensif. Sagala (2005:21) mengemukakan bahwa di Indonesia juga dikenal dengan
istilah administratie yang berasal dari bahasa Belanda yang
pengertiannya lebih sempit, sebab hanya sebatas pada aktivitas ketatausahaan
yaitu kegiatan penyusunan keterangan secara sistematis dan pencatatan semua keterangan
yang diperoleh dan diperlukan mengenai hubungannya satu sama lain. Namun,
administrasi dalam arti yang luas menurut Albert Lepawsky mencakup organisasi
dan menejemen. Hal ini sejalan dengan pendapat William H. Newman (1951) yang
berpendapat bahwa administrasi dapat dipahami sebagai pembimbingan,
kepemimpinan dan pengawasan usaha-usaha suatu kelompok orang-orang kearah
tujuan bersama.[4]
Pada zaman Umar bin Khattab umat Islam mengalami
kemajuan di bidang tata administrasi pemerintahan, juga dirumuskan sejumlah
kebijakan dan menerbitkan peraturan baru. Pada masanya pula diterbitkan gaji,
diaturnya administrasi pajak tanah, didirikan pengadilan-pengadilan, dan dia
juga memisahkan bidang yudikatif dan eksekutif. Penguatan wilayah keuangan juga
dilakukan dengan dibangunnya lembaga baitul mal, menempa mata uang, mengadakan
Hisbah, yaitu pengontrolan terhadap pasar, timbangan dan takaran, juga
pengaturan administratif lain berupa pengaturan perjalanan pos dan menetapkan
tahun Hijriah, serta penjagaan terhadap tata tertib dan susila, dan pengawasan
terhadap kebersihan jalan.[5]
Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dan mengontrol birokrasi setiap wilayah
kekuasaan Islam yang semakin luas. Dengan begitu Umar dapat mengetahui dengan
cepat kondisi wilayah kekuasaannya.
Dalam masa pemerintahannya, urusan ketatanegaraan
dikenal dengan sebutan An-Nidhamul. Susunan tatausaha Negara yang sederhana itu
yaitu: ad-Dawawinu, al-Imaarah ‘alal buldaan, al-Barid, dan asy-Syur-thah.
a.
Ad-Dawawinu
Pada mulanya kaum Muslimin berjihad dengan sangat
ikhlas, dengan tidak mengharap sesuatu. Tapi, lambat laun kepada para pejuang
itu perlu dibagi-bagikan ghanimah, sesuai dengan perintah Allah. Karena itu
mereka perlu didaftar, hal mana mengharuskan adanya tata usaha.
Beberapa orang ahli tata usaha pemerintahan dari
Persia memberi pendapat kepada Khalifah untuk membuat bukuu-buku daftar untuk
bermacam urusan; juyusy, amwal, dan sebagainya. Maka oleh Khalifah Umar,
ditetapkan beberapa orang Kuttab (sekertaris) untuk menulis/ mengurus beberapa
buku daftar urusan.
Umar
membentuk dua diwan, yaitu:
1)
Diwanul Jund, untuk mendaftarkan para anggota tentara dan urusan yang
lain.
2)
Diwanul Kharaj, untuk mengurus uang masuk dan uang keluar.
b.
Al-Imaarah’Alal Buldaan
Pemerintah kabilah dalam kalangan Arab jahiliyah, pada
asasnya adalah demokrasi, karena syekhnya (kepala kabilah) dipilih bersama oleh
kepala-kepala asyirah (suku).
Pada zaman Umar, daerah-daerah Negara dijadikan lebih
luas, untuk mudah mengurusnya, dibagi ke dalam beberapa propinsi, yaitu: wilayah
al-Ahwaz dan al-Bahrain, wilayah Sajistan, Makran dan Karman, wilayah
Thabristan dan wilayah Khurasan, wilayah Irak, wilayah Syam, wilayah Palestina,
wilayah Mesir Atas: wilayah Mesir Bawah dan Barat, dan Wilayah Padang Sahara
Lybia.
c.
Al-Barid
Dalam masa permulaan Islam ini, juga soal pos telah diurus, walaupun sangat sederhana.
d.
Asy-Syurthah
Khalifah Umar adalah orang yang pertama mengadakan
dinas “jaga malam”.[6]
Dapat
disimpulkan konsep administrasi pada masa Umar terdapat dalam berbagai bidang
pemerintahan. Pada masa ini, beliau memberikan gaji kepada para guru yang
mengajar, serta mulai mendatanya. Selain itu umar juga membagi wilayahnya
menjadi beberapa provinsi. Urusan administrasi yang lain yaitu dalam hal surat
menyurat atau pos. Beliau juga membentuk tenaga pengamanan untuk berjaga di
wilayahnya.
4.
Pendidikan Islam pada Masa Umar bin Khattab
Secara lebih rinci, Yusuf al Qardhawi memberikan
pengertian, “pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan
hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu,
pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun
perang, dan menyampaikan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan
kejahatannya, manis dan pahitnya”.
Sementara itu, Hasan Langgulung merumuskan pendidikan
Islam sebagai “proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan,
memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi
manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat”. Di sini pendidikan
Islam merupakan proses pembentukan individu berdasarkan ajaran Islam yang
diwahyukan Allah SWT kepada Muhammad SAW. Melaui proses mana individu dibentuk
agar dapat mencapai derajat yang tinggi sehingga ia mampu menunaikan tugasnya
sebagai khalifah di muka bumi, yang selanjutnya mewujudkan kebahagiaan di dunia
dan di akhirat.[7]
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, kondisi politik
dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil gemilang.
Wilayah Islam pada masa Umar meliputi Semenanjung Arabia, Palestina, Syiria,
Irak, Persia, dan Mesir. Dengan meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas
pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan
manusia yang memiliki keterampilan dan keahlian, sehingga dalam hal ini
diperlukan pendidikan.[8]
a.
Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan
Visi pendidikan pada masa Umar bin Khattab sejatinya
tidak jauh berbeda dengan Khulafaur Rasyidin lain. Hal tersebut karena para
khalifah hanya mengikuti jejak Rasulullah saw. Visi tersebut adalah “unggul
dalam bidang keagamaan sebagai landasan membangun kehidupan umat”.
Sejalan dengan visi tersebut, maka misi pendidikan
pada zaman Khulafaur Rasyidin dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)
Memantapkan dan menguatkan keyakinan dan kepatuhan kepada ajaran Islam
yang dibawa oleh Nabi Muhammad dengan cara memahami, menghayati, dan
mengamalkan secara konsisten.
2)
Menyediakan sarana, prasarana, dan fasilitas yang memungkinkan
terlaksananya ajaran agama. Seperti membentuk lembaga dan pranata sosial,
seperti membentuk lembaga yudikatif dan eksekutif, menertibkan sistem
pembayaran gaji dan pajak tanah (di zaman Umar).
3)
Menumbuhkan semangat cinta tanah air dan bela Negara yang memungkinkan
Islam dapat berkembang ke seluruh dunia. Upaya ini dilakukan dengan perluasan
wilayah Islam.
4)
Melahirkan para kader pemimpin umat, pendidik, dan da’I yang tangguh
mewujudkan syi’ar Islam.
Sdapun tujuan
pendidikan pada masa itu melahirkan umat yang memilki komitmen yang tulus dan
kukuh terhadap pelaksanaan ajaran Islam sebagaimana yang diajarkan oleh nabi
Muhammad SAW.[9]
b.
Kurikulum
Kurikulum pendidikan di Madinah selain berisi materi
pengajaran yang berkaitan dengan pendidikan keagamaan, yakni Al-Quran,
Al-Hadis, hukum Islam, kemasyarakatan, ketatanegaraan, pertahanan keamanan, dan
kesejahteraan social.[10]
Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan
pendidikan mulai muncul pada masa Umar. Hal tersebut ditunjukkan dengan
berbagai disiplin ilmu yang baru guna menunjang semakin luasnya wilayah
kekuasaan Islam yang secara tidak langsung membutuhkan sumber daya yang
berkompeten di bidanganya.
c.
Tenaga Pendidik
Dalam dunia pendidikan, tidak akan lepas dengan
seorang tenaga pendidik atau guru. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab,
beliau juga merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di
kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan
pasar-pasar. Serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah
yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi Al-Quran dan ajaran Islam
lainnya, seperti fiqih kepada penduduk yang baru masuk Islam.
Diantara sahabat-sahabat yang ditunjuk oleh Umar bin
Khattab ke daerah adalah Abdurahman bin Ma’qal dan Imran bin al-Hashim. Kedua
orang ini ditempatkan di Basyrah. Abdurrahman bin Ghanam dikirim ke Syiria dan
Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke Mesir. Adapun metode yang mereka pakai adalah
guru duduk di halaman masjid, sedangkan murid melingkarinya.[11]
d.
Sasaran Pendidikan (Peserta Didik)
Peserta didik pada zaman Umar terdiri dari masyarakat
Mekah, Madinah, serta masyarakat di wilayah-wilayah yang baru ditaklukan.
Mereka belajar mengenal Islam kerena mualaf.
Sasaran pendidikan secara umum pada masa itu yakni
membentuk sikap mental keagamaan para peserta didik. Adapun sasaran penddikan
dalam arti khusus yakni membentuk ahli ilmu agama.
e.
Materi Pendidikan Islam
Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan
pendidikan Islam bertambah besar, karena mereka yang baru menganut agama Islam
ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima langsung dari
Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas menuntut ilmu dari daerah-daerah
yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam. Gairah menuntut ilmu agama
Islam ini yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin
keagamaan.
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, mata pelajaran
yang adalah membaca dan menulis Al-Qur’an dan menghafalnya, serta belajar
pokok-pokok agama Islam. Pendidikan pada masa Umar bin Khattab ini lebih maju
dibandingkan dengan sebelumnya. Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa
Arab juga sudah mulai tampak, orang yang baru masuk Islam dari daerah yang
ditaklukkan harus belajar bahasa Arab, jika ingin belajar dan memahami
pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa ini sudah terdapat pengajaran
bahasa Arab.[12]
f.
Metode dan Pendekatan Pembelajaran
Adapun metode yang mereka gunakan dalam mengajar
antara lain dengan bentuk halaqah. Yakni guru duduk di bagian ruangan masjid
kemudian dikelilingi oleh para siswa. Guru menyampaikan ajaran kata demi kata
dengan artinya dan kemudian menjelaskan kandungannya. Sementara para siswa
menyimak, mencatat, dan mengulangi apa yang dikemukakan oleh guru.[13]
Dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran yang
dilakukan pada zaman Umar lebih dominan dengan ceramah. Karena metode tersebut
yang dirasa paling efektif dalam pembelajaran secara halaqah.
g.
Lembaga Pendidikan
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa meluasnya daerah
kekuasaan Islam, dibarengi dengan usaha penyampaian ajaran Islam kepada
penduduknya oleh para sahabat. Baik yang ikut sebagai anggota pasukan, maupun
yang kemudian dikirim oleh khalifah dengan tugas khusus mengajar dan mendidik.
Maka di luar Madinah, di pusat-pusat wilayah yang baru dikuasai, berdirilah
pusat-pusat pendidikan di bawah pengurusan khalifah.[14]
Adapun pusat-pusat pendidikan pada masa Umar antara lain:
1)
Kuttab
Kuttab atau maktab, berasal dari kata dasar kataba
yang berarti menulis atau tempat menulis. Jadi kuttab adalah tempat belajar
menulis.[15]
2)
Masjid
Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar jazirah
Arab, tampaknya Khalifah Umar memikirkan pendidikan Islam di daerah-daerah yang
baru ditaklukan itu. Untuk itu Umar bin Khattab memerintahkan para panglima
perangnya, apabila mereka berhasil menguasai suatu kota, hendaklah mereka
mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.[16]
3)
Madrasah
Berdirinya madrasah merupakan sekedar tempat
memberikan pelajaran dalam bentuk khalaqah. Di antara madrasah pada masa
Khalifah Umar bin Khattab antara lain Mekah, Madinah, Mesir, Bashrah, Kuffah,
dan Damsyik:[17]
a)
Madrasah Mekah
Guru pertama yang mengajar di Mekah, ialah Mu’ad bin
Jabal. Ialah yang mengajarkan Al-Quran, hukum-hukum halal dan haram dalam
Islam.
b)
Madrasah Madinah
Madrasah di Madinah lebih termasyur, karena di sanalah
tedapat khalifah Abu Bakar, Umar, dan Usman, dan di sana pula banyak tinggal
sahabat-sahabat Nabi Muhammad. Diantara sahabat yang mengajar di Madinah ini,
adalah Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Sabit, dan Abdullah bin
Umar.
c)
Madrasah Bashrah
Ulama dan para sahabat yang termasyur di Bashrah
antara lain Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa adalah ahli fiqih
dan ahli hadis, serta Al-Quran. Sedangkan Anas bin Malik lebih ahli di bidang
hadis.
d)
Madrasah Kuffah
Ulama sahabat yang tinggal di Kuffah ialah Ali bin Abi
Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Ali bi Abi Thalib mengurus masalah politik dan
urusan pemerintahan, sedangkan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru agama. Ibnu
Mas’ud adalah utusan resmi Khalifah Umar untuk menjadi guru agama di Kufah.
Beliau adalah seorang ahli tafsir, ahli fiqh, dan banyak mewariskan hadis-hadis
Nabi Muhammad SAW. Diantara murid Ibnu Mas’ud yang terkenal yang kemudian
menjadi guru di Kufah yaitu: Alqamah, Al-Aswad, Masruq, A-Haris bin Qais dan
Amr bin Syurahbil. Madrasah Kufah ini kemudian melahirkan Abu Hanifah, salah
satu imam mazhab yang terkenal, dengan penggunaan ra’yu dalam berijtihad.
e)
Madrasah Damsyik
Setelah negeri Syam (Syiria) menjadi bagian Negara
Islam dan penduduknya banyak memeluk Islam, maka Khalifah Umar bin Khattab
mengirimkan tiga orang guru agama ke negeri itu, yaitu: Muaz bin Jabal, Ubadah
dan Abu Dardak. Ketiga sahabat itu mengajar di Syam pada tempat-tempat yang
berbeda, yaitu: Abu Dardak di Damsyik, Muaz bi Jabal di Palestina, dan Ubadah
di Hims. Kemudian mereka digantikan oleh murid-muridnya (tabi’in) seperti Abu
Idris Al-Khailany, Makhul al Dimasyiki, Umar bin Abdul Aziz dan Raja’bin
Haiwah. Akhirnya madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman
Al Auza’I yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu Hanifah.
f)
Madrasah Mesir
Setelah mesir menjadi bagian dari system ke
khalifahan, dan penduduknya banyak yang memeluk Islam, mesir menjadi pusat
ilmu-ilmu agama.
h.
Pembiayaan dan Fasilitas Pendidikan
Di zaman Umar bin Khattab mulai diatur dan ditertibkan
system pembayaran gaji dan pajak tanah. Dengan demikian para guru dan pejabat
Negara lainnya mendapatkan gaji yang memadai, sehingga mereka dapat bertugas
dengan tenang.
i.
Evaluasi dan Lulusan Pendidikan
Kegiatan evaluasi pendidikan masih berlangsung secara
lisan dan perbuatan, yakni bahwa kemampuan seseorang dalam menguasai bahan
pelajaran dilihat pada kemampuannya untuk mengemukakan, mengajarkan, dan
mengamalkan ajaran tersebut. Para sahabat yang dinilai memiliki kecakapan dalam
ilmu agama, seperti tafsir, hadis, fatwa, dan sejarah kemudian dipercaya oleh
masyarakat untuk mengajar atau menyampaikan ilmunya itu kepada orang lain.
Kepercayaan masyarakat itulah sesungguhnya merupakan proses dan standar
evaluasi yang lebih objektif dan murni, karena kepercayaan publik pada umumnya
menggambarkan keadaan yang sesungguhnya dan bersifat objektif.[18]
5.
Refleksi Tertib Administrasi dalam Pendidikan Islam
pada Masa Umar bin Khattab
Tertib administrasi dalam bidang pendidikan di masa
Umar bin Khattab terlihat pada aspek pengupahan atau gaji, pendataan tenaga
pendidik, serata penetapan kalender Hijriyah guna peningkatan kinerja dan
penjadwalan program-program. Pada masa Umar bin Khattab, guru-guru sudah
diangkat dan digaji untuk mengajar ke daerah-daerah yang baru ditaklukkan.
Untuk mengetahui besarnya gaji yang diperoleh serta siapa penerimanya, tentu
saja membutuhkan data guru-guru yang ditugaskan. Dalam bidang inilah,
administrasi tenaga kependidikan dan pembiayaan sangat dibutuhkan oleh para
Kuttab (sekertaris) sebagai acuan pembayaran upah atau gaji.
Refleksi tertib administrasi dalam pendidikan Islam
pada masa Umar bin Khattab masih berlangsung dalam dunia pendidikan hingga
dewasa ini. Diiringi dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, administrasi
pendidikan Islam juga mengikuti perkembangan zaman yang ada. Dalam
mengadministrasi data pendidik dan tenaga kependidikan misalnya, untuk sektor
pendidikan Islam dalam hal ini dibawah naungan Kementrian Agama. Pengarsipan
data-data tenaga pendidik dan kependidikan dapat diakses dalam halaman web
simpatika. Sedangakan untuk sektor pendidikan umum, dalam hal ini para tenaga
pendidik dan kependidikan dibawah naungan Kemendikbud. Pengarsipan data tenaga
pendidik dan kependidikan dapat di akses pada halaman dapodik sekolah yang
menjadi tugas para operator sekolah untuk mengupdate setiap perubahan data yang
ada. Hal tersebut sangat berguna dan memudahkan para pemangku jabatan untuk
menyusun dan mengambil kebijakan lebih lanjut dalam pemerintahannya.
Dahulu, pada masa Umar bin Khattab, administrasi
pendidikan memang hanya sebatas pengupahan gaji serta pendataan nama guru.
Namun, hal tersebut tidaklah cukup jika diterapkan pada masa sekarang. Perlu
adanya pengembangan dalam bentuk administrasi yang diterapkan. Dewasa ini,
khususnya pendidikan di Indonesia dari jenjang Sekolah
Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, pengoprasian kegiatan pendidikan telah
dibiayai oleh Negara melalui dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Adanya
dana BOS tersebut, secara tidak langsung mewajibkan seluruh tenaga kependidikan
untuk membuat rangcangan anggaran, realisasi anggaran, serta pelaporan anggaran
yang tidak lepas dari bidang administrasi. Pengelolaan pembiayaan kegiatan
sekolah ini tergantung dengan kebutuhan masing-masing sekolah. Hal tersebut
juga sejalan dengan prinsip disentralisasi kepemimpinan Umar bin Khattab semasa
menjadi khalifah. Beliau membebaskan daerah taklukannya dengan mengelola
administrasinya sendiri, namun harus tetap tunduk terhadap peraturan yang
dibuat oleh pusat.
Salah satu pemikiran Umar untuk meningkatkan kinerja
dan terjadwalnya program-program, yaitu terciptanya kalender Hijriyah. Dalam
dunia pendidikan pun tidak lepas dengan adanya kelender tersendiri sebagai
upaya peningkatan kinerja dan terjadwalnya program-program pendidikan yang
sering disebut dengan kalender pendidikan. Di dalam kalender pendidikan
biasanya memuat tahun ajran, minggu efektif, serta hari libur. Berawal dari
komponen-komponen kalender pendidikan
tersebut, dapat mendorong efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran
di sekolah. Menyerasikan ketentuan hari efektif dan hari libur sekolah. Sebagai
pedoman dalam menyusun kegiatan pembelajaran. Serta pedoman bagi guru untuk
menyusun administrasi pembelajarannya, seperti program tahunan, program
semester, silabus, satuan acara pembelajaran (SAP) dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep
administrasi ala pemerintahan Umar bin Khattab berdampak besar bagi
dunia pendidikan Islam pada masa beliau menjabat hingga pada masa sekarang.
Sejatinya administrasi dalam bidang pendidikan masih perlu adanya perbaikan dan
pengembangan untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang semakin kuat dan efektif.
D.
Kesimpulan
Dari penjabaran makalah yang
berjudul tertib administrasi: refleksi pendidikan Islam masa Umar bin Khattab
dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
Administrasi pada masa Umar
bin Khattab meliputi diterbitkan gaji, diaturnya administrasi pajak tanah,
didirikan pengadilan-pengadilan, dan dia juga memisahkan bidang yudikatif dan
eksekutif. Penguatan wilayah keuangan juga dilakukan dengan dibangunnya lembaga
baitul mal, menempa mata uang, mengadakan Hisbah, yaitu pengontrolan terhadap
pasar, timbangan dan takaran, juga pengaturan administratif lain berupa
pengaturan perjalanan pos dan menetapkan tahun Hijriah, serta penjagaan
terhadap tata tertib dan susila, dan pengawasan terhadap kebersihan jalan.
Pendidikan Islam pada masa
Umar bin Khattab sudah lebih meningkat dimana pada masa khalifah Umar guru-guru
sudah diangkat dan digaji untuk mengajar ke daerah-daerah yang baru
ditaklukkan.
Sedangkan refleksi tertib
administrasi dalam pendidikan Islam pada masa Umar bin Khattab berdampak besar
bagi dunia pendidikan Islam pada masa beliau menjabat hingga pada masa
sekarang. Terbukti dengan masih berlakunya system pengupahan dan pengangkatan
guru oleh pemerintah. Namun sejatinya administrasi dalam bidang pendidikan
masih perlu adanya perbaikan dan pengembangan untuk mewujudkan suatu
pemerintahan yang semakin kuat dan efektif.
E. Daftar Pustaka
Azra, Azyumardi., 2012, Pendidikan Islam: Tradisi
dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, Jakarta: Kencana.
Fu’adi Imam., 2011, Sejarah Peradaban Islam,
Yogyakarta: Teras.
Hadijaya, Yusuf., 2012, Administrasi Pendidikan,
Medan: Perdana Publising.
Hasjmy, A., 1995, Sejarah Kebudayaan Islam,
Jakarta: Bulan Bintang.
Nata, Abbudin., 2014, Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta: Kencana.
Nizar, Syamsul., 2007, Sejarah Pendidikan Islam:
Menelusuri Jejak Sejarah Era Rasulullah sampai Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Nurhakim, Moh., 2003, Sejarah & Peradaban Islam,
Malang: UMM Pres.
Syalabi, A., 2000, Sejarah dan Kebudayaan Islam 1,
Jakarta: PT. Al Husna Zikra.
Zuhairini, 2013, Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta: Bumi Aksara.
[1] A.
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, ( Jakarta: PT. Al Husna Zikra,
2000), hlm. 236.
[7]
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah
Tantangan Milenium III, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 6.
[8] Syamsul
Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Era Rasulullah
sampai Indonesia, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 46.
[14]
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm.
71-72.
Komentar
Posting Komentar