USHUL FIQH
MAQASHID AL-SYARIAH ALLAL AL-FASI
Oleh:
Islahul
Mawaddah
Dosen
Pengampu
Dr.
Muhammad Roy Purwanto, MA
A. Latar Belakang
Suatu hukum
yang telah Allah tetapkan dan Allah diturunkan
kepada manusia, pasti memiliki tujuan untuk kemaslahatan manusia, karena setiap hukum yang telah
ditetapkan oleh Allah tentu bukan karena Allah tidak membutuhkan suatu
hukum untuk diri-Nya, dan tentu bukan pula diciptakan untuk hukum itu sendiri
karena kalau demikian maka keberadaan hukum itu akan sia-sia, akan tetapi hukum
diciptakan untuk kehidupan manusia di dunia.[1]
Syari’ah atau
hukum Islam merupakan norma Allah
yang dasar, yang bersumber dari
Al-Quran dan Sunnah. Akan tetapi Allah sebagai Syari’ tetap memberikan ruang
bagi manusia melalui nalar akal pikirannya untuk terlibat langsung baik dalam
memberi pemahaman terhadap wahyu yang telah Allah turunkan ataupun di dalam mengaplikasikan hukum itu sendiri sebagai pedoman hidup. Meskipun demikian dalam sejarah
perkembangan hukum Islam sebagian ulama terkesan sangat berhati-hati dan
cenderung takut dalam menangani perubahan hukum akibat adanya perubahan
keadaan, waktu dan tempat. Sementara
disisi lain juga tidak sedikit ahli fiqh yang juga sangat terkesan berani dalam
melakukan perannya dalam
mengistimbatkan suatu hukum. Dari
kondisi tersebut, kemudian para faqih atau para ahli hukum Islam membentuk sistem
hukum Islam dan membangun metode penentuan hukum, sehingga kemudian dalam
perkembangannya muncullah metode-metode dalam beristinbat sebagai sarana
penemuan hukum Islam dengan menggunakan kaidah ushuliyah dan kaidah fiqhiyah. Pada
hakikatnya dengan menggunakan kedua metode tersebut dalam beristinbat telah
banyak memberikan ruang gerak yang lebih luas dalam menggali teks (nash
al-Quran dan as-Sunnah) guna memenuhi kebutuhan hukum bagi ummat manusi,
sehingga dalam perkembangannya telah memunculkan banyak kajian-kajian kritis
yang menghendaki agar hukum Islam dapat lebih mendatangkan kemaslahatan bagi
manusia dan dianggap penting untuk diformulasikan berdasarkan nilai-nilai
esensialnya yang disebut sebagai “Maqashid al-Syari’ah”
Muhammad
Alal Al-Fasi merupakan salah satu tokoh yang yang telah memberikan
sumbangan pemikiran dan gagasan-gagasannya dalam kajian maqasid syari’ah. Menurut Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh, bahwasanya Muhammad
Allal Al Fasi dikatagorikan mereka sebagai
penganut utilitarianisme religious. Di dalam salah satu karya beliau yang popular yang berjudul Maqashid Al
Syari'ah wa Makarimuha, Muhammad Alal Al-Fasi dengan kecenderungan rasionalnya
berusaha mengimplementasikan ide-ide pemikiran maqashid Al Syathibi dalam ranah
isu isu kontemporer. Muhammad Allal Al Fasi meyakini bahwa
dialektika antara teori maqashid dengan isu-isu kontemporer akan menciptakan
keharmonisan yang sinergi antara maqashid dengan realitas sosial yang
belakangan senjang. Untuk mewujudkan impian terbesarnya itu, beliau harus rela
menceburkan dirinya dalam persoalan-persoalan kompleks seperti keadilan sosial,
egalitarianisme (musawah), poligami, freedom (huriyyah), hak asasi manusia,
sistem demokrasi, dan sebagainya. Sedangkan
menurut Al Maisawi beliau menganggap buku “Maqasid As Syari’ah Wa Makarimuha”
karya Allal Al Fasi sebagai sesuatu yang kurang detail, “kami tidak menemukan
sesuatu yang baru dalam bukunya”.[2]
Tuduhan Al
Maisawi tadi sebenarnya telah disangkal oleh ‘Alal Al Fasi sendiri, ia berkata:
“Buku yang saya susun ini menyempurnakan “kekosongan” dalam literatur Islam,
karena mereka yang telah menulis tentang maqasid syari’ah, tidak mampu
melampaui menemukan hal baru dari apa yang pernah dicapai oleh As Syatibi”.[3]
Dari pemaparan diatas maka kemudian penulis terdorong
untuk mengkaji lebih lanjut tentang
pemikiran dan gagasan-gagasan Alal Al-Fasi dalam Maqasid As Syari’ah.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang diatas, maka peneliti memfokuskan penelitian ini pada
bagaimana konsep maqasyid syariah menurut Alal Al-Fasi ?
C.
Tujuan
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui konsep maqasyid syariah menurut Alal Al-Fasi.
D. Ruang Lingkup Penelitian Atau Pembahasan
1. Biografi Muhammad Allal
Al Fasi
Nama lengkap Alal Al Fasi adalah Muhammad Allal bin Abdul Wahid bin Abdus Salam bin
Majdzub Al Fasi Al Fahri. Beliau dilahirkan di kota Fas, Moroko pada
tahun 1908. Muhammad Allal Al Fasi
merupakan ulama pejuang kemerdekaan Maroko dan
pendiri partai Al Isiqlal ini dianggap oleh Ismail Al Hasani sejajar dengan At
Thohir Ibnu Asyur dalam pengaruhnya di bidang kajian maqasid syari’ah.[4]
Keluarga Alal
Al-Fasi berhijrah ke Andalusia (Spanyol) dari Maroko. Allal Al Fasi pernah menghabiskan bangku pendidikannya di Universiti
Al-Qurawiyin dan pada tahun 1932
beliau mendapatkan ijazah Diploma Tinggi. Beliau tumbuh dan dibesarkan di dalam sebuah
keluarga yang sangat agamis, sehingga Alal Al-Fasi mampu tumbuh dengan semangat membela tanah air dan menguasai berbagai ilmu pengetahuan agama. Beliau berperan sangat aktif dalam menghadapi dan melawan penjajah
Perancis. Perlawanan yang dilakukannya melalui berbagai media, hal tersebut
dilakukannya antara lain adalah untuk menyebarluaskan kajian keislaman,
menyatakan kepada umat yang berpecah belah agar bersatu, dan memasuki dunia
politik untuk menggagalkan rencana busuk penjajah. Kerana itu, sejak menjadi mahasiswa, beliau menjadi tokoh nasional,
pemidato yang ulung, penyair, dan ulama di Moroko
Allal Al-Fasi selain tokoh pemikir Islam beliau juga merupakan seorang tokoh politik dan
pemimpin nasional. Pengalamannya yang luas dalam mengenai fiqh Islam terutama
fiqh Madzhab Maliki dan fiqh perbandingan. Ijtihad-ijtihad fiqhnya
dijadikan hujjah para ulama Moroko, Aljazair, dan Tunisia.. Muhammad Allal
Al Fasi mengajar di Fakultas Perundangan dan menerbitkan beberapa buku, antara
lain
Maqasid As Syari’ah Wa Makarimuha, Difa 'Antsy Syari'ah,
Al-Himayft Marakisy, As-Siyasah Al-Barbariyah fi Marakisy, An-Naqdu Adz-Dzati,
Al-Harakat Al-Istiqlaltyah fil Maghrib Al-'Arabi, Al-Hurriyah, Al-Himayah
Al-Asbaniyah fil Maghrib, Waqi'ul 'Alam Al-Islami, Muhimmatu 'Umma'd Islam,
Manhajul Istiqlaliyah, Ra'yu Muwathin. Nahwa Wahdatin hlamiyatin, Da-iman
Ma'asy Sya'b, Anasyid Wathaniyah, Hadits Anit Tabsyir Al-Masihi, KaiLaNansa,
Al-Madkhol It 'Ulumil Quran wat Tafiir, dan masih banyak lagi yang belum tercetak. Muhammad
Allal Al-Fasi menjadi anggota Majma' 'Ilmi Arab (Kelompok Pengkajian
Ilmiah Arab) di Damaskus dan Majma'ul lughah 'Rabiyah (Kelompok
Pengkajian Bahasa Arab) di Kairo. Proyek akhir yang dilakukan Muhammad Allal Al
Fasi dan patut disyukuri ialah usahanya mempengaruhi Pemerintah agar tidak
mendukung pembuatan film tentang Rasulullah Shalallabu Alaihi
wa Salam. Sejatinya kandungannya menjatuhkan Rasulullah, agama Islam,
dan umat Islam.[5]
2. Pemikiran Maqasyid Syariah Muhammad Allal Al Fasi
Maqasid
syariah menurut Alal Al-Fasi adalah,
الغايىة منها ؤالاسراالتى وضعهاالشا رععند كل حكم من احكا مها
Tujuan-tujuan (umum)
dan rahasia-rahasia (khusus) yang terkandung pada setiap hukum yang telah
ditetapkan Allah.[6]
Adapun Allal Al-Fasi menyebutkan tujuan syariah adalah memakmurkan bumi, menjaga
aturan hidup, menegakkan keadilan dan keistiqamahan, selalu mewujudkan
kemaslahatan baik bagi akal, pekerjaan, dan sesama manusia di bumi, memberikan
dan mengatur kemanfaatan bagi orang banyak.[7]
Menurut
Alal Al-Fasi Allah telah menetapkan perkara ibadah itu sebagai suatu hikmah
penciptaan bagi manusia. Ketika Allah memerintahkan manusia untuk beribadah
bukan berarti Allah melarang manusia untuk tidak memikirkan dunia. Karena
kehidupan manusia menjadi tanggung jawabnya. Perkara ibadah bukan berarti berhenti
bekerja, karna sesungguhnya manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah
hanya saja juga dengan tidak meninggalkan urusan dunia. Dan manusia telah
dibebani untuk belajar hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah, dengan
cara belajar dan mengerahkan seruruh tenaganya untuk mentaati segala apa yang
Allah telah tetapkan. [8]
Menurut Allal Al Fasi menjaga fitrah manusia adalah
termasuk dalam maqasid syari'ah, untuk itu syari'at Islam tidak akan
pernah bertentangan dengan akal manusia, selama ia dalam kondisi normal. Beliau
lebih berkonsentrasi pada penjabaran tuntas seputar tujuan syar'iat Islam,
hikmah dan rahasianya. Alal Al-Fasi meyakini bahwa dialektika antara teori maqashid
dengan isu-isu kontemporer akan menciptakan keharmonisan yang sinergi antara maqashid
dengan realitas sosial yang belakangan senjang. Pandangan yang menyatakan
bahwa maqasid syari'ah berdiri di atas fitrah manusia. Berangkat
dari firman Allah Swt dalam surat ar Ruum ayat 30.
فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ
لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ لَا
تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ
لَا يَعۡلَمُونَ ٣٠
Maka hadapkanlah wajah mu dengan lururs kepada
agama Allah, fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.[9]
Dan surat al A'raf ayat 119.
فَغُلِبُواْ
هُنَالِكَ وَٱنقَلَبُواْ صَٰغِرِينَ ١١٩
Maka mereka kalah di tempat
itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina.[10]
3.
Hubungan Allah dan Manusia
Menurut Allal
Al Fasi bahwa hubungan manusia dengan Allah adalah suatu hubungan yang azali,
karena ketika Allah akan menciptakan dunia Allah memanggil seluruh ciptaan-Nya.
Dan mereka semua dibebani dengan amanah hingga mereka faham dengan agamanya.
Sebagaimana Firman Allah dalam surah Al-A’raf 117.[11]
وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ
بَنِيٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَأَشۡهَدَهُمۡ عَلَىٰٓ
أَنفُسِهِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰ شَهِدۡنَآۚ أَن تَقُولُواْ
يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنۡ هَٰذَا غَٰفِلِينَ ١٧٢
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"[12]
Dan ketika
Allah mengenalkan sifat Rububiyah kepada semua mahluk mereka harus
membenarkannya. Sebagaimana dalam firman Allah surah Al-Baqoroh ayat 30
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ
لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ
فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ
وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٣٠
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"[13]
Bahwasanya
pada saat itu ketika Allah hendak menciptakan manusia maka kemudian malaikat
berkata Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". Dari ayat tersebut dapat kita
ketahui bahwa Allah lebih mengetahui apa-apa yang tidak diketahui oleh mahkluknya,
dengan kata lain Allah memiliki rahasia dibalik setiap penciptaannya. Rasia
itulah yang menjadi hubungan yang azali antara Allah dan manusia. Maksud dari
hubungan ini adalah bahwa Allahlah yang menetapkan kerakter dan sifat manusia dan
oleh Allah manusia dikarunia sebuah akal untuk berpikir sehingga manusia dapat
memilih baik dan buruk dengan menggunakan akal yang dia miliki.
- Hukum Syariah: Hakikat dan Subtansinya
Hukum-hukum
Allah adalah perkataan-perkataan ketuhanan yang ditunjukkan kepada manusia yang
ditunjukkan pada seluruh umat manusia baik berupa perbuatan, perkataan dan
pikiran. Baik yang berbentuk wajib, haram, dan mubah maupun dampak yang
ditimbulkan dari ketiga hukum itu. Perkataan-perkataan ketuhanan ini
disampaikan oleh sumber-sumber hukum yaitu Al-Qur’an dan hadist dan manusia
wajib untuk mempelajarinya dengan cara beristinbat. Perbuatan-perbuatan manusia
adalah obyek dari hukum-hukum Allah, Perbuatan-perbuatan manusia tidak
berpengaruh kepada Allah baik itu memberikan kemanfaatan ataupun kemadhorotan,
akan tetapi perbuatan manusia itu yang akan berdampak terhadap dirinya sendiri.
Apabila manusia menjaga hatinya, memupuk keimanan dan ketaqwaan perbuatan
itulah yang akan berpengaruh terhadap kehidupannya baik didunia maupun
diakhirat.[14]
5.
Macam-macam Maqosyid Syariah
Alal Al
Fasi dalam karangan bukunya Maqashid Asy-Syariah Al-Islamiyyah Wa Makarimuha
merujuk kepada pemikiran Imam syatibi dengan membagi maqosyid syariah menjadi 2
:
a. Apa yang kembali pada
Allah. Yaitu segala yang berkaitan dengan manfaat-manfaat yang diperoleh
hambanya di dunia dan di akhirat dalam
beribadah kepada Allah. Allah yang mengatur semua manfaatnya.
b. Apa yang kembali pada
manusia. Yaitu segala yang berkaitan dalam proses beribadah kepada Allah.
Berupa niat yang harus sesuai dengan ketentuan umum dalam syari’at, dengan
tidak mengkhususkan suatu perbuatan, dan tetap menjaga sunnah dan menjauhi
bid’ah.[15]
E. Kesimpulan
Maqasid
syariah menurut Alal Al-Fasi adalah Tujuan-tujuan (umum) dan rahasia-rahasia
(khusus) yang terkandung pada setiap hukum yang telah ditetapkan. Pemikiran
Maqasyid syariah Alal Al Fasi cenderungan rasional, yang mana beliau
berusaha mengimplementasikan ide-ide Maqashid Al Syathibi dalam ranah
isu-isu kontemporer. Pandangannya
menyatakan bahwa maqasidsyari'ah berdiri di atas fitrah manusia. Allal
Al Fasi sepakat bahwa menjaga fitrah manusia adalah termasuk
dalam maqasid syari'ah, untuk itu syari'at Islam tidak akan pernah
bertentangan dengan akal manusia, selama ia dalam kondisi norma, karena menurut beliau tujuan syariah sendiri adalah memakmurkan bumi,
menjaga aturan hidup, menegakkan keadilan dan keistiqamahan, selalu
mewujudkan kemaslahatan baik bagi akal, pekerjaan, dan sesama manusia di bumi,
memberikan dan mengatur kemanfaatan bagi orang banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Fasi, Alal., 1993, Maqashid Asy-Syariah Al-Islamiyyah Wa
Makarimuha, Maroko:
Maktabah al-Wahdah al-Arabiyah.
Al-Hasaniy, Ismail., 1995, Nazariyyah al-Maqashid ‘inda al-Imam Muhammad alThahir ibn ‘Asyur,
Cet. I, USA: al-Ma’had al-Fikr al-Islamiy.
Departemen
Agama RI., 2015, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, Jakarta: CV Darus Sunnah.
Raysuni, Ahmad., 1992, Nazahariyyah al-Maqashid
‘Inda al-Imam Asy-Syathibi, Rabat:
Ad-Dar Al-Alamiyyah Lil Kitab Al-Islamy.
Said,
Raden, “Muhammad Alal Al Fasi”, di
kutip dari http://nafidsanikhcommunity.blogspot.co.id/2011/01/muhammad-allal-al-fasi.html, html, pada hari Rabu tanggal 25 Oktober
2017 jam 05.48 WIB.
Way,
Eko, “Maqashid Syari’ah: Devinisi,
Sejarah, Dan Tokoh” di kutip dari http://toshi39.blogspot.co.id/2016/08/maqashid-syariah-devinisi-sejarah-dan.html,
html, pada hari Rabu tanggal 25 Oktober 2017 jam 06.10 WIB.
*) Makalah Prarevisi
[1]
Alal Al-Fasi, Maqashid Asy-Syariah
Al-Islamiyyah Wa Makarimuha, (Maroko: Maktabah al-Wahdah al-Arabiyah,
1993), hlm.111
[2] Eko way, “Maqashid Syari’ah: Devinisi, Sejarah, Dan Tokoh” di kutip dari http://toshi39.blogspot.co.id/2016/08/maqashid-syariah-devinisi-sejarah-dan.html,
di akses pada hari Rabu tanggal 25 Oktober 2017 jam 06.10
WIB.
[3]
Alal Al-Fasi, Maqashid…, hlm.109.
[4]
Ismail al-Hasaniy,Nazariyyah al-Maqashid
‘inda al-Imam Muhammad alThahir ibn ‘Asyur, Cet. I, (USA: al-Ma’had al-Fikr al-Islamiy,1995) hlm. 71.
[5] Raden Said, “Muhammad
Alal Al Fasi”, di kutip dari http://nafidsanikhcommunity.blogspot.co.id/2011/01/muhammad-allal-al-fasi.html, di akses pada hari Rabu
tanggal 25 Oktober 2017 jam 05.48 WIB.
[6]Allal Al-Fasi, Maqashid…, hlm.111.
[7] Raysuni, Ahmad.
Nazahariyyah al-Maqashid ‘Inda al-Imam Asy-Syathibi, (Rabat: Ad-Dar Al-Alamiyyah Lil Kitab Al-Islamy, 1992)
[8] Alal Al Fasi, Maqashid..., hlm. 111.
[9] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV
Darus Sunnah, 215), hlm. 408.
[10] Ibid.,
hlm. 165.
[11] Alal Al Fasi, Maqashid..., hlm. 112.
[12] Departemen Agama RI, Al-Qur’an..., hlm. 165
[13] Ibid., hlm. 7
[14] Ibid ., hlm. 114
[15] Ibid
Komentar
Posting Komentar